Puas menangis di atas lantai keramik yang dingin, Mentari lalu beranjak ke atas ranjangnya. Ia mengambil Alkitab yang selalu ia bawa kemana saja, dari dalam tasnya. Kemudian, tas itu ia lempar dengan kasar ke atas ranjang. Mentari memeluk erat, benda suci nan berharga, miliknya. Netra abu-abu itu masih saja mengeluarkan lahar dingin, hingga mengenai Alkitab yang ia peluk. Beberapa menit masih meratap, tiba-tiba tangisnya berhenti ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar kamar. “Kak Tari ... ini aku kak, buka pintunya.” Mentari mendengar suara Herty. Mentari segera meletakkan Alkitab di atas nakas dan mengambil handuk yang tergantung di balik pintu. Ia segera berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, sekaligus menghindari Herty untuk sesaat. Di dalam ruangan yang dingin