LEBIH BERUNTUNG

1500 Kata
Siang itu, Halimah dan Siska bertamu ke rumah Komar dan Mariam. Kedatangan Halimah di sambut gembira oleh Komar dan Mariam. Terlebih mereka melihat Siska sudah bisa berjalan dengan normal kembali. Padahal tadinya mereka pikir kaki Siska akan cacat setelah kecelakaan. Ternyata gadis itu baik-baik saja dan terlihat sehat dalam asuhan sang ibu. "Maafin, Ibu sama Bapak belum bisa menjenguk. Beberapa hari ini Ibu repot dengan bayi." Mariam berkata sambil menunjuk box bayi. Halimah mengerutkan dahinya. "Anaknya Melina? Bukannya mereka tinggal di rumah baru ya, Bu?" "Melina sakit, pembantu mereka tidak sanggup merawat bayi dan juga Melina secara bersamaan. Jadi, Aditya dibawa kemari." "Sakit apa memangnya,Bu?" "Melina terkadang tidak mau menyusui anaknya. Sehingga dadanya bengkak, lalu keluar seperti nanah gitu. Kemarin baru saja menjalani operasi kecil. Entahlah,terkadang Ibu pusing melihat kelakuannya. Dasep sudah tegas, tapi ujungnya mereka bertengkar hebat. Kemarin hampir Dasep ngucap talak. Ibu halangilah, Halimah. Mau jadi apa, kawin cerai melulu. Ibu pusiing sama mereka berdua. Jadi, jalan tengahnya ya sudah, Aditya sementara waktu Ibu yang rawat." Mariam mengeluh sedih. Halimah tersenyum miris. Ia hanya bisa ikut prihatin saja. Ia tidak menyangka bahwa rumah tangga Dasep akan menjadi seperti itu. Padahal, dulu setahu Halimah, Melina itu gadis yang baik. Ia tidak pernah kasar. Tutur katanya lembut, halus merayu, mungkin itu juga sebabnya Dasep dulu tergoda. Ditambah lagi penampilan Melina yang selalu modis, rapi dan wangi. Berbeda dengan Halimah yang dulu, tidak pernah memakai bedak , tidak pernah memakai baju yang modis. Ya, kalau pun sekarang penampilan Halimah sedikit berubah bukan karena Halimah ingin menjadi w*************a, apa lagi dengan status jandanya. Tapi, Halimah sadar bahwa sudah sepantasnya ia menghargai dirinya sendiri. Supaya terlihat jauh lebih baik. "Bagaimana dengan pekerjaan kamu?" "Kerja bisa dari rumah, Bu. Seperti biasa tiap hari Halimah setor kerjaan sama ceu Inayah." Mariam menghela napas. Sebenarnya, sempat terbersit dalam hati Mariam, jika Melina dan Dasep bercerai maka ia akan meminta Halimah untuk kembali, tetapi sepertinya itu tidak mungkin. "Bagaimana dengan hubunganmu dengan dokter Yoga, Halimah," komentar Mariam. "Beliau sudah melamar Halimah, Bu, Pak. Itulah yang sebenarnya ingin saya bicarakan. Minggu depan Yoga akan memperkenalkan Halimah pada ayah dan kakaknya di Yogya.Halimah meminta izin pada Bapak dan Ibu untuk menikah lagi." Komar dan Mariam kembali saling pandang. "Kenapa Halimah harus meminta izin kepada kami?" Tanya Komar. "Bapak dan Ibu adalah nenek dan kakeknya Siska. Yang artinya, ikatan keluarga kita masih ada. Sudah seharusnya, saya menghargai Bapak dan Ibu." Seketika Mariam merasa terharu. Halimah, yang selama ini ia nilai kurang berpendidikan, ternyata memiliki tata krama yang baik. Lebih dari menantunya yang S1 yang awalnya ia bangga- banggakan. Inikah yang dinamakan karma. Mariam mendekat dan menghampiri Halimah. Lalu memeluk Halimah. "Menikahlah dengan Yoga, Halimah.Dia lelaki yang baik. Ibu dan Bapak setuju jika Siska memiliki ayah sambung seperti Yoga." Halimah bernapas lega mendengar jawaban Mariam. "Terima kasih, Bu, Pak." Kata Halimah. "Kapan kalian akan menikah?" "Masih lama,Bu. Tapi, tahun depan Yoga akan melanjutkan S3 nya di Singapura, jadi mungkin tahun depan kami akan menikah. Tapi-" Halimah menggantung kalimatnya. Ia merasa sedikit ragu untuk memberitau rencana mereka kepada Mariam dan Komar. "Tapi kenapa, Halimah? Kok sepertinya ragu mau bicara? Nggak apa-apa,” sahut Komar. "Yoga akan mengambil S3 di Singapura, dan Halimah juga akan ikut dan tinggal di sana nantinya. Jadi, Siska pasti akan ikut dengan kami. Tidak apa, Bu, Pak?" Komar menarik napas panjang. Ia tersenyum dengan bijaksana. "Jika kamu khawatir dengan kami, kami jawab tidak apa-apa,Halimah. Kamu harus melanjutkan kehidupan mu dengan baik. Sekarang, tekhnologi sudah canggih. Kalau kangen Ibu dan Bapak bisa video call dengan Siska. Yaa, kalau kami ada rezeki, mungkin kami akan liburan ke Singapura, betul Bu?" "Iya, Halimah. Sudah saatnya kamu memikiran kebahagiaanmu. Kami bersyukur dan sangat berterima kasih kamu masih mau menghargai kami," ujar Mariam. Halimah menarik napas lega. Awalnya ia sedikit ragu untuk memberitahu hal ini, tapi ia bersyukur Komar dan Mariam ternyata sangat pengertian. "Terima kasih, Bu, Pak." "Sama-sama Halimah," jawab Mariam. Tiba- tiba saja Aditya menangis dengan keras. Mariam bergegas menghampiri box bayi dan menggendong bayi berusia satu bulan itu. Inem yang sedang bermain di dapur bersama Siska berlari tergopoh-gopoh, diikuti Siska. "Adik bayi nangis ya, Eyang?" tanya Siska dengan semangat. Ya, sejak mereka datang , Siska memang ingin sekali bermain dengan Aditya, hanya saja Halimah tidak mengizinkan karena Aditya sedang tidur. "Iya, Siska. Adik bayi nangis, Siska mau liat, sini sama Eyang. Inem, tolong buatkan susunya Aditya." Inem pun bergegas ke dapur untuk membuat s**u. "Lihat ini Halimah, Aditya." Halimah memperhatikan bayi mungil itu, ya, jika sepintas memang nampak normal, namun jika diperhatikan lagi, Aditya ternyata memang mengalami down sindrome. "Ya itulah, Melina. Kata Dasep saat dia hamil tiga bulan, dia minum obat diet. Untung, Dasep cepat tau. Lalu, tanpa setau Melina,Dasep mengganti obat diet itu dengan vitamin. Kalau tidak entahlah Halimah apa yang terjadi pada anak ini." ** Melina sedang menyusui Kinanti saat Mariam dan Komar datang membawa Aditya. Melihat Aditya dalam gendongan Mariam , Melina tampak sedikit kesal. Iyem yang melihat ekspresi wajah Melina bergegas menyambut Mariam dan langsung mengambil Aditya. "Mana suamimu?" Tanya Mariam. "Ada di kamar, Bu," jawab Melina. "Coba panggil sebentar," ujar Mariam. Melina pun segera berlalu ke kamarnya dan tak lama keluar diikuti Dasep. Dasep menghampiri Mariam dan Komar lalu mencium punggung tangan kedua orang tuanya itu. "Tumben kamu ada di rumah jam segini? Ngga kerja?" tanya Komar. "Tadi sudah, tapi saya nggak enak badan Pak, jadi pulang istirahat." Komar menghela napas panjang lalu duduk di sofa. "Halimah kemarin datang ke rumah," kata Komar. Sontak Melina langsung mendelik kesal. Raut wajahnya langsung tegang. Begitu juga dengan Dasep. Entah kenapa akhir-akhir ini, mendengar nama Halimah terkadang membuat Dasep sedikit baper atau terbawa perasaan. "Ngapain dia ke rumah? Nggak ada kerjaan," komentar Dasep sedikit ketus. "Kamu lupa atau pura- pura lupa, kalau Siska itu cucu Ibu sama Bapak juga? Darah daging kamu. Apa salahnya jika Siska datang. Dia kan tidak mungkin juga mau jalan sendiri," sahut Mariam sedikit kesal. "Bukannya Siska masih pincang? Dia kan datang ke rumah Ibu sama Bapak juga mau jalan susah." Melina berkata