4. Rasa yang tidak biasa

2565 Kata
Di lapangan olahraga, beberapa kelas dua belas sedang mengikuti gerakan senam yang di pandu oleh ibu Luci, Martin yang sedari tadi duduk menghadap jendela sesekali tersenyum. Bagaimana tidak, kaca jendela yang menghadap langsung ke arah lapangan itu sedang tersaji pemandangan yang sangat indah menurutnya. Di sana terlihat jelas Luci sedang mengintruksikan siswa siswi beberapa gerakan senam yang seolah-olah seperti gerakan tari. Imajinasi Martin terlampau jauh. Lusi sedang menari dengan dress putih seputih awan dengan sepatu kaca menghiasi kedua kakinya , dan lekuk tubuhnya yang berlenggak lenggok di iringi musik melankonis. Jari jemarinya lincah bagai daun tertip angin, Sesekali tubuh rampingnya berputar penuh dengan ujung jarinya yang menjadi penopang tubuhnya. Gerakan exsotisnya begitu indah, bahkan rambut coklat kekuningan itu seolah ikut menari mengikuti setiap gerakan tubuh bak gitar spanyol itu , ooooh sungguh maha karya terbaik "Pak Martin" ________"Pak"_______"Hello pak martin" Martin seketika tersadar dari pikiran liarnya dan wajah tampannya seketika berubah gugup dan salah tingkah kedapatan sedang melamun. Apalagi yang memergokinya adalah orang yang sedang menari indah di pikirannya. "Eeh ya ibu Luci, Ada apa?" Ucap Martin gugup "Gak ada kelas pak? Kok masih di sini mana ngelamun lagi. Awas kesambet lho." Luci terkekeh. "Lagi ngelamunin apa sih pak sampe senyum-senyum sendiri, ooooh pasti kekasihnya ya pak?" Luci menggoda pak Martin yang masih salah tingkah. "Makanya buruan di halalin pak." Sambung Luci. Sedangkan Martin yang notabene nya pria yang memang dikenal humoris malah tertawa . "Ya jika saya ngehalalin kamu emang kamu mau?" Tak sadar dengan apa yang baru saja keluar dari bibirnya, "uuup keceplosan" Martin reflek menutup mulutnya dengan sebelah tangan sambil melirik Luci dari sudut matanya. Sedangkan Luci hanya tersenyum menanggapi reaksi Martin. "Pak Martin bisa aja. Kalo gitu lanjut dah menghayal nya pak, Tapi jangan kelamaan tar kesambet beneran lho." Ucap Luci lalu melenggang keluar meninggalkan Martin dengan khayalan dan imajinasinya. "Kesambet kamu mah aku gak apa-apa luc, tiap hari juga aku malah seneng," batin Martin dan tentunya hanya dia yang bisa mendengarnya. Di kelas Dua belas B Murid yang biasa riuh sekarang tidak lagi ribut karna Luci yang sedang menerangkan materi pelajaran di sana. "Ada yang kurang jelas? Atau ada yang ingin di tanyakan?" Tanya Luci usai menerangkan serangkaian materi pelajaran di kelas itu. "Ya buk," Canon reflek mengangkat tangan dan semua mata tentu saja langsung terfokus padanya. "Oke tanyakan Can!" Ucap Luci antusias berharap Canon akan benar-benar bertanya pokok bahasan yang sedang dia terangkan. Canon masih menatap tak berkedip pada gurunya sambil menopang dagunya dengan sebelah tangannya dan tangan satunya di lipat di atas mejanya. "Kalo d**a kita berdebar-debar dan jantung kita berdetak dengan lebih kenceng ketika berdekatan atau melihat seseorang itu pertanda apa buk?" Huuuuuuuu Kelas menjadi riuh dan Canon adalah dalang kegaduhan kelas itu, bahkan beberapa murid lain melemparinya dengan gumpalan kertas , Maxi dan Hans juga ikut ngejitak jidat Canon . "Sakit t***l," gerutu Canon. Sementara Luci hanya tersenyum sambil mengangkat sebelah tangan dan tangan yang satunya menggebrak meja mengisyaratkan untuk diam. David yang sedari tadi hanya diam sambil