Al-Kahfi
Aku terdiam ketika melihatnya seperti kucing habis disimbur air, lari sekencang-kencangnya hanya karena aku bertanya padanya.
Dasar gadis aneh, but wait ... gadis atau wanita ... dia sudah disentuh Qienan atau belum?
Tapi aku rasa belum karena Qienan cinta buta sama Lelot. Aku meregangkan tubuh dan mulai berlari, mataku memantau pergerakkan ayah yang lebih dulu berlari di depanku lalu dia berhenti di depan pagar sebuah rumah di ujung sana.
Aku menghampiri dan mendengar sedikit perbincangan mereka,
"Jadi, anak kamu di sini juga --"
"Iya, rumahnya di depan, nah ini dia putraku."
"Oh, mirip kamu banget ya ... untung gak mirip Mira."
"Ya sudah aku permisi --"
"Oke."
Kami lari beriringan dan saatnya aku interogasi si orang tua yang bakal jadi kakek nanti,
"Siapa tadi yah? "
"Mantan."
Kayaknya aku bakal pindah rumah, apa-apaan ada mantan ayah di sini. Bikin malu aja kalau mereka saling kontak satu sama lain.
"Jangan bilang bunda Fi, nanti kamu bakal disuruh pindah."
"Ye ... Afi yang bakal pindah tanpa di suruh karena nanti ayah buat maksiat!" kataku dan Ayah mendelik kesal sambil berdecak malas.
"Yakin mau pindah?"
"Emang kenapa, duit Afi banyak kok ... rumah segini mah, hanya diujung kuku."
"Sombong kamu, entar gak punya duit baru nangis."
"Kan perusahaan Ayah masih banyak, gak mungkin gak ada uang kan."
"Cih gak bakal Ayah bantu! "
"Dan Ayah gak bakal punya cucu," balasku mengancam dan mengejeknya sedangkan dia hanya mencebikkan bibir.
"Mending kamu goda tu cewek ... matanya tajam setajam mata bundamu kalau lihat Ayah dekat sama cewek cantik. Cewek kayak gitu tandanya setia."
"Mitos!" bantahku dan Ayah masih memberiku petuah.
"Kamu nih, gak percaya ... cewek yang matanya sayu itu penggoda, matre dan banyak maunya, kalau matanya datar ... susah diprediksi karena gak kebaca dia mau apa, tapi kalau matanya tegas seperti dia ... uhhhh ... seksi, apalagi kalau buka tutup mata sambil mendesah --"
Mulai kotor otak Ayah, aku tahu kemana alur pemikirannya. Gini nih, yang bikin aku kesel melintir punya Ayah seperti ini. Dia tahu aku gak ngapa-ngapain jadinya dia panas-panasin aku untuk mencari tahu bagaimana rasanya yang dia katakan itu.
"Stop memberikan argumen kotor pada putramu yang tak berdosa ini Ayah! Sudah tua juga, banyakkin istighfar."
"Istighfar itu sudah berteman dengan Ayah dari dulu, apalagi saat menghadapi bundamu yang cerewet dan cemburuan, gak pernah percaya apa yang Ayah bilang. Astagfirullah, kurang apa cinta Ayah ini kepadanya."
Untung orang tua, kalau teman sendiri pasti aku jitak kepalanya. Bikin kesel, lama-lama rambut putih cepat tumbuh kalau Ayah sering datang kemari, bikin aku sesak aja.
Setelah setengah jam jogging keliling komplek kami masuk ke dalam rumah dan kebingungan, karena lapar pengen sarapan tapi bingung, siapa yang masak?
"Makanya, si mbok jangan disuruh pulang. Coba kamu minta tolong tetangga sebelah masak nasi goreng."
"Astaga Ayah, beli aja ah diluar."
"Diluar gak ada jual nasi goreng jam segini, adanya bubur, soto ... udah sana ke sebelah."
YA Allah ... engkau ciptakan dari apakah Ayahku ini, kok gak tahu malu atau sengaja jadi mak comblang.
"Ayah nanam benih ke siapa lagi?" tanyaku kesal dan dia hanya melirik acuh.
"Mau tau saja kamu kisanak!" jawabnya ketus dan aku jadi geram.
"Jangan-jangan Ayah ngidam kali nih jadi mintanya harus nasi goreng."
"Kan bunda kamu udah tua ... mana bisa hamil lagi."
Excuse me, dia bilang apa? Dengan bunda.
"Yah, maksud Ayah ...."
"Ayah mandi dulu, cepat sana ... anggap saja silaturahmi, pakai trik dong kalau mau dekat."
Dia mencoba menghindar dariku, astagfirullah ... apa yang terjadi dengan keluargaku ... jangan bilang kalau bunda selingkuh sama Ayah.
"Yah --"
"Cepat Fi, nanti jabang bayi Ayah ngeces."
MasyaAllah!
**
Permintaan orang tua itu adalah kewajiban yang harus dipenuhi, sama seperti mereka saat aku masih kecil meminta apa yang aku mau.
Tapi mereka sangat mudah menuruti semua kemauan aku dan kebutuhanku karena mereka punya materi dan sekarang aku harus melayani semua kemauan mereka termasuk ini,
"Maaf, mengganggu saya ... minta ajarkan bagaimana caranya membuat nasi goreng, boleh nggak?"
Untuk sejenak dia terpaku ditempat, terdengar helaan napas yang pelan sekali, mungkin dia pikir ini modus tapi Ayahku itu memang sangat keterlaluan. Aku ibaratnya sedang uji ketangkasan nyali untuk dipermalukan.
"Kamu punya apa di rumah, saya pantau dengan video call saja gak apa kan karena -- kamu tahu sendiri adab agama kita."
Aku mengangguk paham, dia sangat mengerti hal-hal itu dan ada baiknya juga jika aku tahu nomor ponselnya tanpa harus meminta.
Aku kembali ke rumah dan menyiapkan segala sesuatunya dan panggilan VC pun terjadi.
Untungnya kami hidup di jaman modern kalau jaman batu, pasti teriak -teriak apalagi rumahnya besar dan tinggi seperti ini ... besoknya amandel aku bakal bengkak.
"Hhmmm, wangi ... enak ... pas makasih ya tutorialnya," kataku dan dia menganggukkan kepala.
Ini sih sama aja seperti aku buka youtube, sekalian saja buka acara masaknya Gordon Ramsay.
"Yaahhh --" Aku berteriak memanggil Ayahku yang lagi di atas treadmill.
"Iya anakku, sudah selesai?"
"Udah nih, yuk makan --"
"Akhirnya, kamu bisa masak."
"Sengaja, buat Afi malu."
"Bukan nak, itu trik ... trik untuk mengetahui dia bisa masak atau nggak, jadi kalau dia mau jadi istri kamu, pastinya dia akan masakkin kamu dan menjadi seorang ibu dan istri yang baik dalam keluarga kecil kamu."
Petuah-petuah pun mulai dilancarkan Ayah dengan mulutnya yang tak berhenti mengunyah, menguji bahwa masakkanku enak berarti yang mengajarkan aku sukses bisa menjadi istri yang baik.
Tapi bagaimana caraku untuk membuatnya tertarik padaku, dan melepaskan Qienan yang tidak akan berarti apa-apa untuknya.
"Hai ... makasih ya, Ayah aku suka, kamu hebat, " pujiku lewat telpon dan aku mendengar tawa lembut suaranya dari seberang sana.
"Ada yang lucu? "
"Ayah kamu, lucu banget ... penghibur --"
"Nyebelin, bukan penghibur." jawabku dan aku menunggu jawaban suara darinya.
Mataku menelisik bagian atas rumahnya dan di sana, dia berdiri dibalik gorden memandangku dari atas.
"Terima kasih cantik," ucapku dan panggilan ku pun langsung di-reject dan dia kabur dari balik gorden.
Pemalu, judes, pinter masak, gemesin ... boleh deh jadi teman hidup abadi, tapi bagaimana aku merayunya. Dibilang cantik aja dia kabur ... harus kah aku pakai cara para playboy yang tembak langsung dengan ciuman penuh hasrat.
"Cih, Terima kasih cantik, penggoda juga kamu ya."
Sejak kapan orang tua ini menguping!