dengan ketus. Mariam langsung menoleh dan menatap tajam ke arah menantunya itu. "Mau pincang, mau tidak, dia tetap anaknya Dasep!" Hardik Mariam membuat Melina sedikit menciut. Ia ingat, terakhir kali ia bertengkar dengan Dasep , Dasep membela ibunya sampai menamparnya. Hal itu membuat Melina berpikir dua kali untuk menantang Mariam kali ini. "Asal kalian tau, Siska sudah terapi dan calon suami Halimah yang membantu," ujar Komar dengan tenang. Dasep merasa mendapat hantaman di dadanya. Calon suami? Halimah akan menikah lagi? Calon suaminya seorang dokter? Tidak salah, apa telingaku yang bermasalah, pikir Dasep. Melina tidak kalah kaget. Ia sampai lupa menutup mulutnya. Ia melongo keheranan, membuat Mariam tersenyum puas. "Iya, Halimah taun depan akan menikah. Bahkan, sekarang ia akan mengambil kejar paket A supaya bisa dapat ijasah SMA," ujar Mariam. "Lalu, sebenernya tujuan Ibu bilang begitu soal si Halimah apa, Bu?" tanya Dasep. Ia mendadak sedikit bad mood mendengar ucapan Ibunya itu. "Halimah, kemarin datang, dan melihat Aditya." "Oooh, jadi dia mau ngeledek kondisi Aditya dengan pamer punya calon suami dokter, begitu Bu?" Komar berdeham, cukup keras sehingga membuat Dasep dan Mariam langsung menghentikan debat mereka. "Kamu sendiri yang menyebabkan anak kamu jadi begitu. Sampai sekarang, Ibu masih tidak habis pikir, ngapain kamu minum obat diet segala. Padahal kamu lagi hamil. Biar apa coba maksudnya? Coba jelaskan sama Ibu sekarang." Melina menundukkan kepalanya. Ia merasa sedikit terpojok dengan pertanyaan ibu mertuanya. Namun, jika ia diam saja, pasti Dasep juga akan terus mencecar dan mengungkit-ungkit kesalahannya itu. "Saya hanya tidak ingin jadi gemuk, Bu. Biasanya orang hamil akan jadi seperti gajah bengkak. Gemuk, meleber kemana- mana. Pipinya tambah chuby dan yaa pokoknya jelek dan tidak enak dilihat, Bu. Saya takut, mas Dasep nanti akan berpaling ke wanita lain selain saya. Dulu kan, mas Dasep meninggalkan Halimah, karena Halimah nggak mau dandan, keliatan kucel, kumel. Saya nggak mau kayak gitu, Bu. Saya takut ditinggalkan." Melina akhirnya menjawab dengan takut- takut. Mariam dan Komar menggeleng- gelengkan kepala mendengar jawaban Melina. "Betul, kamu dulu bilang begitu soal si Halimah? Alasan kamu dulu?" Tanya Komar. Dasep menghela napas panjang, lalu mengangguk. " Ya, kan Ibu sendiri juga dulu seiring ngatain si Halimah kampungan, dekil," jawab Dasep. Mendengar jawaban Dasep, Komar sebenarnya ingin tertawa. Ia ingin sekali menertawakan istrinya. Bagaimana tidak, Mariam sudah menciptakan bumerang bagi dirinya sendiri lewat perkataannya. "Kau kan tau sendiri sifat Ibumu yang kadang suka asal bicara. Kadang hati sama mulutnya beda," jawab Komar. Sengaja ia menjawab seperti itu, supaya harga diri Mariam tidak jatuh di hadapan anak dan menantunya. Dalam hati, Mariam berterima kasih pada suaminya. Ia tidak sampai kehilangan muka. "Ibu dulu begitu, supaya Halimah itu membenahi diri. Hanya mungkin cara Ibu saja yang salah. Ibu tau kok, Ibu sudah salah sama dia. Ibu juga udah minta maaf. Tapi, kalau masalah hamil ya beda lagi, Melina. Lagipula kamu nggak gemuk juga waktu hamil kemarin. Sudahlah,yang sudah ya sudah, jangan diulangi. Yang lebih penting, sekarang bagaimana kalian merawat anak kalian dengan baik. Mengerti?" tukas Mariam. Dasep dan Melina hanya mengangguk mengiyakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN