Pulang

1223 Kata
Di dunia ini tidak ada yang benar-benar di takdirkan untuk saling memiliki. Semua hanya di takdirkan untuk saling di titipi. _________ Zian menarik tangan Naila ke sebuah taman dekat tempat reunian. "Tolong lepasin tangan aku!" Pinta Naila akhirnya, sebenarnya sejak tadi ia sudah merengek agar pria itu mau melepaskan tangannya. Tapi pria itu seolah tak mau mendengar. Ia terus saja membawa Naila menjauh dari keramaian, dan akhirnya sampailah pada taman ini. Zian pun melepaskan tangan Naila tanpa bicara sepatah katapun. Kemudian ia memilih duduk di bangku panjang yang ada di dekatnya. Naila menatap pria itu dengan tatapan tak mengerti. "Kenapa tiba-tiba bawa aku kesini? Kamu mau ngomong apa sebenernya?" Ujar Naila sambil duduk di bangku yang sama tapi mengambil jarak yang cukup jauh. Zian masih terdiam, kemudian pandangannya mendongak ke langit yang di penuhi bintang-bintang. "Kalo lagi sedih itu,seharusnya jangan paksain diri untuk ada di keramaian. Karena hati kita itu sedang sensitif, bisa jadi nanti omongan orang lain membuat kita tersinggung atau malah membuat kita teringat pada masalah yang sebenarnya ingin kita lupakan!" Zian berusaha membuka percakapan. Mendengar pernyataan dari Zian, Naila sedikit tertegun. Bagaimana bisa pria yang duduk di sisi nya sekarang, begitu memahami suasana hatinya saat ini. Padahal setahu Naila, pria ini selalu terlihat dingin tanpa ada sedikit senyuman pun yang menghiasi wajahnya. Ia ingat saat di kantor, saat ia berpapasan dengan Zian. Pria itu tak pernah senyum, selain itu juga, ia sangat irit bicara, sekalinya bicara pasti ujung-ujungnya hanya mengajak berdebat. Ia angkuh dan tak mau mengalah. Tapi, malam ini, Naila seolah bisa melihat sisi lain dari Zian. Ternyata pria itu bisa juga peka dengan perasaan orang lain. "Dari mana kamu bisa tahu, kalo aku sedang sedih?" Ujar Naila mencoba membunuh rasa penasarannya. Zian tersenyum tipis. "Semua sudah tergambar di wajahmu, meskipun kamu berusaha menutupinya dengan tersenyum, tapi aku bisa melihatnya. Aku tahu saat ini kamu pasti sedang terluka, iya kan?" Ucap Zian sembari menatap lekat ke arah Naila. Naila memalingkan wajahnya, mencoba menghindari tatapan Zian. "Jangan sok tahu, aku baik-baik saja kok!" Sahut Naila dengan sedikit ragu. Tapi ia tak suka jika orang lain, apa lagi tidak terlalu dekat. Mencoba melihat ke dalam hatinya. Akhirnya Zian tersenyum, wajah yang dingin itu akhirnya bisa tersenyum. "Kamu itu lucu banget ya! Udah ketahuan lagi sedih, tapi masih nggak ngaku!" Ujar Zian dengan sedikit terkekeh dan menggelengkan kepalanya. "Biasanya kalo cewek lagi sedih, pasti pingin di peluk seseorang!" Zian memutar bola matanya ke atas seolah sedang memberikan kode. Naila pun buru-buru melotot, "huh... nggak lucu sama sekali!" Dengus Naila, menatap Zian dengan tatapan kesal. "Aku baru pertama kali ketemu cewek, seaneh kakak!" Ujar Zian lagi, sembari berusaha menahan tawanya. "Aneh katamu!" Protes Naila, sekarang ia semakin bertambah kesal pada pria yang ada di hadapannya itu. "Maaf, maksudku unik!" Ralat Zian mencoba memilih kata yang lebih enak di dengar. "Unik apanya?" Naila tampak berpikir, ia juga sudah meneduhkan pandangannya. Zian menggedikkan kedua bahunya. "Entah, kakak coba cari sendiri saja jawabannya!" Berkata seolah tak peduli. "Hem... kamu juga aneh, tumben hari ini kamu banyak bicara, biasanya diem aja kayak kulkas!" Seloroh Naila dan seketika membuat mata Zian terbelalak. "Astaga! Masa' ganteng begini di bilang kulkas!" Zian pura-pura merajuk. Dan melihat itu Naila jadi ingin tertawa. Tapi ia tahan. "Kenapa kak, kalo mau ketawa ya ketawa aja, nggak usah di tahan gitu!" Ujar Zian cemberut. "Siapa yang pingin ketawa, hih... GR?" "Tuh... kan, kakak suka pura-pura orangnya, bikin gemes saja, kalo jadi pacarku pasti sudah ku cium!" Zian menyeringai. "Bicara sembarangan lagi, aku tinggal nih! Ancam Naila sambil melotot ke arah Zian. "Iya... iya maaf!" Bujuk Zian sembari terus tersenyum. "Zian! Naila!" Panggil seseorang, membuat mata mereka berdua teralih ke asal suara. "Kalian jangan duduk berdua'an di tempat sepi seperti ini!" Nathan yang baru saja datang, berusaha memperingatkan. "Nanti yang ketiganya setan loh!" Ujarnya lagi seraya menatap Zian dengan tatapan tak suka. Sedangkan Naila tertunduk, merasa malu dengan dirinya sendiri. "Orang ketiganya padahal kak Nathan!" Seloroh Zian sambil balas menatap kakaknya. Naila melirik Zian, merasa tak suka dengan ucapan Zian. "Ya... baiklah, aku memang nggak sama kayak kalian yang agamis. Aku nggak ngerti kalo soal beginian, maaf!" Ucap Zian seolah menyesali ucapannya. Padahal ia tak ingin masalahnya bertambah panjang. Karena sampai di rumah ia akan langsung di ceramahi oleh kakaknya itu. Gaya hidup Zian memang sangat berbeda dari kedua sodaranya, yaitu Nathan dan Fathya yang sangat agamis. Sedangkan dia selalu urakan dan pecicilan. "Yasudah, ayo, kita kembali ke dalam! Aku sudah ingin mengakhiri acara reunian ini karena sudah malam. Baru setelah itu kita pulang!" Jelas Nathan pada Naila dan Zian. Akhirnya tanpa banyak bicara lagi merekapun mulai memasuki aula gedung tempat mereka mengadakan reuni. ******* Acarapun akhirnya selesai setelah Nathan memberikan pidato perpisahan untuk menyudahi acara reuni yang sudah di gelar sejak tadi sore. Naila baru saja beranjak dari tempat duduknya saat acara benar-benar selesai. Sedangkan Zian yang dari tadi duduk di sebelahnya turut berdiri. Nathan yang masih berdiri di atas panggung, menatap gusar ke arah mereka berdua. Sebenarnya sejak pidato berlangsung tadi, ia sudah merasa tidak nyaman, melihat Zian yang seolah ingin selalu berada di dekat Naila. Nathan pun segera turun dari panggung untuk menghampiri adiknya juga Naila. Saat dia hampir dekat dengan mereka berdua. Ia malah melihat adegan tak mengenakkan. Naila yang baru saja hendak berjalan, tiba-tiba terselip oleh gamisnya yang panjang. Hingga ia hampir kehilangan keseimbangannya dan hampir saja terjatuh kalo saja Zian tidak cekatan menopang berat badanya dengan sigap. "Hampir saja! Dasar ceroboh!" Rutuk Zian dengan tatapan dingin. Sejenak Naila reflek membalas tatapan Zian. Wakatu seolah berhenti, mereka saling tatap untuk beberapa saat. "Ehem!" Nathan yang sudah berdiri di antara mereka seolah mengingatkan. Naila pun buru-buru tersadar dari keterpanaannya, begitupun juga dengan Zian. Naila dan Zian terlihat canggung satu sama lain. Nathan menghela nafas panjang, mencoba menghilangkan kegusarannya. "Apa kamu baik-baik saja, Nai?" Ujar Nathan mencoba membuka percakapan. "Iya kak, aku nggak kenapa-napa kok!" Sahut Naila sedikit gugup. Matanya sekilas melirik Zian yang masih terdiam. "Syukurlah, kamu pulang sama siapa?" Ujar Nathan lagi mencoba berbasa-basi. "Aku pulang sendiri, kebetulan bawa mobil sendiri tadi!" "Kalo gitu...," "Kalo gitu, biar aku yang Anter, aku yang nyetir mobil kak Nai, nggak baik kak Nai nyetir mobil sendirian malam-malam gini!" Sergah Zian mencoba memangkas kalimat Kakaknya. Nathan hanya bisa terdiam, sejenak ia terlihat menghela nafas kesal. Padahal ia sudah ingin menawarkan hal tersebut. Tapi. Zian malah menyelanya. Naila masih terdiam. Ia bingung, antara mengiyakan tawaran Zian, atau memilih untuk mengabaikannya. Jujur saja, sebenarnya ia lebih ingin di antar oleh Nathan. "Ya... Sebaiknya kamu pulang di antar oleh Zian saja, aku bisa pulang sendiri!" Ujar Nathan akhirnya sambil memaksa tersenyum. Padahal hatinya merasa sedikit kecewa. "Tuh kan, kakak ku udah izinin, yaudah kakak pulang sama aku ya!" Pinta Zian tampak antusias. Sejenak Naila menatap Nathan dengan tatapan kecewa. Lalu kemudian mengangguki tawaran Nathan. "Kalo begitu ayo kita ke mobil sekarang!" Zian sudah tampak ingin berlalu. Tapi Naila masih berdiri di tempatnya menatap Nathan yang juga tengah menatapnya. "Jangan tatap-tatapan kayak gitu, nanti yang ketiganya setan!" Seloroh Zian untuk menyadarkan mereka berdua. Seketika Naila menundukkan pandangannya. "Aku pulang dulu ya kak! Assalamualaikum...," Ujar Naila akhirnya sambil berlalu. "Wa'alaikum salam!" Jawab Nathan seraya tersenyum. Nathan seolah masih berat melihat kepergian Naila dan Zian. Ia masih berdiri di tempatnya memandangi punggung Naila yang makin menjauh hingga menghilang di balik pintu utama gedung. Entah apa yang sedang di pikirkannya. BERSAMBUNG.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN