"PRINCESS!!"
"DADDY!!"
"Astaga sayang!!" Elvano mengambil alih Arumi mengecup setiap inci wajah putrinya kemudian memeluknya erat. Elvano membawa Arumi pergi dari sana melangkah lebar ke arah mobil meninggalkan Jayden.
"Sekali lagi terimakasih mas, saya permisi." Jayden pun melenggang meninggalkan kafe, sepertinya Elvano akan terus berada di samping Arumi seperti sebelumnya. Situasi ini pernah terjadi saat Arumi bermain petak umpet di halaman rumah lama mereka tetapi malah tertidur pulas di bawah dalam rumah-rumahan miliknya membuat Elvano kelimpungan mencarinya karena saat itu rumah belum seperti sekarang dan berakhir Elvano berada di samping Arumi 24 jam nonstop.
"Kita pulang sekarang." kata Jayden meninggalkan kafe dan juga mobil yang Elvano pakai tadi. Ia melirik Elvano masih memeluk Arumi tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Dalam pelukan sang daddy Arumi menepuk-nepuk punggung lelaki itu. "I'm okay daddy, tadi ada kakak cantik yang nolongin." katanya, dan sekali lagi Jayden melihat wajah antusias Arumi.
"Kakak cantik?"
Arumi mengangguk cepat jangan lupakan senyum di wajahnya tak pernah luntur. "Baru aja pergi, eh om Jay datang. Kakak cantiknya harus ke rumah sakit, katanya adiknya lagi sakit jadi dia harus ke sana jagain. Tapi daddy,"
"Kenapa hem?"
"Surga itu di mana?"
Pertanyaan Arumi spontan membuat Elvano dan Jayden saling melirik.
"Kenapa nanya gitu, hem?" tanya Elvano mengusap pipi Arumi.
"Emm, tadi Umi nanya sama kakak cantiknya, kenapa gak mama papa aja yang jagain adiknya tapi katanya udah ke surga."
Deg!!
"Jadi surga itu di mana?" sekali pertanyaan polos Arumi lontarkan tak tahu jika saat ini Elvano dan Jayden kebingungan menjawabnya. Keduanya benar-benar penasaran siapa kakak cantik ini sampai bisa menghancurkan semua rasa trauma dalam diri Arumi.
"Daddy, ih jawab dong. Ah, Umi ngambek." Arumi melipat kedua tangan, wajahnya cemberut kesal.
"Hahaha, ululu princessnya daddy. Gini loh, surga itu tempat orang-orang baik seperti kakak cantik." kata Elvano mengecup kening Arumi membuat sang anak menutup keningnya.
"Jangan di kecup terus, nanti kecupan kakak cantiknya jadi hilang gara-gara daddy."
"Hah!?"
*
*
*
*
"Nyonya, tuan sudah kembali." kata Bi Sum. Amira berdiri di bantu Sintia, gadis itu membawa Amira pulang setelah tadi mendapat telepon dari Jayden. Bukan dia sih sebenarnya tapi Amira sendiri.
Keduanya tersenyum melihat keberadaan Arumi salam gendongan Elvano namun senyum itu perlahan pudar kala Elvano mengabaikan keberadaan mereka dengan terus berjalan ke lantai dua. Amira menghela nafas kembali duduk bersama Sintia.
Gadis itu memandang Jayden, yang mendapat tatapan pun berkata. "Arumi ditemukan seseorang sedang menangis ketakutan di jalan raya, untungnya orang itu sangat baik menjaga Arumi sampai saya datang sebelum bang Vano tiba."
Sebelum Amira atau pun Sintia berucap syukur sebelum suara Elvano lebih dulu menggelegar dalam rumah sebab dia berada di lantai dua.
"Apa mama sudah lelah menjaga Arumi? Kalau memang iya, katakan saja biar saya menjaganya sendiri."
Perkataan menusuk itu tak pernah Amira bayangkan. Bagaimana bisa Elvano berkata omong kosong seperti itu?! Tidak sekalipun selama hidupnya berpikir seperti itu.
Ia tau dia salah telah lalai menjaga Arumi, tetapi apakah pantas elvano berkata seperti itu? Sementara sejak hadirnya Arumi hidupnya terasa berwarna meski dirundung kekecewaan atas perginya ibu kandung Arumi.
"Kenapa ma? Mama tau kan Umi segalanya buat saya tapi kenapa mama tega melepas pandangan dari dia?! Kalau Umi sampai kenapa-kenapa bagaimana ma, JAWAB MA!!"
"Bang, udah hei. Ibu juga … "
"Dan anda Nona Sintia," Jayden niatnya ingin menengah malah dipotong lagi sama Elvano dan kali ini Sintia yang jadi sasaran. Sintia mendongak takut, Elvano terlihat tersenyum remeh memandangnya rendah.
"Apa pekerjaan anda, anda yakin seorang guru? Apa anda pantas disebut guru sementara menjaga anak sekecil Ayumi saja tidak mampu. Pantas saja putri saya tidak suka pada anda, karena anda memang tidak layak disebut guru."
Deg!!!
Untuk pertama kali seseorang memandangnya seperti itu bahkan meragukan identitasnya sebagai guru, dan itu sangat sakit.
"Kenapa tidak terima? Cih, saya yakin putri saya lepas dari pandangan bukan karena menjaga yang lain tetapi sibuk dengan diri sendiri. Saya benar bukan, dasar tidak… "
"ELVANO CUKUP!!" Amira tak tahan mendengar hinaan Elvano terhadap Sintia pun berteriak.
"Kenapa ma, apa dia begitu penting dibanding cucu mama sendiri?"
"Bukan seperti itu nak, mama cuma… "
"Ma," suara Elvano bergetar. Amira terdiam. "Mama tau kan Arumi segalanya buat Elvano. Saya bertahan sampai berada di titik ini karena ARUMI MAMA!!" suara Elvano tercekat. Sebenarnya ia juga tak tega membentak sang mama terapi emosi tidak bisa dikontrol.
"Tanpa Arumi putra mama sudah berada di liang kubur." lanjutnya.
Deg!!
Semua diam layaknya patung.
"Daddy, where?" panggilan Arumi dari kamar membuatnya cepat-cepat menetralkan wajahnya dan juga suaranya.
"Iya princess bentar ya," katanya kembali beralih menatap ke bawah. "Bisakah orang asing keluar dari sini, saya risih."
Deg!!
Perkataan itu sangat menjatuhkan harga diri Sintia. Gadis itu meraih tasnya dan berlari keluar, dia terlihat menyeka air matanya. Amira melihat itu merasa bersalah, tapi dia tak bisa melakukan apapun sementara putranya dalam keadaan tidak baik-baik untuk dilawan.
Jayden yang sedari tadi diam pun berkata, "Bang masuk gih, Arumi nunggu di dalam." dan Elvano pun melangkah ke kamar putrinya. Jayden menghampiri Amira yang tampak shock.
"Bu, jangan di masukin ke hati ya omongan bang Vano." ujarnya membantu wanita itu kembali duduk.
"Gapapa nak, ibu ngerti perasaan El."
"Ya udah sekarang ibu ke kamar istirahat. Bi Sum, bantu ibu ke kamar."
"Baik tuan. Mari bu,"
"Hati-hati bi."
Jayden menghela nafas melihat kepergian Amira. Ah, Sintia! Ia pun berlari ke luar bermaksud meminta maaf atas nama Elvano tapi gadis itu sudah tak nampak di sana lagi.
Mungkin di lain waktu, pikirnya merogoh handphone mencari nama Selfi.
"Halo Selvi, kamu bisa handel semuanya hari ini sampai saya datang? Iya dua puluh menit saya nyusul kesana, lakukan tugasmu dengan baik untuk menahan mereka."
"Baik pak."
Setelah panggilan terputus ia pun melangkah masuk berniat menghampiri Elvano.
Cklek…
"Bang… " terhenti ketika melihat Elvano tengah terlelap memeluk Arumi. Ia pun terpaksa mengurungkan niatnya dengan langsung keluar pelan-pelan menutup pintu kamar Arumi.
"Daddy," Arumi berbisik memanggil Elvano dan Elvano hanya berdehem. Keduanya ternyata belum tidur.
"Umi baik-baik aja kok, beneran deh. Jangan marah sama nenek, kasian. Ini salah Umi."
Elvano membuka mata mengecup pucuk kepala Arumi. "Umi tau kan, daddy sayang sama Umi. Kalau Umi sampai ninggalin daddy, daddy pasti bakal nangis. Emang Umi mau daddy nangis?"
"Nggak boleh. Daddy gak boleh nangis."
"Janji gak pergi lagi,"
"Promise."
"Really?"
"Yes, Umi promise daddy. But dad,"
"Hem, kenapa?"
Umi mau belajar main piano boleh gak?" Arumi mendongak menatap Elvano yang kini menurunkan wajah untuk melihat Arumi. Gadis kecil itu mengangguk antusias melihat kening sang daddy mengkerut tak percaya.
"Piano?"
"Yes piano."
"Why? Daddy gak pernah maksa Arumi buat suka apapun selama Umi senang. Tapi kok ini tiba-tiba mau main piano?"
"But? my beautiful sister loves the piano."
Elvano terkekeh kecil, "Hanya itu? Daddy jadi pengen tau siapa kakak cantik itu sampai-sampai princess daddy pengen banget lakuin apa yang dia suka." katanya dan itu benar-benar dari lubuk hati seorang Elvano Bramantyo Logan ingin mengetahui siapa si kakak cantik yang Arumi maksud. Dia akan melakukan apapun agar Arumi bisa terus seperti ini.
"Daddy lihat Umi," Arumi menangkup kedua pipinya sampai mulutnya berbentuk mulut ikan. Elvano tertawa terbahak-bahak tak percaya melihat kelakuan Arumi. Tampak gadis itu juga tertawa berhasil membuat sang daddy melupakan kesedihannya.
"Hahaha siapa yang ngajarin, hem? Daddy gak pernah kepikiran loh princess bisa kayak gini." kata Elvano mengecup pipi Arumi.
"Hehe, tadi pas Arumi nangis kakak cantik gitu terus gini juga." Arumi melepaskan diri dari dekapan sang daddy lalu duduk kemudian bergoyang-goyang seperti yang Abi lakukan tadi di kafe.
Elvano bertepuk tangan melihat Arumi tengah meniru si kakak cantik itu. Astaga, siapapun kalau melihat kekonyolan itu pasti akan tertawa, dia saja sampai sakit perut liatnya.
"Kakak cantiknya serba bisa ya princess, astaga lucu banget sih anak daddy." Elvano memeluk Arumi gemas sampai menggoyang-goyangkan tubuhnya.
Arumi mendongak jangan lupakan senyum lebar dan juga binaran mata jernih miliknya itu menatap sang daddy.
"Jadi kakak cantik lakuin apa lagi sama Arumi," tanya Elvano.
"Emmm… kakak cantik beliin s**u strawberry sama cookies terus macaron enak banget. Oyah daddy, kakak cantik kan awalnya manggil Umi cantik tapi pas itu gak sengaja manggil sayang eh, Uminya kesenangan deh dipanggil sayang jadi Umi minta dipanggil sayang aja terus sama kakak cantik hehe."
Siapa dia? Siapa dia sampai bisa membuat putrinya seperti sekarang. Dunia hitam milik Arumi tak nampak sedikit pun ketika anaknya membahas kakak cantik itu.
Ia harus menemukan gadis itu apapun yang terjadi, kalau perlu dia akan menikahinya selama Arumi bahagia dan itu janji sekarang.
Yang dilakukan Elvano sekarang mendengarkan semua celotehan menggemaskan sang anak.
"Daddy tau gak, kakak cantik kan gak bisa nunggu om Jay sampai dateng, nah kakak cantik ngancem bakalan bakar kafe nya kalau sampai Umi nangis gara-gara om yang jagain Umi nakal apalagi nyentuh Umi tadi hehe."
'Terimakasih dan siapapun kamu, kita pasti akan bertemu suatu saat nanti.' batin elvano mengelus kepala Arumi. "Kenapa?" tanyanya ketika Arumi menahan tangannya di atas kepalanya.
"Kakak cantik elus kepala Umi rasanya nyaman banget, kayak daddy."
Deg!!!
"Terus di sini," Arumi menunjuk keningnya tersenyum lebar. "Kakak cantik juga nyium kening Umi, kayak daddy. Umi suka hehe."
"Umi mau kakak cantik ada di sini, di samping Umi?" entah kenapa Elvano bertanya seperti tetapi ia hanya mengikuti kata hatinya melihat Arumi begitu menyukai sosok kakak cantik.
"Mau."
"Kalau gitu daddy janji bakal bawa kakak cantik kesini buat Umi."
"Beneran?"
"Promise. Tapi mungkin butuh waktu, gapapa Umi nunggu?"
"Gapapa asal Umi bisa sama kakak cantik."
Elvano tersenyum mengangguk.
"Jadi Umi boleh minta piano gak?" tanya Arumi melakukan tingkah imut berharap Elvano mengabulkan permintaannya untuk diberikan piano.
"Sebentar," Elvano meraih handphone menghubungi Jayden.
"Halo Jay, pesankan piano yang terbaik dan termahal untuk princess saya." Elvano tersenyum lebar kala Arumi melompat ke arahnya dan menghujaminya dengan kecupan.
"UMI SAYANG DADDY!" teriak Arumi memeluk sang daddy.
"Hahaha, always for you princess." ucap Elvano, dia jadi berpikir bahwa si kakak cantik benar-benar membawa pengaruh besar untuk putrinya dan juga dirinya.
"Emmm, kakak cantiknya lagi ngapain ya sekarang?" tanya Arumi mengetuk-ngetuk dagu berpikir, melihat hal itu Elvano hanya bisa tertawa gemas.