memutar mutar bolpoin di tangannya hanya menatap nanar pada gurunya. Luci kembali menenangkan kelas itu. Luci berjalan menghampiri Canon. Canon yang menyadari gerakan ibu Luci yang berjalan kearahnya tentu saja membuat hatinya di rundung gelisah dan reflek mengelus dan memijit tengkuknya yang sama sekali tidak gatel ataupun pegel sambil nyengir kayak kuda kebanyakan gigi. Luci yang kini sudah berdiri di samping Canon dan Sekarang duduk di atas meja Canon, tersenyum menatap tajam Canon. Sementara Canon kembali salah tingkah. "Canon, pertanyaan mu itu seharusnya kamu tanyakan pada pak Martin guru biolagi nak, tapi oke lah ibu akan menjawabnya." Ucap Luci santai masih dengan posisi semula. "Tapi sebelumnya apa ada yang bisa menjawab pertanyaan Canon tadi?" Luci melempar pertanyaan itu pada seluruh isi kelas. Kelas kembali riuh, beberapa siswa siswi berbisik dengan teman sebangkunya. Sementara sorot mata Luci masih menyiratkan intimidasi pada Canon. "David, apa kamu bisa membantu Canon menemukan jawaban atas pertanyaannya?" Tatapan Luci beralih pada David yang masih acuh di belakang canon masih dengan memutar mutar bolpoin di tangannya. Teeeeeeet teeeet Belum sempat Luci menerangkan jawaban dari pertanyaan Canon, suara bel mengisyaratkan jam pulang sekolah. Sontak seluruh murid mengemasi alat tulisnya memasukkannya kedalam tas dan berlalu membubarkan diri dengan tertip. Namun Luci masih senantiasa duduk di atas meja Canon. Membuat Canon dan ke lima cowok ganteng satu paket itu tak bergeming dari duduknya. Luci sedikit merebahkan tubuhnya dan berbisik di telinga Canon "mungkin hatimu sedang bermasalah dengan orang itu atau mungkin ini yang namanya puber, yang kebanyakan orang mengatakan prasaan gugup saat berdekatan dengan orang itu, karna perasaan gugup itu bermuara pada rasa kagum atau ketertarikan pada orang tersebut." Lirih bisikan itu namun masih bisa di dengar oleh kelima cowok ganteng yang mengelilingi Luci. Sontak bulu kuduk Canon meremang. Sangat jelas terasa hembusan napas hangat ibu Luci menerpa tengkuk lehernya dan seketika pipi Canon memerah dan salah tingkah. Luci bangun dan berjalan menjauh dari kelima cowok ganteng yang menjadi idola para kaum hawa. Maxi, Canon, Hans, Coco masih tak bergeming dari duduknya. Mereka masih terpana dengan sosok guru yang terlampau keren itu. Sementara David terus menatap punggung Luci yang semakin menjauh dan perlahan hilang di balik pintu. Menyadari kerlingan sebelah mata ibu Luci padanya saat membisikkan kata di telinga Canon nyatanya mampu membuat hatinya tiba-tiba menghangat. Smir tipis terukir di sudut bibir tipisnya. Di ruang guru, Martin masih menunggu kedatangan Luci . Ya sebelumnya, mereka merencanakan untuk makan siang bareng ketika kelas bubar. "Heey " Luci masuk ruang guru dan Martin menyambut dengan senyuman termanisnya. "Kita OTW" Luci membuka suara. "Oke. Kita pake mobil aku aja ya soalnya tadi saya liat kamu bawa motor." Saran Martin. Dan Luci hanya mengangguk memberi isyarat ya pada Martin, "Motor kamu titip di sini aja, entar saya anter pulang." "Up to you." Di parkiran sekolah SMA SATYA kelima cowok ganteng, David, Hans, Maxi, Coco dan Canon menatap ke arah dua orang yang berjalan sambil berbincang ramah, sesekali mereka tertawa dan ketika sang laki-laki itu membuka pintu mobil untuk sang gadis dan sang gadis masuk dengan anggunnya baru setelahnya sang laki-laki memutari mobilnya dan masuk di pintu kemudi. Mereka pun berlalu meninggalkan area parkir. Menyadari beberapa muridnya menatap kearah mereka dan ekspresi wajah kelimanya terlihat kusut Luci mengeluarkan sebelah tangannya dengan mengepal ketiga jari dan mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya sehingga membentuk hirup "V" yang artinya damai. David menangkap isyarat itu. Dia tak bergeming dari ke terpakuannya. "Isyarat itu dan tangan yang sama, ahhh apa mungkin,,,,? Ahh itu tidak mungkin semua orang bisa melakukan itu termasuk ibu Luci," batin David. Tapi ada rasa yang tidak biasa yang David rasakan. Guru itu memang sedikit misterius dan sulit dia pahami. Terkadang dia bersikap tangguh namun sikap lembutnya mengecoh pemikiran David. Di kafe Martin dan Luci memilih duduk di kursi paling pojok yang menghadap langsung ke arah taman belakang kafe itu. Melihat menu makanan yang akan mereka pesan untuk menemani santai siang mereka dan pilihannya jatuh pada makanan berkuah khas Betawi , soto Betawi dan sup iga dan beberapa makanan penutup juga jus alpukat. "Oh ya, apa kamu tidak mengalami kesulitan menjadi wali kelas dua belas B, mengingat kelas dua belas B adalah kelas paling susah di atur?" Tanya Martin di tengah perbincangan mereka. Luci hanya tersenyum bertanda semua masih aman terkendali. "Kamu tau salah satu murid di kelas itu adalah anak dari pemilik sekolah?" sambung Martin. Wajah Luci berubah, kerutan di keningnya menandakan keterkejutannya. "Siapa?" Tanyanya dengan sedikit ragu "David fabian. Dia satu-satunya putra Antonio fabian. Anak itu terkesan sembrono dan sedikit susah menerima pelajaran, bahkan sedikit bersikap acuh tak acuh pada setiap mata pelajaran. Dia sering kali berbuat onar di kelas bahkan beberapa guru sampai mengundurkan diri dari sekolah ini karna sikap jahil dan sembrono nya. Dan keempat sahabat yang selalu menempel di sekelilingnya adalah tamengnya ketika mendapat masalah baik di sekolah maupun diluar sekolah," ucap Martin panjang lebar. Luci hanya tersenyum sambil mengangguk ringan. "Jadi itu alasan kenapa anak itu bersikap santai dan terkesan acuh di mata pelajarannya," batin Luci. Luci menyeringai ada banyak rencana yang tiba-tiba tersusun di otak cantiknya. *************** David merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya yang begitu empuk dan sangat nyaman. Matanya terus menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih dengan kombinasi biru langit dengan ukiran ornamen yang menghiasi semua sisi langit langit kamar itu. Bayangan Luci kembali singgah di benaknya. Guru itu masih terlalu rumit untuk di cerna otaknya. "Luci Mervino,,,,,,,Luci Mervino" Entah sadar atau tidak beberapa kali David melirihkan nama Luci Mervino . Sejurus kemudian Davin mengambil ponselnya. Membuka aplikasi yang berlogo kamera "IG" David kemudian mengetik nama Luci Mervino di kolom pencarian dan tap ketemu. David membuka beberapa picture di beranda itu, kedua sudut bibir David terangkat ke atas sehingga menampakkan senyuman yang sangat manis. Beberapa photo gurunya itu dengan wajah bantalnya terpampang di sana, cantik. Cuma satu kata yang David ucap. David kembali membuka beberapa photo lagi. Photo Luci dengan beberapa cowok sedang minum kopi dan Poto itu pasti di ambil di dataran tinggi yang bertebing, mengingat begrown photo itu adalah pemandangan alam yang asri, namun David menajamkan penglihatannya, mana kala di kejauhan tampak ada mobil Jeep hitam yang mirip dengan mobil yang selama satu bulan ini mengganggu pikirannya dan masih menjadi misteri di otaknya. "Apa salah satu laki-laki di photo ini adalah pengemudi di balik Jeep hitam itu atau ,,,,,,, oh tidak ini tidak mungkin." David semakin penasaran dia kembali membuka beberapa photo lagi. Kali ini photo Luci mengenakan alat pelindung yang biasa di gunakan untuk penerjun payung dan kembali David menajamkan penglihatannya dan mengecek tanggal photo itu di post, dua puluh delapan Januari dua ribu tujuh belas (28/01/2020) dan artinya itu adalah hari yang sama ketika dirinya balapan dengan mobil Jeep hitam di jalur puncak menuju villanya dan kejatuhan penerjun payung cewek yang sialnya dia belum sempat lihat wajahnya karna keburu pergi. David kembali di buat syok akan sosok Luci, guru baru yang baru satu bulan berada di sekolahnya. Meneliti lebih jauh dan membuka profil dan melihat biodatanya. Lusi Mervino s.pd Fakultas teknik universitas negeri Semarang. Jurusan ,,,,," what" David menjeda ucapannya "What is that?" Seketika mata David membulat tak percaya. " Jurusan teknik otomotif? Gak salah?" David hampir tidak percaya dengan apa yang di bacanya. Luci Mervino S.pd adalah sarjana S1 jurusan teknik otomotif, menjadi satu satunya sarjana wanita termuda di usia 21 tahun, dengan jurusan teknik otomotif di universitas tersebut. "Aaah misteri apa lagi yang tersembunyi dari mu Luci Mervino." Senyum tak pernah surut dari wajah David fabian. David kembali menjatuhkan tubuhnya di atas kasur sambil memejamkan matanya dan menaruh lengan kokohnya sebagai penutup kelopak matanya. Dirumah Luci sedang duduk bersebelahan dengan sang ayah yang menikmati kopi hitam buatannya. "Pa,,,, Apa papa gak bosen sendirian kayak gini terus ? Apa papa gak ada niat buat nikah lagi gitu? Luci ikhlas ko pa kalo papa nikah lagi. Bagaimanapun papa butuh pendamping yang akan menemani papa saat Luci sedang tidak ada di samping papa," ucap Luci penuh kasih pada ayahnya. Teo Mervino ayahnya Luci hanya memberi senyuman manis pada sang putri semata wayangnya. Sejak kematian istri tercintanya , Vina ibunya Luci, Teo memang belum berpikir untuk kembali menikah. Memiliki putri yang selalu setia mendampinginya sudah cukup mengobati rasa kesendiriannya. Hasrat ,, tentu saja Teo ingin menikah lagi. "Jika waktunya datang, papa pasti nikah kok sayang tapi mungkin saat ini jodoh papa mungkin belum ketemu sayang, lagi pula papa cukup bahagia dengan kehidupan papa yang sekarang, karena kamu akan selalu ada buat membahagiakan papa. Atau jangan jangan putri papa ini sudah kebelet pengen nikah terus ninggalin papa yang sudah tua ini?" Teo menggoda putri semata wayangnya itu. "Iih papa. Apaan sih, Ya enggaklah. Nikah ? Nikah sama siapa? Orang pacar aja Luci gak punya," Luci memberenggut, tidak terima di pojok-kan ayahnya. "La terus cowok yang tadi nganter pulang itu?"~ Teo "Iiiih papa, dia itu rekan kerja. Guru di sekolah Luci juga pa, bukan pacar Luci," Pipi Lusi merona bak tomat rebus. "Terus emang kenapa kalo rekan kerja? Emang sesama guru gak boleh pacaran gitu? Aku liat dia cukup ganteng dan dewasa dan terlihat jelas kali kalau dia tu suka sama kamu." "Tau ah, papa sok tau, lagi pula pak Martin belum tentu mau sama Lusi pa. Yang aku denger dia udah punya cewek, dan ceweknya itu cantik , seorang model pula." ~ Luci "La putri papa ini juga gak kalah cantik kok dari model-model di televisi itu. Hanya saja photograper atau sutradara belum ketemu sana putri papa yang terlampau cantik ini." ~ Teo "Aah papa menghayal nya ketinggian, udah aaah , Luci mau kekamar aja, mau istirahat. Duduk sama papa lama-lama Luci bisa stress di gombalin papa mulu." Luci terkekeh, bangun dari duduknya, mencium pipi kiri dan kanan ayahnya dan "da dah papa" Luci berlari ringan menuju kamarnya. ****** Paginya Martin menjemput Luci kerumahnya. Selepas makan siang kemarin, Martin memang mengantar Luci pulang alhasil motor Luci di tinggal di parkiran sekolah tentunya setelah menitipkannya pada sang penjaga sekolah. Luci yang sedang bersiap siap dengan setelan baju olahraga, ya jam pertama hari ini adalah olahraga untuk kelas dua belas A,B, dan D "Selamat pagi," sapa Martin pada pria paruh baya yang di yakini adalah ayah Luci yang sedang duduk santai di kursi kayu yang sengaja di pajang di teras depan rumahnya. Sambil menikmati kopi hitam dan koran yang terbuka di kedua tangannya. Martin mengulurkan tangannya berniat menyalami pria paruh baya itu. "Selamat pagi juga," jawab Teo ramah dan menyambut uluran tangan pemuda tampan itu. "Luci ada om?"~ Martin "Ada. Tadi kayaknya juga udah siap berangkat"~ Teo "Selamat pa - gi" suara Luci tertahan melihat kehadiran Martin sepagi ini di rumahnya. "ehh ada pak Martin,,,, eh Martin" sambung Luci sedikit gugup. "Hey Luc, udah siap?" Tanya Martin dan Luci hanya mengangguk ringan. "Oke kita berangkat. Motor kamu kan tertinggal di sekolah jadi saya sengaja dateng jemput kamu biar kita bisa berangkat ke sekolah bareng." Jelas Martin "Sebenarnya gak pa pa pak saya bisa suruh sopir nganterin," imbuh Luci. "Ya gak bisa gitu dong Luc, kan kemarin saya yang ngajak kamu keluar sampe harus nitipin motor di sekolah, jadi sekarang saya juga bertanggung jawab buat jemput dan nganter kamu." Luci hanya tersenyum garing "terserah kamu saja." Ucap Luci pasrah "Yuk " "Papa Luci berangkat dulu ya," Luci mencium pipi kiri dan kanan ayahnya dan berlalu kearah mobil Martin. Martin juga ikut menyalami pak Teo ayahnya Luci. Dan pak Teo hanya tersenyum menganggukkan kepala. "Hati-hati di jalan, jagain putri om. Dia adalah satu-satunya harta paling berharga yang om punya." Ucap pak Teo sambil menepuk pundak Martin. "Siaaap om" Sepanjang perjalan Martin atau pun Luci belum ada yang membuka suara. Lalu Martin melirik audio di dalam mobilnya akhirnya memilih memutar beberapa lagu berharap suasana bisa mencair dan tidak sekaku sekarang. Kala cinta menggoda by chrisye menjadi pilihannya . Lirih, Luci spontan mengikuti alunan lagu itu begitu juga dengan Martin. Sesekali mereka tertawa sambil mengikuti lagu yang mengalun lembut di dalam mobil itu. Suasana jadi lebih hangat dan tak terasa tiga puluh lima menit akhirnya mereka sampai di depan sekolah SMA SATYA. mobil Martin memasuki gerbang sekolah SMA SATYA dan pak satpam pun tersenyum menunjukkan sikap ramahnya. Martin terus melaju ke arah parkiran. Mobil terparkir dengan posisi yang benar. Martin turun dari mobilnya berlari memutari mobilnya dan membukakan pintu mobil untuk Luci. Luci keluar dari mobil Martin dan mengucap terima kasih. "Your welcome" balas Martin tersenyum. Beberapa siswa melihat adegan manis itu, tak terkecuali David yang baru masuk area parkir sekolah khusus murid. David berdecit "Apa-apaan sih. Norak!" Cibir David.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN