BERTEMU TEMAN LAMA

843 Kata
Siang itu, Halimah membawa Siska cek up ke rumah sakit, karena memang sebulan setelah operasi dia harus kembali untuk cek up. Tetapi, pada saat mereka pulang, karena langit sudah mendung Halimah pun sedikit terburu-buru. Karena tidak memperhatikan jalan, Halimah kurang hati- hati. Tak sengaja ia menabrak seseorang lelaki. "Aduh, hati- hati atuh Teh. Yaa, barang- barang saya jatuh semua." "Eh, aduh... aduh maaf ya, saya lagi buru- buru." Halimah berkata sambil membantu lelaki itu membereskan barang-barangnya. "Iya, tidak apa, lain kali hati- hati. Apalagi sambil bawa anak. Loh, kamu Halimah kan?" "I-iya saya Halimah. Kamu...?" "Ya ampun Halimah, saya Yoga. Saya teman sekolah kamu sewaktu SMP dulu. Kamu ingat? Kamu tambah cantik aja. Ini anakmu? " Sejenak Halimah memperhatikan wajah lelaki di hadapannya. Dan seketika senyumnya mengembang. "Aduuh, kamu benar Yoga? Prayoga Utama, kan? Kamu dulu sering iseng sama aku kan, terakhir kamu taro permen karet di bangku aku. Hayo betul?" "Hahahahha , kamu kok ingetnya yang jelek sih. Iya, aku Yoga. Kamu buru- buru ya? Kita makan siang dulu. Ayo, temani aku, sekalian ngobrol sebentar," ajak Yoga. Halimah menatap Siska yang tampak bingung memerhatikan kedua orang dewasa di hadapannya. "Hmm, baiklah. Siska, kita makan dulu sama om Yoga, ya. Siska mau,kan?" Halimah terlebih dahulu meminta persetujuan Siska. "Iya Ma, Siska juga laper,nih," jawab Siska dengan polosnya Mendengar jawaban Siska seketika tawa Yoga pecah. "Hahaha, tuh kan, anak kamu laper juga. Ayo kita makan dulu." Halimah pun mengikuti langkah Yoga. Kali ini ia berjalan tidak buru- buru seperti tadi. Halimah masih menggendong Siska. Semenjak Siska kecelakaan, Halimah terkadang memang memilih untuk menggendongnya, karena Halimah takut Siska terjatuh atau terluka terlebih jika di keramaian. Mereka memilih rumah makan yang dekat dengan rumah sakit. Rumah Makan khas Sunda ini parasmanan, atau bebas mengambil nasi dan lauk sendiri. Terlebih dahulu Halimah mendudukkan Siska di kursi, baru ia mengambil makanan untuknya dan untuk Siska. "Hmmm, kamu masih menyuapi Siska?" tanya Yoga. “Aku suka disuapin Mama, Om. Soalnya kalo disuapin lebih enak,” jawab Siska polos. “Hahah ... ada-ada aja,” kata Yoga. “Maafin ya , Ga. Siska emang suka ceplas ceplos.” "Sudahlah, nggak apa-apa kok. Oya, kamu ngapain ke Rumah Sakit?" "Aku kan, salah seorang tenaga medis di Rumah Sakit itu, Halimah. Aku dokter bedah,” jawab Yoga. Sejenak Halimah tersentak kaget. Yoga, dokter Bedah? Halimah seakan tidak percaya. Seingatnya, Yoga ketika SMP itu badung , tengil luar biasa. Dan, sekarang ia dokter bedah? Halimah mengikik geli tanpa bisa di tahan lagi. "Loh, ada yang salah, Halimah?" tanya Yoga bingung. "Aku tu inget kamu dulu bandeeel banget. Jadi, aku percaya nggak percaya kalau kamu sekarang udah jadi dokter," jawab Halimah dengan polos. Yoga mau tak mau ikut tertawa geli. Ya,saat sekolah dulu Yoga memang terkenal bandel dan iseng. Namun, semua berubah sejak Ibunya meninggal saat Yoga lulus SMA, sejak saat itu, Yoga mulai serius dengan studynya sehingga gelar S2 bisa dia selesaikan dengan baik. Dan, di sinilah ia sekarang. "Ibuku meninggal, saat aku kelas 2 SMU ,Halimah. Sejak itu, aku menjadi lebih serius dengan studyku. Dan akhirnya aku bisa menyelesaikan sekolahku sampai S2. Sekarang, aku sudah tinggal sendiri. Ayahku tinggal bersama kakak perempuan ku di Yogya. Kau kan tau sendiri Halimah, aku hanya dua bersaudara. Mbak Anna ikut suaminya ke Yogya. Dan Mas Danu, suami Mbak Anna bersikeras mengajak Ayah, karena kedua orang tua Mas Danu sudah meninggal. Kamu sendiri bagaimana , Halimah?" Halimah menghela napas panjang sebelum ia menjawab pertanyaan Yoga. "Aku ya begini. Aku baru saja berpisah dengan ayahnya Siska. Tadi, aku membawa Sisca cek up. Sebulan lalu,Siska kecelakaan akibat tabrak lari," kata Halimah lirih. “Ooh, kok bisa? Kakinya ini karena kecelakaan?” kata Yoga saat melihat kaki Siska yang memang masih diperban. Tulang kaki Siska sedikit retak sehingga dilakukan operasi dan selama ini memang ia harus menggunakan kursi roda. Baru seminggu ini gadis cilik itu belajar jalan menggunakan kruk. Tetapi, tetap harus diperiksa rutin. “Aku ada teman jika kamu mau Siska terapi supaya lebih cepat sehat,” kata Yoga. “Pasti mahal dan harus terus ke rumah sakit. Aku kan kerja juga, kalau terapinya seminggu dua kali aku bisa. Tapi, kalau sering aku ga bisa,” kata Halimah. “Kamu tenang saja, terapisnya bisa ke rumah.” “Kalau begitu, aku setuju," jawab Halimah dengan semangat. "Nah, sekarang mana nomor ponselmu? Supaya aku bisa menghubungimu nanti. " Halimah mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, supaya Yoga bisa langsung menyimpan nomornya dalam kontak. Yoga menerima ponsel Halimah dengan sumringah. Ya, sebenarnya sejak dulu, Yoga mengagumi Halimah, sayang dulu mereka masih remaja tanggung dan setelah lulus SMP mereka berpisah. "Sekarang, kalian mau ke mana?" tanya Yoga sambil memberikan kembali ponsel Halimah. "Pulang, mau ke mana lagi?" "Aku antar saja. Aku bawa mobil kok." "Hmmm, nanti istrimu marah kalau kamu mengantar wanita lain pulang, Ga. Apa lagi aku ini janda beranak satu. Bisa jadi istrimu salah paham." Halimah menolak dengan halus. Namun, Yoga malah tertawa terbahak-bahak. "Aku ini masih lajang, Halimah. Ahaha, sudah ayo kita pulang . Aku antarkan," desak Yoga sambil membawa Siska dalam gendongannya, sehingga Halimah tidak bisa menolak lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN