Episode 05.

2122 Kata
"Terima Kasih sudah mengantar istriku pulang. Denis .   "Ka..... Kalian saling mengenal?"gumam Hera terkejut. Hera menoleh cepat ke arah Adrian, mulutnya berusaha untuk berucap tapi seakan kata-kata itu sangat sulit untuk terucap.   Denis tersenyum, matanya mengarah pada Hera. "Kau tidak memberitahukan padaku tentang ini?"   Hera gugup, kegugupan itu benar-benar membuatnya frustasi. Ia tidak pernah menyangka kalau Denis dan Adrian saling mengenal satu sama lain. "Itu.. itu"   "Dia tidak perlu memberi tahukan masalah pribadinya kepadamu kan "   Denis beralih menatap Adrian, kedua tangannya dimasukan ke dalam saku celananya. "Hera, siapkan saja naskahmu. Lalu kau tinggal menghubungiku, aku akan membantumu kapanpun kau butuh bantuanku" "Aku pamit, sampai ketemu di lain waktu"   " Adrian, kalian pasangan yang serasi. Selamat atas pernikahannya" Denis melambaikan tangannya pada Hera, lalu bergerak masuk ke dalam mobil nya.   Mobilnya melaju pergi,meninggalkan kedua orang itu yang kini berdiri di ambang pintu gerbang seraya menatap kepergiannya.   "Sett>>   Hera menghempaskan tangan Adrian yang masih mencengkram lengannya. "Hei, sakit "teriak Adrian, saat mendapati nyeri pada kakinya, wanita itu baru saja menginjak kakinya dengan keras.   Hera berjalan cepat ke dalam rumah, dengan plastik penuh belanjaan di tangannya. Adrian berbalik, menatap aneh pada wanita yang berjalan dengan hentakan pada setiap langkahnya. Raut wajahnya datar, masih ada rasa kesal dari sorot matanya.   Adrian berjalan memasuki rumahnya, mulutnya tidak sabar ingin bertanya, tentang bagaimana gadis itu bisa mengenal Denis .   "Bagaimana kalian bisa saling mengenal ? Apa hubungan mu dengannya ?"   Hera membalikan tubuhnya setelah sedikit membanting keras, belanjaan miliknya di atas meja Dapur. "Apa yang kau lakukan ? memangnya kenapa kalau kami saling mengenal. Apa urusannya denganmu -huh ?"   "Itu....."mendadak tubuh pria itu menegang, rasanya benar-benar gugup. Adrian sendiri tidak begitu mengerti kenapa dia bisa melakukan hal ini. Yang dia tahu hanyalah dia tidak menyukai pria itu. Hera kembali membalikan tubuhnya memunggungi Adrian. "Itu karena aku tidak suka dengannya, pria itu menyebalkan"   "lucu sekali alasanmu itu tuan Refano"Hera memutar kedua bola matanya malas. Sambil mengeluarkan belanjaan dari kantung plastik.   "Ba... bagaimana kalau nanti ada salah seorang karyawan perusahaanku yang melihat, mereka akan bergosip. Mengatakan istri Tuan Refano berselingkuh setelah dua hari menikah"   Hera kembali memutar kedua bola matanya malas, berdebat dengan pria ini membuatnya hampir gila. “Terserah kau saja"   "Mau kemana kau. Aku lapar"teriak Adrian saat melihat Hera berjalan ke lantai atas.   "Makan saja roti, aku bilang aku akan masak untuk makan malam, salah sendiri kenapa masih sore sudah pulang"   "HERA"protes Adrian yang tidak di gubris Hera yang tetap melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya.   ***   Adrian duduk di kursi meja makan, matanya menatap layar tv flat hitam miliknya. Sesekali mencuri pandang ke arah gadis yang tengah menyiapkan makan malam untuknya. Semua makanan sudah tertata rapih di atas meja makan, Adrian menaruh ponsel miliknya, lalu beralih mengambil sendok ptongan daging ke dalam mulutnya. Malam ini pot roast. Mereka makan dalam diam, sesekali matanya melirik ke arah Hera yang terlihat sedikit menyeramkan dengan muka kusut di wajahnya.   "Kenapa melihatku seperti itu ?"ucap Hera, merasa tidak nyaman dengan tatapan Adrian padanya. "Bukan apa-apa"   Setelah selesai makan Adrian berjalan ke arah ruang TV. Tangannya menyentuh remote TV, membuat TV plasma berwarna hitam itu menunjukan sebuah gambar bergerak yang penuh warna.   Hera selesai membereskan barang-barang bekas makan mereka lantas membuka laptopnya dan mendudukan dirinya di kursi meja makan. Tangannya membuka laptopnya dan menekan tombol power. Jemari lentiknya menekan beberapa tombol di sana, bersamaan dengan inspirasinya yang mulai bermunculan.   Hera mengambil beberapa cemilan dan menaruhnya di atas meja makan. Ia membuka salah satunya, memakan cemilan dengan mengetik naskah rasanya sangat menyenangkan.   Adrian melirik Hera sebentar sebelum melangkahkan kakinya ke arah Hera, melihat bagaimana wajah wanita itu terlihat serius mengetik naskah yang dibuatnya. Tangan Adrian terulur, mengambil salah satu cemilan di  sana.   "HEI"protes Hera saat mendapati Adrian mengambil paksa cemilan miliknya. "Aku hanya meminta satu" "Ishh... "decak Hera kesal.   Telelulit....>>>>>>> #sebuah bel pintu Rumah membuat keduanya melirik ke arah pintu dan saling berpandang bingung. "Buka sana"perintah Adrian dengan kripik di mulutnya.   "Dasar tukang suruh-suruh"decak Hera lagi. Kakinya melangkah menuju pintu rumahnya. Beberapa kali u*****n keluar dari mulutnya untuk memaki Adrian yang sangat begitu menyebalkan.   "Tidak bisakah aku menyelesaikan naskahku tanpa gangguan"Hera menekan tombol intercom, matanya melebar saat mendapati dua orang wanita paruh baya di luar sana.   "Adrian... Adrian.... Adrian"Hera berlari ke arah Adrian heboh, pria itu yang sedang asik dengan keripiknya lantas mendongak memandang Hera aneh.   "Kenapa, kenapa, kenapa” Gadis itu terlihat heboh dengan jarinya yang menunjuk-nunjuk ke arah pintu rumahnya. Adrian mengeryit bingung dengan tingkah Hera yang terlihat begitu aneh. Apa ini kuis komunikata, kenapa dia bertingkah seperti itu?   "Mam, ibu dan nenek,.... di luar . cepat" "apa" Adrian terlonjak kaget , ia bangkit dari duduknya berlari ke arah pintu rumahnya, sementara Hera bergerak membereskan segala cemilan yang tergeletak di atas meja makannya.   "Mam dan nenek sedang apa kemari malam-malam ? kenapa selarut ini ?" Hera berbalik, mendapati Adrian bersama kedua wanita paruh baya itu yang kini berjalan ke arah ruang tamu dan mendudukan dirinya di sofa.   "Halo"sapa Hera. Ibu Adrian tersenyum, kecuali sang nenek yang menatap Hera dengan datar.   "Akan aku buatkan minuman"tawar Hera yang melenggang pergi menuju Dapur.   ***   Hera hanya bisa terdiam dengan wajah kusutnya, menduduki dirinya di atas kasur milik Adrian, seraya memeluk sebuah bantal.   Keduanya hanya bisa pasrah, saat ibu dan nenek Adrian meminta untuk menginap, tidak mungkin mereka mengusir kedua orang itu kan ?! Masalahnya adalah, di rumah yang sebesar ini hanya terdapat dua kamar tidur dan mau tidak mau Hera harus terlihat sekamar dengan Adrian.   Tidak mau ambil resiko terpergok tidur di ruang tamu, dan membuat kedua orang itu menjadi curiga pada mereka. Adrian melempar sebuah selimut besar, dengan kasur dan juga bantal di samping tempat tidurnya. Hera mendanga menatap Adrian dengan pandangan bertanya.   "Kau tidur di bawah dan aku tidur di kasurku, sekarang minggir aku mau tidur"Hera menyipitkan matanya, smirk lelaki itu yang menghiasi wajahnya benar-benar terlihat sangat menyebalkan.   "Tidak bisakah kau mengalah pada seorang wanita, kenapa aku yang harus tidur di bawah, kau kan pria,.. seharusnya kau bilang...  biar aku yang tidur di bawah kau tidur saja di kasurku. Harusnya kan seperti itu" Adrian tersenyum. Lantas berubah datar. "Aku tidak mau, ini kamarku. Lagi pula kau bukan wanita, kau seperti seekor beruang, beruang madu yang ganas. Menyingkir dari tempat tidurku sekarang juga karena aku mau tidur"ucapnya ketus. Hera bangkit dari tempat tidur Adrian dengan kesal, kenapa ada pria egois seperti ini didunia ini.   "Tidur sana, dan tidak usah bangun lagi" Hera menendang tempat tidur Adrian kesal, sebelum berjalan ke arah kasurnya.   "Hei" protes Adrian. Hera merapikan kasur miliknya yang berada di pojok kamar, sebrang kasur Adrian, dekat sebuah jendela kamarnya setelah rapi ia membaringkan tubuhnya di sana.   ***   Adrian membuka matanya, matanya melirik ke arah jam di atas meja nakas miliknya. 01.00 am. Kenapa malam ini begitu panjang, Adrian rasa matanya sudah terpejam cukup lama. Adrian menoleh ke arah kasur tidur Hera.   Kosong.   Wanita itu tidak ada di sana. Adrian buru-buru turun ke bawah, lantai 1 dan dugaannya tepat. Istrinya itu tengah tertidur meja makan, dengan segelas air di tangannya. Masih penuh, bahkan tak tersentuh sedikitpun. Adrian berjalan mendekati Hera lalu mengambil gelas yang di pegang wanita itu dan menenggaknya hingga habis tanpa tersisa.   Adrian membawa tubuh Hera ke dalam kamarnya dengan cara di gendong ala bridal style. Adrian terdiam, merasa bimbang, melirik antara kasur Hera dan kasur miliknya secara bergantian. Adrian memutuskan menidurkan Hera pada kasur miliknya. Dan memberi penghalang sebuah guling di antara mereka.   Lalu ia ikut berbaring di sebelah Hera, menatap wajah damai wanita itu yang terlelap di sampingnya. Lalu ikut memejamkan matanya dengan kantuk yang kembali melandanya.   ***   "AKHH"   "aaakhhhhh"Hera terbangun dengan teriakan kencang yang berganti menjadi teriakan tanpa suara, mengingat ibu mertua dan nenek Adrian yang menginap di rumah mereka hari ini.   Hera panik, bagaimana tidak, dia bangun di atas kasur Adrian dan terbangun di dalam dekapan pria itu. Hera meraih bantal di kepalanya, memukul pria itu bertubi-tubi.   "Pria m***m, bisa-bisanya kau lakukan ini padaku" Adrian bangun menjadi terduduk dan memandang Hera dengan pandangan kesal. Adrian menarik paksa bantal yang di pegang Hera dan melemparnya ke segala arah.   "Apa yang kau lakukan padaku, berhenti memukulku dengan bantal"protes Adrian karena Hera yang terus memukulnya hingga membuat tubuhnya terasa sakit ulah wanita itu.   "Aku sedang memberi pelajaran pada pria m***m seperti mu, beraninya kau memeluk tubuhku sepanjang malam"   "Harusnya kau berterima kasih padaku, membiarkanmu tidur di kasurku, tanpa harus merasakan dinginnya malam"   "Aha!! Menghangatkan tubuhku dengan tubuhmu yang memelukku sepanjang malam, lucu sekali Adrian... entah bagaimana caranya aku harus berterima kasih pada pria yang baru saja memelukku tanpa izin"   "Aku akan melaporkan mu pada polisi dengan tuduhan pelecehan s*****l"Hera melotot kan matanya pada Adrian, tidak dengan pria itu yang bersikap santai seperti tidak terjadi apapun di antara mereka.   "Ya lakukan saja apapun yang kau mau, lagi pula polisi bodoh mana yang mau menerima kasus pelecehan s*****l yang dilakukan suami pada istrinya sendiri" Adrian bangkit dari kasurnya, berjalan pergi meninggalkan Hera yang masih terduduk di kasurnya. "Mau kemana kau?"tanya Hera saat melihat pria itu menuruni kasur.   "Ke kamar mandi sayang, kau mau mandi berdua bersamaku pagi ini"ucap Adrian, menatap Hera dengan senyum menggoda yang terlukis di bibirnya .   "Kau mau mati”ancam Hera dengan mata melotot ke arah Adrian membuat Adrian terkekeh lantas menghilang di balik pintu kamar mandi.   "Dia itu benar-benar"gerutu Hera kesal.   ***   Keempat orang itu terduduk sambil menyantap sarapan mereka. Hera membantu ibu Adrian memasak, wanita itu begitu menginginkan membuat sarapan untuk anak, ibu, dan menantunya.   Setelah siap Hera mentatanya di atas meja makan dan kini keempat orang itu duduk saling berhadapan. Ibu Adrian duduk di samping nenek sementara, Hera berada di samping Adrian berhadapan dengan ibu Adrian.   Sesekali mata sang nenek melirik ke arah kedua pasang pengantin baru itu di hadapannya. Kecanggungan dapat dia rasakan di antara mereka berdua. Apa mereka sedang berantem? Hal itu yang di pikirkan nenek saat ini saat melihat keduanya yang nampak diam, dan sibuk dengan makanan masing-masing.   "Apa kalian sedang marahan?"tanya sang nenek membuat ketiga orang di sana menatapnya bingung. Hera menoleh ke arah Adrian gugup. Pria itu juga melakukan hal yang sama. Mereka akan saling berpandangan lalu membuang arah pandang mereka. "kami baik-baik saja. Benarkan sayang ?"tanya Adrian seraya melirik Hera di sebelahnya. Hera melirik kesal Adrian yang di sampingnya, merasa terganggu dengan ucapan sayang pada kata -kata Adrian barusan. Namun dirinya berusaha profesional pada pekerjaannya saat ini. Hera tersenyum, berusaha terlihat tulus dari caranya memandang ibu dan nenek Adrian. Adrian juga tersenyum, paksa lebih tepatnya. Kedua pandangan mereka bertemu dan saling mengejek satu sama lain.   “aku senang kita bisa berkumpul seperti ini. Sudah lama rasanya kita tidak makan di satu meja bersama. “Hubungi kakak mu itu. Saat pernikahanmu berlangsung dia malah tidak bisa datang. Apa pekerjaan lebih penting di bandingkan pernikahan adiknya?”   “kakak punya alasan penting kenapa tidak bisa datang. Lagi pula aku tidak memberitahukannya dia pasti tidak tahu aku sudah menikah”   “APA!”teriak nenek terkejut, Hera bahkan Ibu Adrian ketiganya mengarahkan pandangannya pada Adrian dengan mimik wajah terkejut, merasa tidak percaya kalau pria ini bisa merahasiakan pernikahan dari kakaknya sendiri.   “kau benar-benar. Aduh kepalaku”rintih nenek, sebelah tangannya terangkat menyentuh bawah kepalanya yang terasa berdenyut.   “ibu kau harus tenang, minum air dulu”ibu Adrian menyodorkan segelas air pada nenek yang di teguknya hingga habis.   “kau ini. Kalau ayahmu ada di sini kau pasti akan di hukum olehnya”ucap nenek kesal. “tapi ayah tidak ada di sini kan”jawab Adrian seraya menyendokan sesuap daging ke dalam mulutnya.   “memangnya ayahmu dimana?”tanya Hera berbisik, ia cukup penasaran ayah Adrian tidak ada di pernikahannya, tidak mungkin karena ada urusan bisnis bukan? Hera tidak pernah melihatnya sejak pertama kali mengenal Adrian hingga sekarang.   “di sana”tunjuk Adrian ke arah jendela yang terbuka, mengarah pada langit dan hal itu sukses membuat Hera mengeryit bingung, namun kemudian dia terhenyak saat mengerti apa yang di maksud Adrian.   “Ayahmu sudah tidak ada? maafkan aku”tanya Hera hati-hati.   “Ya. Dia di surga sedang bermain catur bersama ayahmu. Kalau nenek terus mengomel dan darah tingginya kambuh, maka dia akan cepat menyusul ayah bukan”jawab Adrian membuat nenek memandangnya dengan luapan amarah dan emosi yang menggila. Cucu keduanya ini benar-benar menginginkannya cepat mati karena kerap kali membuat darah tingginya kambuh.   “kurang ajar. ADRIAN REFANO kau...”ucapan nenek tertahan saat ibu Adrian menyodorkan segela air putih ke bibirnya.   “jangan ladeni dia. Kau tahu Adrian memang bermulut pedas. Penyakit ibu bisa kambuh jika terus-terussan menganggapi perkataannya. Sudah tidak usah di dengar”ucap ibu Adrian seraya memijat tengkuk nenek. Nenek mengambil nafas dalam dan menghembuskannya perlahan.   "sudah aku tidak apa-apa. Kalian berdua besok pergilah"   "Apa?"tanya keduanya bersamaan karena tidak terlalu mendengar apa yang nenek Adrian katakan. "Besok pergilah bulan madu dan berikan kami cucu"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN