22 - Calvin, calon suami Fiona.

2237 Kata
Setelah hari itu, Ethan tidak pernah lagi terlihat. Setelah pergi meninggalkan apartemen, Ethan tidak pernah kembali lagi ke apartemen. Tak terasa, 6 bulan sudah berlalu sejak Ethan pergi, dan tidak pernah lagi menunjukkan batang hidungnya di hadapan Livy juga Fiona. Ya, selama 6 bulan tersebut, Ethan tidak pernah lagi datang mengunjungi Livy dan Fiona walaupun hanya sebentar. Beberapa hari setelah Ethan pergi meninggalkan apartemennya, Livy menghubungi Ethan, untuk menanyakan apa yang sebenarnya sudah terjadi? Kenapa Ethan tidak lagi kembali ke apartemennya setelah tiba-tiba pergi meninggalkan apartemennya? Padahal Ethan sendiri yang bilang padanya kalau Ethan memiliki waktu libur selama 1 minggu. Ethan hanya memberi tahu Livy jika untuk beberapa bulan ke depan, Ethan akan sibuk, jadi Ethan tidak bisa datang mengunjungi Livy. Awalnya Livy mempercayai semua ucapan Ethan tentang Ethan yang sibuk bekerja, jadi tidak bisa datang mengunjungi apartemennya lagi untuk beberapa bulan ke depan, tapi setelah melihat perubahan sikap Fiona, Livy yakin jika kepergian Ethan ada hubungannya dengan Fiona, lalu perubahan yang terjadi pada Fiona juga ada hubungannya dengan kepergian Ethan, dengan kata lain, keduanya saling berkaitan. Saat ini, Livy sedang duduk melamun di sofa ruang keluarga. Livy sedang memikirkan Ethan dan Fiona, lebih tepatnya memikirkan apa yang sebenarnya sudah terjadi antara keduanya? Terkadang, Livy ingin sekali bertanya pada Fiona, apa yang sudah Ethan lakukan pada Fiona? Tapi ketika berhadapan langsung dengan Fiona, Livy tidak pernah bisa menanyakannya. Itu karena Livy tahu, Fiona pasti akan sedih. Livy tidak mau melihat Fiona sedih lagi, oleh sebab itulah Livy mengurungkan niatnya untuk bertanya. "Nona Livy." Marco tidak mau membuat Livy terkejut, jadi Marco menegur Livy dengan pelan. "Ada apa, Marco?" "Tuan Ethan datang, Nona." "Ethan datang?" Tanpa sadar Livy berteriak, terlalu bahagia ketika tahu jika Ethan datang. "Iya, Nona. Tuan Ethan datang." Marco tahu tentang kedatangan Ethan dari penjaga yang saat ini berjaga di basement. "Di mana dia sekarang?" tanya Livy tidak sabaran. Livy ingin segera bertemu dengan Ethan. "Tuan Ethan baru saja memasuki lift, Nona. Paling sebentar lagi juga sampai." "Ok, terima kasih." Livy pergi untuk menyambut kedatangan Ethan. Selang beberapa menit kemudian, lift di hadapan Livy terbuka, memperlihatkan Ethan. Livy berlari menghampiri Ethan yang baru saja keluar dari dalam lift. Livy memeluk erat Ethan, begitu juga sebaliknya. "Kamu sendiri?" tanya Livy sesaat setelah melerai pelukannya. "Iya, aku datang sendiri." "Sebaiknya kita mengobrol di ruang keluarga." Livy menuntun Ethan menuju ruang keluarga. Ethan tidak menolak ajakan sang Kakak. Livy dan Ethan duduk berdampingan di sofa. Tangan kanan Livy terulur, membelai wajah Ethan yang terlihat jauh lebih tirus dari terakhir kali mereka bertemu. "Kamu terlihat jauh lebih kurusan, Ethan," lirih Livy penuh kesedihan. Sebenarnya Ethan bukan hanya terlihat jauh lebih kurus, tapi juga terlihat jauh lebih berantakan dari sebelumnya. "Ethan, apa yang sebenarnya sudah terjadi?" Itulah pertanyaan yang saat ini ada dalam benak Livy. "Pekerjaan aku akhir-akhir ini sangat berat, jadi aku tidak memiliki waktu untuk sekedar merawat diri." "Apa kamu sudah makan?" Ethan menggeleng. "Ya sudah, kamu tunggu di sini." Livy bergegas pergi meninggalkan Ethan. Livy pergi ke dapur. Livy akan memasak makanan kesukaan Ethan. Setelah kepergian Livy, Ethan lantas menyandarkan tubuhnya di sofa dengan kedua mata terpejam. Tapi tak lama kemudian, kelopak mata Ethan kembali terbuka begitu mendengar suara lift terbuka. Ethan sontak menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang datang. Ethan pikir, yang datang Fiona, tapi ternyata yang datang Bastian. "Ethan." Bastian terkejut ketika melihat Ethan. Sama seperti Livy, Bastian juga sudah lama tidak bertemu Ethan, karena Ethan memang pergi menjalankan misi rahasia. "Hai, Bas." "Lo udah dari tadi?" "Gue baru aja datang." Bastian dan Ethan mulai terlibat obrolan. Selang beberapa menit kemudian, Ethan dan Bastian kembali mendengar suara lift terbuka. Kali ini Ethan yakin jika yang datang adalah Fiona. Fiona keluar dari dalam lift dengan pandangan yang terus tertuju pada layar ponselnya, jadi Fiona tidak melihat jika saat ini, di ruang keluarga ada Ethan juga Bastian. "Fiona!" Bastian menegur Fiona yang baru saja melewatinya juga Ethan. Fiona sontak menghentikan langkahnya, lalu menoleh untuk membalas sapaan Bastian. Fiona terkejut ketika melihat jika Bastian tidak sendiri, tapi bersama dengan Ethan. Pria yang sudah lama tidak ia lihat. Ponsel milik Fiona tiba-tiba berdering, dan itu semakin mengejutkan Fiona. Fiona yang sejak tadi menggenggam ponselnya segera melihat layar ponselnya untuk melihat siapa orang yang baru saja menghubunginya. "Calvin," gumam Fiona tanpa sadar. Fiona mengangkat panggilan dari Calvin sambil kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar tanpa terlebih dahulu membalas sapaan dari Bastian. "Ada apa, Calvin?" "Apa malam ini kamu ada acara, Fiona?" "Enggak ada, memangnya kenapa?" "Bagaimana kalau malam ini kita makan malam di luar? Apa kamu mau?" "Mau." Tanpa pikir panjang, Fiona menyetujui ajakan Calvin. "Benarkah?" Jawaban Fiona mengejutkan Calvin, pasalnya, ini bukan kali pertama Calvin mengajak Fiona pergi, tapi ini adalah kali pertama Fiona tidak menolak ajakan Calvin. Sebelum-sebelumnya, Fiona selalu menolak ajakan Calvin. Alasan Fiona tidak menolak ajakan Calvin karena menurut Fiona, lebih baik ia makan malam bersama dengan Calvin ketimbang harus makan malam bersama dengan Ethan. Fiona yakin jika Ethan tidak akan segera pergi, jadi lebih baik ia yang pergi. "Iya, Calvin. Jadi jam berapa kita akan pergi?" Sekarang Fiona malah sangat bersemangat, ingin segera pergi meninggalkan apartemen. "Jam 7, bagaimana?" "Ok." "Aku akan jemput kamu ke apartemen." Calvin sudah tahu di mana Fiona tinggal, karena Calvin pernah beberapa kali mengantar Fiona pulang. Semenjak Ethan pergi, penjagaan pada Fiona memang berkurang, tidak seketat sebelumnya. Fiona bahkan sering pulang bersama dengan Max dan Shila, atau bahkan terkadang bersama Calvin. Livy sama sekali mempermasalahkan itu semua. Hanya saja, Livy belum memberi Fiona izin untuk mengendarai sendiri mobilnya. Menurut Livy, untuk saat ini akan jauh lebih baik jika Fiona tetap pergi bersama supir, tidak pergi sendiri. Sebenarnya Fiona tidak benar-benar sendiri, karena kedua pengawal Fiona akan tetap ikut ke mana pun Fiona pergi. "Ok, aku tunggu." Fiona menaruh ponselnya di meja, lalu menghempaskan tubuhnya ke tengah-tengah tempat tidur dengan posisi terlentang. "Kenapa dia harus datang lagi?" gumam Fiona sarat akan kesedihan. Fiona benar-benar terkejut saat melihat Ethan. Fiona tidak menyangka jika ia akan bertemu lagi dengan Ethan setelah hampir 6 bulan mereka tidak bertemu. Fiona pikir, Ethan tidak akan pernah lagi muncul dihadapannya. 6 bulan belakangan ini bukanlah waktu yang mudah bagi Fiona, meskipun pada akhirnya, Fiona bisa melewati semuanya. Hari itu, saat ia terbangun dari tidurnya tanpa ada Ethan di sampingnya, Fiona pikir, Ethan sedang pergi keluar dan akan kembali lagi. Tapi Fiona malah mendengar kabar mengejutkan dari Livy. Livy memberi tahu Fiona jika untuk beberapa bulan ke depan, Ethan tidak akan datang mengunjungi mereka karena ada pekerjaan penting yang harus Ethan lakukan. Sama seperti Livy, awalnya Fiona berpikir jika Ethan memang sibuk bekerja, tapi saat Ethan tidak pernah mencoba untuk menghubunginya, walaupun hanya sekedar untuk menanyakan bagaimana kabarnya, saat itulah Fiona sadar, jika Ethan tidak peduli padanya. Fiona sempat membenci Ethan yang tidak peduli padanya setelah apa yang terjadi diantara mereka, terlebih setelah Ethan mengatakan jika Ethan mencintainya. Tapi setelah Fiona pikirkan semuanya dengan baik-baik, Fiona tidak lagi menyalahkan Ethan, tapi menyalahkan dirinya sendiri yang sudah dengan bodohnya jatuh cinta pada Ethan, dan percaya jika Ethan juga mencintainya. Seharusnya Fiona sadar jika Ethan hanya menginginkan berhubungan seks dengannya. "Untuk apa terus memikirkan orang yang tidak pernah memikirkan kita, Fiona? Dasar bodoh!" Umpat Fiona pada dirinya sendiri. "Berhentilah memikirkan, Ethan!" Fiona menarik dalam nafasnya, kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. Fiona memutuskan untuk keluar dari kamar, mencari Livy. Fiona menghampiri Marco yang sedang berbincang dengan penjaga lain. "Marco, apa kamu tahu di mana Livy?" "Nona Livy ada di ruang makan, Nona Fiona." "Ok, terima kasih, Marco." "Sama-sama, Nona." Fiona pergi menuju ruang makan. Ternyata Livy tidak sendiri, tapi bersama dengan Ethan. Fiona ingin sekali mengurungkan niatnya untuk mendatangi Livy, tapi Ethan dan Livy sudah melihat kedatangannya. Dengan langkah penuh percaya diri, Fiona menghampiri Livy. Fiona tidak punya pilihan lain selain melanjutkan langkahnya, karena jika ia mundur, maka Livy pasti akan berpikir jika Ethanlah alasan ia pergi. "Ada apa, Fiona?" Livy yakin, ada hal penting yang mau Fiona katakan padanya. "Malam ini aku akan pergi bersama Calvin." Fiona sedang tidak meminta izin, tapi sedang memberi tahu Livy jika ia akan pergi ke luar bersama dengan Calvin. "Ok. Tapi ingat, pulangnya jangan terlalu malam ya." "Iya. Aku hanya ingin memberi tahu tentang itu, jadi aku akan kembali ke kamar." Sebentar lagi, Calvin akan datang menjemputnya, jadi Fiona akan bersiap-siap. Livy mempersilakan Fiona pergi. Livy tahu jika Fiona merasa tidak nyaman jika berdekatan dengan Ethan. Fiona memang tidak mengatakannya, tapi Livy bisa melihatnya dari gestur tubuh Fiona. Livy terus menatap kepergian Fiona. "Siapa Calvin?" Ethan yang sejak tadi diam akhirnya berbicara. Ethan memang sengaja menunggu Fiona pergi. Livy menoleh pada Ethan. "Calvin adalah calon suami Fiona." Ethan tersedak begitu mendengar jawaban Livy. Ethan sangat kesakitan, terlihat jelas dari wajahnya yang sangat memerah. Livy sama sekali tidak peduli. Livy malah senang saat melihat betapa kesakitannya Ethan saat ini. Ethan yang sejak tadi menunduk, lantas mendongak, menatap tajam Livy. "Jangan bercanda!" "Aku sama sekali tidak bercanda, Ethan." Livy menyahut tegas ucapan Ethan. "Beberapa hari yang lalu, Calvin datang menemaui aku, dan dia mengatakan tentang niatnya yang ingin menjalin hubungan serius dengan Fiona, yaitu membina rumah tangga dengan Fiona." Tanpa sadar, kedua tangan Ethan yang ada di atas meja mengepal sempurna. "Fiona tidak boleh menikah sebelum dia lulus kuliah dan berhasil mengejar cita-citanya menjadi seorang Dokter." Raut wajah Livy langsung berubah tak bersahabat sesaat setelah mendengar jawaban Ethan. "Ingat, Ethan, kita dan Fiona tidak memiliki perjanjian khusus tentang masalah itu. Jika memang Fiona ingin menikah dengan Calvin, maka kita tidak bisa melarangnya. Terlebih jika memang Fiona bahagia bersama Calvin, kenapa tidak?" Ethan diam, tak bisa membantah ucapan Livy yang memang benar adanya. Dirinya dan Fiona tidak memiliki perjanjian khusus, tentang Fiona yang tidak boleh menikah sebelum lulus kuliah, atau sebelum menjadi dokter. "Sial! Seharusnya aku membuat perjanjian seperti itu!" Umpat Ethan dalam hati. Sekarang Ethan menyesal karena tidak melakukan hal tersebut. "Lagi pula, Calvin dan Fiona sangat cocok, Ethan. Calvin adalah dokter, partner yang sangat cocok untuk Fiona yang juga ingin menjadi seorang dokter." "Oh, jadi pekerjaan pria itu adalah dokter," ucap Ethan dalam hati. Ethan masih diam, begitu juga dengan Livy yang ikut diam. Livy pikir Ethan akan menanggapi ucapannya, tapi ternyata tidak. Livy menghela nafas panjang, menatap lekat Ethan yang saat ini masih menunduk. "Apa yang sebenarnya sudah kamu lakukan pada Fiona, Ethan?" Livy akhirnya mengajukan pertanyaan yang sudah sejak lama ingin ia ucapkan pada Ethan. Saat ini, Livy dalam mode serius. Tubuh Ethan seketika menegang, dan Livy menyadarinya. "Kakak tidak tahu apa yang sudah terjadi antara kamu dan Fiona, Ethan. Tapi sebaiknya, kamu tidak usah ikut campur dalam kehidupan Fiona saat ini. Sekarang, Fiona sudah kembali ceria seperti sebelum kamu pergi." Setelah melihat sikap Fiona pada Ethan tadi, Livy semakin yakin, jika keduanya memang memiliki masalah. Saat ini, Livy dalam mode serius, jadi Livy menggunakan kata Kakak. Penjelasan Livy membuat Ethan penasaran, tapi Ethan tetap memilih untuk diam. "Kakak yakin kamu tidak tahu tentang perubahan yang terjadi pada Fiona setelah kamu pergi, karena itulah Kakak akan mengatakannya pada kamu, Ethan." Livy 100% yakin, jika Ethan tidak tahu apa yang selama ini sudah terjadi pada Fiona. "Setelah kamu pergi, Fiona berubah menjadi lebih pendiam, dan lebih suka mengurung diri di kamar sambil menangis. Dia tidak menyalahkan siapapun, Ethan. Tapi dia menyalahkan dirinya sendiri, dan dia sangat membenci dirinya sendiri," lanjutnya sambil tersenyum masam. Pegangan tangan Ethan pada sendok semakin mengerat. Fakta jika Fiona tidak menyalahkannya, dan malah menyalahkan dirinya sendiri ternyata sangat menyakitkan. "Membenci sekaligus menyalahkan diri sendiri itu jauh lebih menyakitkan dari pada harus membenci dan menyalahkan orang lain, Ethan." Livy bahkan sempat berpikir jika Fiona akan bunuh diri, tapi untungnya, sampai saat ini, kejadian yang Livy takutkan itu tidak terjadi, dan Livy berharap jika itu tidak akan pernah terjadi. "Lalu di saat dia terpuruk, Calvin datang, menyelamatkan Fiona sampai akhirnya Fiona bisa kembali lagi ceria seperti sebelum kamu pergi." Livy memalingkan wajahnya ke arah lain, menyeka air mata yang sudah menggenang di setiap pelupuk matanya. Livy tidak akan membiarkan air matanya terjatuh. Jika mengingat kembali betapa terpuruknya Fiona saat itu, Livy selalu ingin menangis, dan Livy sedih karena dirinya tidak bisa membantu Fiona. Atensi Livy kembali tertuju pada Ethan. "Kamu tidak mau menanggapi semua ucapan Kakak?" Ethan menggeleng. "Baiklah," lirih Livy penuh kekecewaan. "Setelah makanan kamu habis, sebaiknya kamu pergi, dan jangan pernah kembali lagi ke sini. Jika kamu ingin bertemu dengan Kakak, maka akan jauh lebih jika kita bertemu di luar." Ethan hanya diam. "Oh iya, 1 lagi, Kakak tidak akan tinggal di mansion dengan kamu. Kakak akan tetap tinggal di sini bersama dengan Fiona." Tanpa menunggu tanggapan dari Ethan atas semua ucapannya, Livy pergi meninggalkan Ethan. Ethan menuruti semua ucapan Livy. Ethan benar-benar pergi meninggalkan apartemen setelah menghabiskan makanan yang Livy buat untuknya. Ethan pergi tanpa pamit terlebih dahulu pada Livy. Saat ini Ethan sudah memasuki mobil. Ethan duduk di kursi belakang, dan di hadapan Ethan ada Will, supir pribadi Ethan. "Tuan, sekarang kita mau ke mana?" "Mansion." Mansion yang Ethan bangun sebenarnya sudah bisa dihuni sejak 4 bulan yang lalu, tapi sampai saat ini Ethan belum menghuninya. Sebenarnya kedatangan Ethan tadi ke apartemen adalah untuk mengajak Livy pindah ke mansion, tapi ternyata sebelum memberi tahu Livy apa maksud serta tujuannya datang, Livy sudah tahu, karena tadi Livy sudah menolak untuk ikut bersamanya ke mansion. Will melajukan mobil menuju mansion Ethan. Ethan memejamkan matanya, saat itulah, semua ucapan Livy tentang Fiona yang membenci dirinya sendiri terus memenuhi pikirannya. "Apa semuanya masih bisa diperbaiki?" gumam Ethan, bertanya pada dirinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN