TERLAHIR TIDAK SEMPURNA

1091 Kata
Pagi itu sejak sore Melina sudah merasakan mules tetapi, saat ia dibawa ke rumah sakit ternyata bayinya terlilit tali pusar sehingga harus operasi cesar. Melina sudah berada di ruang operasi saat Iman dan Sumini datang bersama Dasep Komar dan Mariam terlihat sedang duduk di depan ruang operasi sambil mengobrol. Iman dan Sumini segera menyapa dan mencium tangan Komar dan Mariam. Iman dan Sumini memang sangat menghargai Komar dan Mariam. Karena jika dilihat usia mereka hampir sama dengan almarhum kedua orang tua mereka. "Kenapa Melina harus operasi segala, Pak, Bu? Apa dia yang meminta?" tanya Iman. "Bayinya terlilit tali pusar dan posisinya juga sungsang. Jadi, memang harus operasi,” jawab Komar. "Nak Iman, saya dan Ibunya sudah membelikan Dasep rumah lengkap dengan segala perabotannya. Ya, anggap sebagai hadiah pernikahan. Saya dan Ibunya berpikir, mungkin Melina juga tidak ingin terlalu dicampuri. Lagi pula memang sebaiknya jika sudah berumah tangga itu mandiri. Jadi kemungkinan setelah Melina sehat, ia akan langsung menempati rumah barunya. Kami ingin memberi kebebasan supaya Melina bisa bertanggung jawab secara penuh. Bagaimana akan mendidik dan mengasuh anak-anaknya nanti. Kami sebagai orang tua hanya mengawasi saja. " Iman menatap Komar penuh rasa hormat. Ia merasa Komar sudah bertindak dengan benar. Memang Melina harus diberi tanggung jawab. Jika dibiarkan maka ia tidak akan bisa belajar menghargai orang lain. "Saya ikut saja, Pak, Bu. Saya sependapat juga dengan Bapak dan Ibu jika Melina dan Dasep memang sudah seharusnya mandiri. Bukanlah Dasep juga sudah memiliki penghasilan yang cukup ya?" "Betul, Nak. Itulah sebabnya Bapak dan Ibu sepakat. Daseo juga sudah setuju untuk bekerja di Bandung saja.“ Kali ini Mariam yang bicara. "Saya setuju saja, Pak, Bu,” jawab Iman. Hening selama beberapa saat , tidak ada lagi yang bicara. Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing. Iman sendiri dalam hati merasa malu karena tindakan Melina. Sampai hari ini dia sendiri masih merasa tidak ikhlas adiknya itu menjadi pelakor. Ia tidak mau adiknya nanti terkena karma. Tiba- tiba pintu ruangan operasi terbuka. Dokter yang menangani Melina keluar sambil tersenyum. "Suaminya Ibu Melina yang mana?" Dasep segera beranjak menghampiri Dokter. "Saya suaminya, Dok. Bagaimana istri dan anak saya?" "Istri Bapak baik- baik saja. Saat ini tengah dirawat oleh tim medis kami. Sebentar lagi bisa dipindahkan ke ruang rawat. Anak bapak lelaki. Namun, maaf anak Anda tidak sempurna, apakah ketika hamil selalu USG?" "Maksud Dokter ?" "Putra Bapak ...." Dokter terlihat agak sedikit bingung untuk menyampaikan. Komar dan Mariam saling berpandangan. Bagitu juga dengan Iman dan Sumini. "Begini saja, kedua bayi Bapak sedang dimandikan. Bapak bisa melihatnya sebentar lagi. Saya akan antar ke ruang bayi," kata dokter. Dasep semakin merasa tidak enak. Firasatnya sebagai seorang ayah mengatakan jika telah terjadi sesuatu dengan anaknya. Dasep merasa sebagian dunianya runtuh. Komar menepuk pundak anaknya itu seolah ingin mentransfer kekuatan. Tak lama kemudian Dasep melihat Melina dipindahkan ke ruang perawatan. "Ada apa dengan putra saya, Dokter?" tanya Dasep dengan jantung berdebar kencang. "Apakah Ibu merokok atau minum alkohol selama hamil?" tanya dokter. Dasep menggelengkan kepalanya. "Obat-obatan tertentu barangkali?" Dasep tersentak, ia ingat di awal-awal kehamilan, Melina pernah mengkonsumsi obat diet. Dasep sudah melarang, tetapi Melina tidak mau mendengarkan. Dasep pun mengganti obat diet itu dengan vitamin tanpa sepengetahuan Melina. "Apakah obat diet bisa berpengaruh, Dokter? Sebenarnya apa yang terjadi dengan anak saya?" tanyanya. “Anak bapak mengalami down sindrome.” JLEB! Dasep tidak bisa bicara apapun lagi. Saat ini perasaannya campur aduk. Antara sedih, kesal, kecewa. Tega- teganya Melina melakukan hal yang fatal seperti ini. Ia mulai frustasi dengan tingkah Melina. Ada sedikit penyesalan yang menjalar di relung hatinya. Namun, Dasep tau semua sudah terlambat. Kini ia hanya berharap Melina bisa menyesali kesalahannya dan berubah. Setelah berbincang-bincang dengan Dokter anak yang merawat putra- putrinya Dasep pun segera menuju kamar rawat Melina. Dasep menyiapkan kamar VIP untuk Melina supaya ia dapat beristirahat dengan baik. Terlebih Melina melahirkan secara Cesar. "Bagaimana anakmu? Kapan mereka dibawa ke sini untuk mulai diberi ASI?" tanya Mariam saat Dasep masuk. "Kata dokter nanti, Bu. Lagi pula Melina belum boleh bergerak selama 24 jam. Besok, baru infus dan kateternya akan dilepas, Bu," jawab Dasep. "Mas, bisa bicara sebentar?" kata Dasep kepada Iman. Saat ini Dasep memang bingung bagaimana cara menyampaikan perihal kekurangan si kembar kepada Melina. Dan, satu- satunya orang yang ia bisa andalkan adalah Iman. "Ada apa?" tanya Iman ketika mereka berada di depan pintu kamar. Dasep dengan padat jelas dan singkat bercerita tentang kondisi putra lelakinya kepada Iman. Tentu saja Iman tersentak kaget mendengar cerita Dasep. Iman menghela napas berkali-kali sambil mengusap wajahnya. Di luar dugaan Dasep, Iman masuk ke dalam dan tanpa basa basi atau bicara lagi, ia menampar adiknya itu. Komar dan Mariam kaget bukan kepalang melihat sikap Iman yang tiba-tiba seperti itu. Sumini bergegas menarik tangan suaminya itu. Melina yang tak menyangka sama sekali hanya bisa diam, karena memang ia belum dapat bergerak. "Ada apa ini, Nak Iman?" tanya Komar tak mengerti. “Dia ini memang perlu diberi sedikit pelajaran, Pak. Tingkahnya ini selalu bikin malu. Padahal, almarhum ayah dan ibu kami tidak pernah mengajarkan hal yang tidak baik. Entah apa yang ada di otaknya ini. Jawab aku sekarang, benar kau mengkonsumsi obat diet selama kau hamil?" "Iya, aku meminumnya rutin, karena aku tidak mau badanku melar sehabis melahirkan. Aku mau tetap cantik dan langsing. Dan nanti pun aku tidak mau memberikan kedua anakku asi. Aku tidak mau dadaku menjadi jelek seperti nenek- nenek!" Mendengar jawaban adiknya emosi Iman naik ke ubun-ubun. Hampir saja tangannya kembali menampar adiknya itu jika tidak dihalangi Dasep dan Sumini. "Mas, sudah. Adikmu itu baru melahirkan ... operasi pula. Kalau Mas mau mengamuk nanti saja." Sumini berkata sambil menarik tangan Iman sedikit menjauh dari Melina. "Dia ini kalau didiamkan akan semakin menjadi." "Tapi, tidak sekarang Mas. Tunggu dia pulih dulu," sahut Sumini. "Kau tau akibat perbuatanmu meminum obat diet itu sekarang berdampak pada anakmu!" seru Iman dengan emosi "Apa maksudmu, Mas?" tanya Melina. "Anakmu mengalami down sindrome. Itu akibat kamu tidak memerhatikan gizi dan kekurangan asam folat. Alih-alih minum vitamin kamu malah minum obat diet!" bentak Iman kesal. Semua yang ada di ruangan itu tidak dapat berkata apa pun. Mariam sendiri hanya bisa mengatur napasnya dan mengatur emosinya. Hanya Komar yang terlihat sedikit tenang karena dia sudah melihat kondisi cucunya bersama Dasep tadi. "Betul itu, Pak? Bapak, kan tadi sudah lihat?" tanya Mariam tak percaya. Komar mengangguk. "Saya tidak mau mengurus bayi cacat itu!" kata Melina tiba- tiba dengan intonasi tinggi. Iman yang mendengar hal itu bertambah emosi saja. "Ibu macam apa kamu ini?! Sudah membuat anak cacat, tidak mau pula mengurusnya ! Ceraikan saja dia Dasep!" teriak Iman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN