Beberapa tahun kemudian.
Livy yang baru saja akan memasuki ruang makan tiba-tiba menghentikan langkahnya begitu mendengara suara lift terbuka. Livy berbalik, saat itulah Livy melihat Ethan dengan penampilan yang sangat rapi.
Begitu melihat penampilan Ethan, Livy tahu jika Ethan pasti akan pergi ke luar, pertanyaannya adalah, ke mana Ethan akan pergi? Siapa orang yang akan Ethan temui?
Livy menghampiri Ethan yang baru saja keluar dari dalam lift. "Ethan, kamu mau pergi ke mana?"
"Aku akan pergi menemui Tuan Alexius."
Alexius, nama tersebut sudah tidak asing pagi bagi Livy. Livy mengenal siapa orang yang akan Ethan temui.
"Kamu akan membicarakan tentang tempat dinas Fiona?" Livy mencoba menebak apa tujuan Ethan menemui Alexius, orang tua Max, sahabat Fiona.
Ethan mengangguk. "Iya."
"Jadi ... kamu akan mengatur tempat di mana Fiona bekerja?"
"Iya, karena aku tidak mau Fiona bekerja di rumah sakit lain, Livy. Aku mau, Fiona tetap bekerja di rumah sakit Tuan Alexius."
Livy mengangguk, menyetujui ucapan Ethan, karena ia juga menginginkan hal yang sama. "Aku juga tidak mau Fiona bekerja di rumah sakit lain, Ethan."
Livy merasa jika rumah sakit Alexius adalah tempat yang pas untuk Fiona, tidak terlalu dekat, tapi juga tidak terlalu jauh dari mansion.
"Iya, karena itulah aku akan menempatkan Fiona di rumah sakit Alexius."
"Apa Fiona tahu tentang hal ini? Tentang kamu yang akan mengatur tempat kerjanya?"
"Bagaimana menurut kamu Livy? Lebih baik Fiona tahu atau tidak tahu sama sekali?" Sampai saat ini Ethan belum memberi tahu Fiona jika ia akan mengatur tempat di mana Fiona akan bekerja.
"Menurut aku, lebih baik Fiona tahu, Ethan. Tidak ada gunanya menyembunyikan ini semua dari Fiona, karena cepat atau lambat, Fiona akan tahu jika kamu menggunakan kekuasan yang kamu miliki untuk menempatkan Fiona di rumah sakit Alexius."
Ethan mengangguk, sependapat dengan penjelasan yang baru saja Livy berikan. Benar, tidak ada gunanya menyembunyikan ini semua dari Fiona, karena cepat atau lambat, Fiona pasti akan tahu. Lagi pula, lebih baik Fiona tahu darinya dari pada orang lain. "Baiklah, nanti malam aku akan memberi tahu Fiona."
"Oh iya, Fionanya mana?" Livy baru sadar jika Ethan hanya sendiri.
"Fiona sedang istirahat di kamar."
"Oh begitu."
"Ya sudah, aku pergi."
"Ok, hati-hati, Ethan."
"Iya."
Setelah Ethan pergi, Livy kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur.
Setelah menempuh perjalanan yang hanya memakan waktu tak lebih dari 10 menit, Ethan akhirnya tiba di rumah sakit Alexius.
Sebelumnya, Ethan belum membuat janji dengan sang pemilik rumah sakit, Alexius, tapi dari informasi yang Ethan dapatkan dari Q, saat ini Alexius ada di rumah sakit.
Begitu memasuki loby, Ethan langsung menjadi pusat perhatian dari beberapa orang yang saat ini ada di loby, lebih tepatnya dari para kaum hawa.
Mereka semua mengangumi pesona Ethan.
Ethan berjalan mendekati meja resepsionis.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Sang resepsionis yang bernama Miranda bertanya dengan sopan.
"Saya ingin menemui Tuan Alexius."
"Mohon maaf sebelumnya, apa Tuan sudah membuat janji?"
"Belum." Ethan lalu memberi tahu Miranda siapa namanya.
"Tunggu sebentar, Tuan Ethan, saya akan menghubungi asisten Tuan Alexius."
"Silakan."
Miranda menghubungi Darius, sementara Ethan berbalik memunggungi Miranda. Ethan mulai mengamati suasana loby yang sangat ramai oleh hiruk pikuk orang.
"Tuan Ethan."
Panggilan bernada teguran tersebut membuat Ethan lantas berbalik menghadap Miranda.
"Mari saya antar ke lift."
Ethan mengangguk, lalu mengikuti langkah Miranda yang menuntunnya ke arah lift. Lift tersebut di jaga ketat oleh 2 orang pria bertubuh kekar yang memakai pakaian serba hitam.
Adanya orang yang berjaga di depan lift tersebut menandakan jika lift tersebut hanya diperuntukan untuk para petinggi, tidak sembarang orang bisa menaiki lift tersebut.
Miranda lantas memberi tahu kedua penjaga jika Ethan akan pergi menemui Alexius.
"Maaf, Tuan, boleh saya memeriksa Anda?"
"Silakan." Ethan merentangkan kedua tangannya, membiarkan salah satu penjaga memeriksanya..
"Clear," ucap sang penjaga setelah memerika tubuh Ethan.
"Terima kasih, Tuan, dan silakan masuk." Penjaga yang tidak memeriksa tubuh Ethan lantas menempelkan key card ke alat pemindai, tak lama kemudian, lift terbuka.
Sebelum memasuki lift, Ethan mengucap terima kasih.
Tak sampai 1 menit kemudian, Ethan sampai di lantai 11, lantai yang ia tuju.
Begitu keluar dari lift, Ethan langsung di sambut oleh asisten pribadi Alexius yang bernama Darius.
"Tuan Ethan," sapa Darius sambil mengulurkan tangan kanannya pada Ethan.
Ethan membalas sapaan dan juga uluran tangan Darius.
"Saya belum memberi tahu Tuan Alexius jika Anda datang berkunjung, Tuan, karena saat ini, Tuan Alexius sedang menikmati makan siangnya bersama Nyonya Shela."
"Tidak apa-apa, Darius. Saya bisa menunggu."
Darius lalu membawa Ethan menuju ruang tunggu.
Setelah mengantar Ethan ke ruang tunggu, Darius kembali ke mejanya, lalu menghubungi sang atasan.
Alexius dan Shela baru saja selesai makan siang ketika telepon yang ada di samping kanan Alexius berdering.
"Ada apa, Darius?" Darius tahu jika ia sedang bersama Shela, ia tidak mau diganggu, jadi Alexius yakin ada alasan penting kenapa Darius menghubunginya.
"Tuan, ada Tuan Ethan. Beliau ingin menemui Anda."
"Ethan?" Ulang Alexius dengan raut wajah yang kini terlihat sekali sangat terkejut.
Shela yang sedang merapikan meja langsung menghentikan kegiatannya, lalu menatap sang suami.
"Iya, Tuan, ada Tuan Ethan."
"Persilakan dia masuk."
"Baik, Tuan."
Alexius kembali meletakkan gagang telepon pada tempatnya.
"Dad, siapa yang datang?"
"Ethan, Mom."
"Ada apa ya?" Begitu tahu jika Ethan yang datang, Shela seketika merasa panik, takut, sekaligus resah.
Alasan Shela meras panik, takut, dan resah karena jika Ethan datang, itu artinya ada hal penting yang ingin Ethan katakan pada sang suami. Masalahnya adalah, selama ini, Ethan selalu datang membawa kabar buruk bagi keluarganya.
"Tenanglah, Mom, jangan panik," ucap Alexius seraya mengusap punggung Shela.
"Mommy baru bisa tenang setelah tahu, apa maksud serta tujuan Ethan datang, Dad."
"Iya, Daddy tahu." Sebenarnya sama seperti Shela, Alexius juga merasa tegang.
Selang beberapa menit kemudian, pintu ruang kerja Alexius terbuka, dan yang baru saja membuka pintu adalah Darius.
Begitu pintu terbuka, barulah Darius mempersilakan Ethan memasuki ruangan sang atasan.
Ethan mengucap terima kasih pada Darius yang baru saja mengantarnya ke ruangan Alexius.
Alexius berdiri, menyambut kedatangan Ethan, begitu juga dengan Shela.
Alexius dan Ethan berpelukan yang diselingi dengan basa-basi, menanyakan kabar satu sama lain mengingat mereka sudah lama tidak bertemu.
Setelah saling bertegur sapa dengan Alexius, barulah Ethan menyapa Shela.
"Bagaimana kabar Anda, Nyonya Shela?" tanya Ethan sambil mengulurkan tangan kanannya.
"Seperti yang kamu lihat Ethan, saya baik-baik saja," jawab Shela sambil membalas uluran tangan kanan Ethan.
"Syukurlah kalau begitu."
"Silakan duduk, Ethan."
Ethan lalu duduk, berhadapan langsung dengan Alexius dan Shela.
"Kopi?"
"Boleh."
Alexius menghubungi Darius, memesan 3 gelas kopi.
Tak lama kemudian, kopi yang Alexius pesan pun tiba.
"Silakan di minum, Ethan."
"Terima kasih, Tuan." Ethan meminum kopi yang disajikan untuknya, begitu juga dengan Alexius dan Shela.
"Jadi ... ada apa, Ethan?" Alexius ingin segera tahu, apa maksud serta tujuan Ethan datang menemuinya? Bukan hanya Alexius yang penasaran, tapi Shela juga sama penasarannya dengan sang suami.
Jika Alexius terlihat santai, maka tidak dengan Shela yang terlihat jelas sangat tegang.
"Saya ingin membahas tentang Fiona."
"Fiona?"
"Iya."
"Maaf menyela, tapi Ethan, apa boleh saya tahu siapa nama lengkap Fiona?" Shela tidak tahu kenapa, tapi entah kenapa, ia tiba-tiba merasa sangat penasaran dengan sosok Fiona.
"Fiona Caitlyn Mackenzia, Nyonya Shela."
"Namanya cantik, secantik orangnya." Shela sering bertemu dengan Fiona mengingat Fiona bersahabat dengan Max putranya, dan Shila, menantunya.
"Terima kasih, Nyonya." Fiona tidak ada, jadi Ethanlah yang mengucap terima kasih atas pujian yang baru saja Shela berikan.
"Apa yang kamu mau dari saya, Ethan?"
"Saya mau, Fiona tetap bekerja di rumah sakit ini, Tuan Alexius."
Saat ini, Fiona masih magang di rumah sakit milik Alexius, dan sebentar lagi, tugas magang Fiona akan segera berakhir. Jadi sebelum tugas magang Fiona berakhir, Ethan hanya ingin memastikan jika Fiona akan tetap bekerja di rumah sakit milik Alexius.
Begitu tahu apa yang Ethan inginkan, perasaan Alexius dan Shela pun berubah menjadi lega. Ternyata apa yang mereka berdua takutkan sama sekali tidak terjadi.
"Ah tentang itu," gumam Alexius sambil mengangguk-anggukan kepalanya..
"Iya, Tuan."
"Sebenarnya saya sudah melihat laporan tentang Fiona selama Fiona magang di rumah sakit saya selama 1 tahun ini, Ethan, dan hasilnya sangat memuaskan." Alexius sudah membaca semua laporan tentang dokter yang magang di rumah sakitnya, dan hasilnya, Fionalah yang paling memuaskan. Begitu melihat potensi besar dalam diri Fiona, Alexius tentu saja tidak akan melepaskan Fiona begitu saja.
"Benarkah?" Ethan sama sekali tidak terkejut begitu mendengar ucapan Alexius, karena Ethan tahu, jika Fiona pasti akan memberikan hasil yang memuaskan.
"Iya, Ethan. Jadi sebenarnya kamu tidak harus mendatangi saya, karena saya memang ingin menjadikan Fiona dokter tetap di rumah sakit saya."
"Syukurlah kalau begitu." Ethan lega, sangat lega.
"Apa kamu tidak mau meresmikan hubungan kamu dengan Fiona, Ethan?" Alexius tahu jika Ethan dan Fiona adalah sepasang kekasih.
"Maksudnya?"
"Maksud saya, bertunangan atau mungkin menikahi Fiona, Ethan."
"Saya ingin melakukan keduanya, Tuan, tapi tidak dalam waktu dekat ini."
"Baguslah kalau begitu."
"Memangnya ada apa, Tuan?" Ethan yakin, jika Alexius memiliki alasan kuat kenapa tadi tiba-tiba bertanya tentang hubungannya dengan Fiona.
"Fiona adalah dokter magang paling populer, Ethan. Ada banyak sekali dokter yang mengincar Fiona, maksud saya adalah, ada banyak sekali dokter yang menginginkan Fiona menjadi kekasih mereka."
Ethan terkekeh, sama sekali tidak terkejut, karena Ethan memang sudah mengetahuinya. Dari mana Ethan tahu? Tentu saja dari orang-orang yang ia tugaskan untuk selalu memata-matai Fiona selama Fiona magang di rumah sakit.
Ethan bahkan sudah memberi pelajaran pada beberapa pria yang sudah berlaku kurang ajar pada sang kekasih.
"Kamu terlihat sama sekali tidak terkejut, Ethan. Itu artinya, kamu sudah tahu."
"Saya memang sudah mengetahuinya, Tuan Alexius," ucap Ethan sambil tersenyum tipis.
"Dan saya sama sekali tidak terkejut, Ethan." Alexius sudah menduganya.
Ethan tertawa, begitu juga dengan Alexius dan Shela.
"Bagaimana dengan Dominic, Ethan?" Alexius sudah lama tidak mendengar kabar dari keponakannya tersebut.
"Dia baik-baik saja, Tuan Alexius."
"Syukurlah kalau dia baik-baik saja."
"Saya memberinya waktu cuti selama 1 minggu, jadi mungkin dia akan datang menemui kedua orang tuanya."
"Benarkah?"
"Iya, tapi meskipun sedang dalam masa cuti, dia akan tetap dalam pengawasan saya, Tuan Alexius." Ethan tidak mau kecolongan, jadi lebih baik mencegah dari pada mengobati.
"Itu sama sekali tidak masalah, Ethan."
"Terima kasih atas bantuannya, Ethan." Salah satu hal yang paling Shela syukuri adalah bertemu dengan Ethan.
Shela tidak tahu apa yang sudah Ethan lakukan pada Dominic, dan Shela memang tidak mau tahu, yang terpenting sekarang adalah, Dominic menjadi pria yang jauh lebih baik dari sebelumnya, itulah poin pentingnya. Tentang apa yang sudah Ethan lakukan pada Dominic sampai akhirnya bisa membuat Dominic tunduk dan patuh, Shela sama sekali tidak peduli.
"Sama-sama, Nyonya Shela."
1 jam adalah waktu yang Ethan habiskan untuk mengobrol dengan Alexius dan Shela.
Ada banyak sekali hal yang mereka bertiga bahas, termasuk tentang rencana ulang tahun rumah sakit milik Alexius yang akan diselenggarakan 1 minggu lagi.
Ethan sudah pergi meninggalkan ruangan Alexius.
"Ada apa, Mom?" Alexius sadar jika sejak beberapa menit yang lalu, lebih tepatnya setelah tahu siapa nama lengkap Fiona, Shela mulai terlihat resah juga gelisah.
"Fiona Caitlyn Mackenzie, nama itu terasa tidak asing bagi Mommy, Dad. Mommy merasa jika Mommy pernah mendengarnya," jawab Shela sambil menghela nafas panjang.
Alexius terkekeh. "Tentu saja pasti Mommy pernah mendengarnya, Fiona kan bersahabat dengan Max dan Shila, mungkin Mommy mendengarnya dari mereka berdua."
Dengan cepat, Shela menggeleng. "Max dan Shila tidak pernah memberi tahu Mommy tentang siapa nama lengkap Fiona, Dad, karena Mommy memang tidak pernah bertanya pada mereka tentang siapa nama lengkap Fiona."
"Lalu di mana Mommy pernah mendengarnya?" Alexius jadi ikut penasaran.
"Itulah yang sedang Mommy ingat-ingat lagi, Dad. Di mana Mommy pernah mendengar nama itu?" Shela lantas memejamkan matanya, dan mulai berkonsentrasi, mencoba mengingat di mana ia pernah mendengar nama Fiona.
Alexius diam, tapi terus memperhatikan Shela.
Tak sampai 5 menit kemudian, Shila kembali membuka matanya.
Ekspresi Shela kali ini berbeda dari sebelumnya. Shela terlihat sekali tegang, membuat Alexius jadi bertanya-tanya, apa yang sebenarnya sudah terjadi? "Ada apa, Mom?" tanyanya tidak sabaran.
"Lu-lucy," jawab Shela terbata.
"Lucy?" Ulang Alexius dengan raut wajah yang semakin bingung.
Shela mengangguk. "Iya, Lucy."
"Maksud Mommy apa? Daddy sama sekali tidak mengerti."
"Mommy pernah mendengar nama Fiona Caitlyn Mackenzie dari Lucy, Dad."
Tubuh Alexius seketika menegang begitu mendengar jawaban Shela. Lucy, tentu saja Alexius tahu siapa Lucy.
"Mom, jangan bercanda!" Peringat tegas Alexius.
"Mommy sama sekali tidak bercanda, Dad," jawab Shela dengan nada frustasi. "Mommy pernah mendengar nama itu dari Lucy. Dia menyebutkan nama Fiona Caitlyn Mackenzie di pertemuan terakhir kita."
"Mom, mungkin itu hanya kebetulan." Alexius mencoba untuk tetap tenang meskipun sebenarnya sekarang Alexius sangat shock.
Shela menggeleng, tidak meyetujui ucapan Alexius. "Tes DNA, Dad. Hanya itu satu-satunya cara supaya kita tahu, apa Fiona putri Lucy atau bukan?"
"Ta–"
"Mommy mohon, Dad."
"Baiklah, Daddy akan melakukan tes DNA pada Fiona." Alexius mendekati Shela, lalu memeluk erat sang istri yang mulai menangis.
Alexius tahu apa alasan Shela menangis. Shela pasti mengingat Lucy yang sudah tiada.