Marina menghela napas berat, ia tak tahu harus bagaimana menghadapi mertuanya yang bersikap aneh itu. Mertuanya sangat menginginkan cucu, tapi ketika ia berusaha untuk program bayi tabung, Hena terkesan menghalanginya.
Hena pulang dari rumah Marina dan besok ia akan datang untuk menemani Andrew dan Marina ke rumah sakit tempat dokter Aina praktek. Entah mengapa Marina ingin menyerah saja. Ia tak tahan dengan sikap intimidasi dari mertuanya itu.
"Ayo kita masuk rumah, sayang," ajak Andrew pada Marina, istrinya itu mengangguk dengan lemah. "Gak masalah kan kalau kita jadi program bayi tabung di Indonesia?" tanya Andrew lagi dan Marina hanya bisa mengangguk patuh sembari tersenyum kecil ke arah suaminya itu.
"Mas, kamu inget mantan kekasih kamu yang bernama Lusi?" tanya Marina ketika mereka berdua berjalan menuju kamar mereka. Andrew sampai menoleh ke belakang, melihat Marina dengan tatapan bertanya-tanya.
"Lusi? Kok kamu kenal Lusi? Seingatku, aku tak pernah menceritakan soal Lusi padamu," kata Andrew pada Marina. Ia menatap wajah istrinya itu dengan penuh tanya.
"Oh, ya? Masak?" Marina terlihat bingung, ia baru sadar kalau Andrew memang tak pernah bicara soal Lusi kepadanya. "Sepertinya pernah," kata Marina lagi seraya berjalan lebih dulu ke kamarnya. Marina masuk dan membiarkan pintu terbuka untuk Andrew menyusulnya.
"Kamu ketemu sama Lusi?" tanya Andrew yang sedikit cemas. Bagaimanapun Andrew tak mungkin lupa dengan Lusi begitu saja, gadis itu bahkan pernah dengan sengaja telanjang bulat di depannya dan memohon padanya untuk menyentuhnya. Andrew jadi cemas kalau Lusi akan menceritakan malam itu kepada Marina.
"Iya, gak sengaja. Dia gadis yang cukup pintar," kata Marina seraya mencoba melepaskan bajunya satu per satu di kamar. Marina berjalan ke kamar mandi di kamarnya dengan hanya mengenakan pakaian dalam. Tubuhnya yang sintal itu langsung mengundang hasrat Andrew. Andrew mendekat dan memeluk Marina dari belakang, "biarakan aku mandi dulu," kata Marina pada Andrew. Andrew tak memedulikan ucapan Marina, ia mengecup leher belakang Marina hingga membuat perempuan itu terangsang.
"Kita mandi sama-sama," kata Andrew pada Marina seraya menggendong mesra istrinya itu di kedua tangannya menuju kamar mandi.
Marina tak bisa tidur. Ia menoleh ke arah suaminya yang sudah terlelap setelah bercinta dengannya sebanyak tiga kali. Pelan-pelan, Marina turun dari ranjang dan meraih ponselnya di atas nakas. Ia kemudian berjalan ke arah balkon kamarnya dan duduk di kursi yang ada di teras balkon kamarnya itu. Angin malam mengibarkan rambut hitamnya dan menerpa wajahnya yang putih bersih. Marina menatap langit malam yang gelap, di sana wajah kedua orang tuanya yang meninggal terlihat jelas, sedang tersenyum ke arahnya. Air mata Marina menetes, ia rindu dengan mama dan juga papanya. Dulu ia selalu merasa iri saat melihat Rosa, ia melihat Rosa bisa lincah ke sana dan ke mari, pergi dari satu tempat ke tempat lainnya tanpa harus memikirkan ijin. Bibi Anda sangat percaya kepada Rosa. Jadi kemanapun Rosa pergi, bibi Anda tak terlalu mempersoalkannya. Hal itu membuat Marina cemburu dan membandingkannya kepada sikap kedua orang tuanya yang menurutnya terlalu overprotective.
Tapi kini, semuanya berubah, Marina merindukan semua ocehan mamanya, sikap mamanya dan perintah serta larangan-larangan mamanya itu. Sekarang Marina tahu bagaimana perasaan Rosa yang sebenarnya. Menjadi sendiri tak pernah menyenangkan, ia tak tahu harus kemana untuk berbagi perasaan. Ia hanya punya Andrew, suaminya saja. Untuk itu ia sangat mencintai Andrew.
Aku akan berusaha keras agar bayi tabung itu berhasil.
***
Perlakuan Citra ke Rosa yang sangat kasar itu semata-mata agar Rosa tak betah kerja dan memilih mengundurukan diri, tapi nyatanya Rosa bertahan sampai hari akhir dengan kekuatan yang sangat ekstra, hari ini adalah penentuan dari Andrew apakah Rosa bisa tetap bekerja untuk Andrew atau tidak.
"Bagaimana, Citra?" tanya Andrew sembari membolak-balikkan file yang ia teliti.
"Kurang, pak," jawab Citra yang membuat Rosa mendelik heran ke arahnya.
"Maksud kamu?" tanya Andrew
"Rosa tidak memenuhi kriteria sebagai sekretaris bapak," kata Citra lebih jelas. Rosa tersenyum tak percaya mendengarnya. Andrew menoleh ke arah Rosa dan memerhatikan gadis itu baik-baik. Ia tahu seberapa baik pekerjaan Rosa, Rosa datang lebih pagi dan langsung membersihkan ruang kerjanya, ketika bersama dengan Citra pun, Rosa sering bergerak. Andrew memerhatikan cara kerja Rosa dari Citra secara bersamaan dan ia tahu bagaimana buruknya Citra memperlakukan Rosa. Seperti ketika Citra meminta Rosa membuatkan kopi untuk Andrew, bukan Rosa yang mengantarkannya tapi Citra dan masih banyak hal lainnya.
"Apa alasan kamu menyebut Rosa sebagai pengganti yang kurang kompeten?" tanya Andrew.
"Bukankah gara-gara Rosa, bapak jadi harus reschedule ulang dengan pak Thomas? Itu karena Rosa lupa hubungi pak Thomas!" kata Citra menjelaskan.
"Tapi itukan kamu sendiri yang mengatakan bahwa pak Andrew batal bertemu dengan sir Thomas! Jadi aku gak perlu repot-repot untuk menghubungi sir Thomas!" Rosa berusaha membela dirinya.
"Aku? Kapan aku seperti itu? Kamu memfitnahku!" kata Citra dengan mimik wajah sedih. Rosa kesal sekali. Selama bekerja dengan Citra ia menahan diri sekuat tenaga karena ia tahu Citra sering mempermainkannya. Kadang-kadang sengaja memberinya pekerjaan yang tak penting, pekerjaan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan sekretaris.
"Fitnah?" tanya Rosa. Citra mulai mengeluarkan air mata buayanya di depan Rosa dan Andrew. Jika saja tak ada Andrew di sini, mungkin Citra sudah habis di tangan Rosa saat ini. Rosa sangat geram sekali. Rosa kemudian merogoh tasnya dan mengeluarkan file disk dan menyerahkannya di meja Andrew.
"Itu bukti ucapan saya, pak, dam di sana juga ada bukti lainnya bagaimana sikap bu Citra kepada saya," kata Rosa pada Andrew yang membuat Andrew dan Citra kaget.
"Kamu apa-apaan, Rosa! Kamu mengambil rekaman tanpa persetujuanku!" kata Citra kesal. Andrew senang karena Rosa bertindak diluar dugaannya.
"Aku harus menyelamatkan diri sendiri, bu, " kata Rosa dengan tenang dan sedikit mengejek ke arah Citra yang geram.
"Tapi, pak, Rosa benar-benar tak cocok bekerja dengan bapak! Bahkan aksen bahasa inggrisnya saja buruk! Sedangkan saya bisa bahasa perancis, pak!" kata Citra.
"¿Qué estás diciendo? ¿Mi inglés es malo? Incluso puedo hablar con el Sr. Pablo para conocer al Sr. Andrew. ¿Olvidaste que yo también puedo hablar español?" kata Rosa yang membuat Andrew diam dan kagum ke arahnya. Wajah Citra makin pucat, ia lupa bahwa Rosa pintar bahasa spanyol. "Kalau cuma bahasa perancis saja, saya juga bisa bu," kata Rosa berbangga diri. Ia memang sepercaya diri itu, baginya bakatnya harus ditunjukkan di hal-hal penting seperti ini.
"Citra, kamu boleh temui Vita hari ini. Saya sudah menyuruh Vita untuk menyerahkan hak kamu selama menjadi sekretaris saya," kata Fernando pada Citra yang membuat gadis itu tertegun. Ia telah kalah saat ini. Semua usaha yang ia lakukan tak berhasil sama sekali, "Tadinya saya mau pindahin kamu jadi sekretaris Lucas, tapi melihat kelakuanmu, saya khawatir Lucas akan marah ke saya," kata Andrew. Wajah Citra kian memucat, dengan lemah dan juga malu, ia berbalik dan pergi dari hadapan Andrew dan Rosa.