Bab 2: Parasit

1031 Kata
Beberapa jam lalu saat dalam perjalanan ... Mobil yang di naiki Abi tiba- tiba berhenti secara mendadak membuat Abi yang duduk dengan tenang di kursi penumpang sedikit terhunyung. "Ada apa Pak Mus?" tanyanya pada sang supir. "Di depan ada Ibu- ibu, Juragan." "Kamu menabrak orang?" tanya Abi lagi. "Tidak, Juragan. Ibu itu tiba- tiba melompat ke arah mobil kita." "Selesaikan kalau gitu!" Pak Mus mengangguk dan keluar dari mobil. Sedangkan Abi memejamkan mata, menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Terdengar suara seorang wanita berteriak. Abi masih bergeming hingga si Ibu menjerit dan memaki Pak Mus. Abi mengusap telinganya yang merasa tak nyaman lalu beranjak untuk menyelesaikan masalah dengan cepat, namun, baru saja tangannya menyentuh pintu terdengar suara lain. "Bapak, gak usah kasih uang," katanya menahan tangan Pak Mus. "Saya punya bukti kalau Ibu yang melompat tiba- tiba ke depan mobil Bapak ini. Ibu pasti sengaja kan?" "Sembarangan, kenapa aku mau mencelakai diriku sendiri!" kilah si Ibu tak mau kalah. "Pokoknya, kamu harus ganti rugi!" teriaknya. "Lah itu! Buat uang, Ibu cari uang tuh yang halal bukan malah nipu orang!" "Kamu! saya gak nipu!" "Itu, jelas- jelas Ibunya gak kenapa- napa," tunjuknya pada si Ibu yang langsung berdiri. Orang yang berkerumun, dan awalnya menyalahkan Pak Mus. beralih menatap si Ibu galak. "Sudah saya bilang, saya punya bukti, saya punya rekaman vidio waktu Ibu tiba- tiba lompat ke depan mobil." gadis itu menggoyang ponselnya. "Bapak bisa jadikan ini bukti untuk menuntut Ibu ini," katanya pada Pak Mus. Di dalam mobil Abi terus memperhatikan bagaimana gadis itu menyerang Ibu- ibu yang kini berwajah pucat karena takut. Diam- diam Abi tersenyum, saat si Ibu pergi sambil bersungut sungut. "Bapak, harus hati- hati banyak orang yang kelihatan baik, tapi nyatanya enggak." "Iya, neng. Makasih sudah nolongin saya." "Sama- sama, Pak. Sebenarnya saya juga gak punya vidio si Ibu tadi, tapi saya bisa jadi saksi kok kalau Bapak gak salah, soalnya saya lihat sendiri Ibu itu sengaja." gadis itu menggaruk tengkuknya sambil tersenyum. "Wuah, neng pinter ya. Terimakasih sekali lagi loh." Abi masih melihat ke arah luar di mana gadis itu pergi menjauh, dengan senyum di bibirnya, dan siapa sangka dia kembali bertemu dengan gadis itu dan ternyata namanya Harum. Harum seperti sifatnya yang baik dan suka menolong. **** Harum baru saja pulang di sore hari, saat melihat bapaknya keluar dari dalam kamarnya. "Rum," panggilnya. "Ya, Pak?" Harum mencium punggung tangan Bapaknya. "Kemari, Nak. Bapak mau bicara." Harum segera mengikuti Bapaknya duduk di kursi rotan di ruang tamu rumah kecil mereka. "Ada apa Pak?" Harum duduk di sebelah Bapaknya. "Tadi ada Jeki kesini." Harum mengeryit, mungkin Mas Jeki datang untuk melaporkan kenakalan Soleh kemarin. Pikirnya. "Soleh emang keterlaluan sih Pak. Masa dia dorong Juragan Abi jatuh ke empang." Bapak Harum menghela nafasnya "Ya, Jeki memang datang untuk bilang itu. Tapi, ada hal lain yang Jeki katakan sama Bapak." Harum mengeryit "Terus Mas Jeki ngomong apa Pak?" "Dia bilang, Juragan Abi ingin menikahi kamu." Harum membelalakan matanya "Apa?!" "Terus apa kata Bapak?" "Bapak belum kasih jawaban, Bapak bilang mau bicarakan ini dulu sama kamu." Harum menghela nafasnya lega "Jadi, bagaimana jawaban kamu?" tanya Bapak. "Harum, gak mau," lirihnya. "Dia bilang, Juragan akan berikan apa saja, yang kamu minta sebagai mas kawin." "Harum punya Firman, Pak." Bapak Harum memejamkan matanya, bukan rahasia lagi kalau Harum putrinya menjalin hubungan dengan Firman, tapi ... "Keluarganya tidak setuju sama kamu, Nak." Firman memang baik, dan menerima Harum serta kekurangannya yang notabenenya dari keluarga miskin. Tapi, orang tuanya tidak. Apalagi bapak Firman menjabat sebagai kepala desa, menjadikan mereka sombong dan tak jarang menghina Harum. "Bapak, gak suka, bapak sakit hati waktu denger kamu di hina Ibunya Firman." Harum menunduk mengakui itu, "Tapi, Juragan Abi juga sudah punya dua istri, Pak." Harum tak tahu seperti apa Juragan Abi itu, dia memang terkenal karena kedermawanannya yang kerap memberi ikan pada para warga desa. Tapi, Harum tak tahu seperti apa rupanya, mungkin saja dia sudah tua. Juragan Abi jarang datang dan hanya beberapa warga yang pernah bertemu langsung dengan Juragan Abi. Kemarin Harum memang bertemu, tapi dia hanya melihat tubuh tinggi dan gagah dengan wajah di penuhi lumpur. Meski tidak nampak tua dan bangkotan, bagaimanapun Harum tidak tertarik, sebab dia mencintai Firman. Apalagi harus menjadi istri ketiga, Harum tak mau. "Itu lebih baik, dari pada kamu membatin karena dihina." "Firman janji akan memperjuangkan cinta kami, Pak." lagi pula apa bedanya, dia pun akan membatin karena menjadi istri ketiga, dan tentunya sama terlukanya. "Harum gak mau jadi istri ketiga, Pak." Bapak menghela nafasnya "Baiklah, bapak gak bisa maksa, kalau itu sudah menjadi keputusan kamu, bapak akan bilang kalau Jeki datang lagi nanti." Bapak Harum beranjak dan kembali ke dalam kamarnya. Harum sendiri menatap pintu kamar bapaknya, terdengar suara batuk kecil dari dalam kamar bapaknya, lalu dia mengusap wajahnya yang basah karena air mata. *** "Soleh, mbak sudah siapkan makan malam, panggil bapak, kita makan." Harum meletakan piring berisi telur ceplok di atas tikar. "Oke, mbak." Soleh yang sedang menonton di tv kecil yang sudah tua segera bangkit untuk memanggil bapak. Tak berapa lama Soleh kembali bersama bapak di belakangnya. Ketiganya makan dengan khidmat meski hanya bertemankan telur ceplok dan sambal goreng sebagai lauk. Harum menghampiri Soleh yang kembali menonton tv setelah selesai makan, sedangkan bapaknya sudah kembali ke kamar untuk istirahat. "Leh, tidur gih, udah malem." "Bentar, mbak. Lagi seru nih." Harum menggeleng lalu duduk berselonjor di dekat tumpukan pakaian yang belum di lipat. "Kamu sudah minta maaf belum sama Bi Mirna?" Mendengar perkataan Harum, Soleh cemberut lalu mengangguk "Lain kali jagan begitu sama orang tua, Leh. Gak sopan." Kemarin Soleh memang sengaja melempar Bi Mirna dengan bola sepaknya hingga Bi Mirna marah dan mengadu pada Harum. Lalu Harum meminta Soleh minta maaf pada Bi Mirna, tapi Soleh tidak mau dan malah lari ke arah empang Juragan Abi. Dan terjadilah adegan Juragan Abi jatuh ke empang saat Harum mengejar Soleh. "Bi Mirna duluan yang ngejek Soleh, Mbak. Katanya kita orang miskin harus tahu diri, beraninya deketin Mas Firman yang anak kades, dia bilang kita ini parasit yang morotin Mas Firman." Harum tertegun, Bi Mirna memang tidak menyukainya, karena Harum berhubungan dengan Firman, dan selalu berkata hanya Sinta anaknya yang cocok dengan Firman, karena sama- sama dari keluarga kaya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN