SCWC 2. I'm Not A Little Girl

1734 Kata
"Baiklah. Meeting kita sudahi sampai di sini dulu. Saya harus menghadiri meeting di luar kota beberapa jam lagi. Saya harap kedepannya kinerja perusahaan akan membaik dan menjadi lebih maju lagi. Kalau begitu sekian dari saya, terima kasih," ucap seorang pria dengan penuh wibawa sebelum akhirnya kemudian keluar dari ruangan meeting hotel mewah itu. Giorgio Stone Walker. Dari namanya saja sudah menunjukkan karakter dominan dan juga gagah berani, 'kan? Ya. Karena memang begitulah sebenarnya dirinya. Pria dengan aura pemimpin dominan yang akan membuatmu merasa seperti kehilangan udara untuk bernafas saat berada didekatnya. Tatapan tajamnya yang menusuk dan juga ekspresinya yang datar, membuat wajah tampan dengan bingkai rahang sexy itu akan mampu membiusmu dalam sekejap. Selain tampan, dia juga merupakan CEO perusahaan besar di kota Chicago. SW Enterprises Holdings Inc. Perusahaan yang bergerak dalam banyak bidang itu, sudah terkenal namanya bahkan sampai ke luar negeri. Tidak. Itu bukan perusahaan warisan keluarga. Itu adalah hasil jerih payah Giorgio sendiri yang membangunnya dari nol. Ya, tentu saja proses yang dilaluinya sangat panjang dan sulit selama itu. Tapi lihatlah, dia sudah berada di puncak kesuksesannya sekarang dan tinggal menikmati hasil dari kerja kerasnya itu dengan hanya duduk diam dan melihat orang-orang bekerja menghasilkan uang untuknya. Sayangnya, meski sukses dalam pekerjaan, Giorgio sangat payah soal percintaan. Dia tidak tertarik dan bahkan tidak peduli dengan wanita juga cinta. Dia tidak mau menjalin komitmen dan hubungan yang serius dengan seorang wanita setelah dia dulu pernah mengalami patah hati terberat karena ditinggalkan kekasihnya yang lebih memilih menikah dengan pria lain dari pada harus menunggunya sukses sedikit lebih lama lagi. Karenanya Giorgio beranggapan wanita tidak ada harga dan artinya sama sekali dalam hidup ini. Selain perayu mereka hanya haus akan uang. Sudah. Hanya itu. "Tunggu, aku mengenal wajah itu. Di mana kau menemukan dompet ini," ucap Gio saat melewati petugas kebersihan dan tanpa sengaja dia melihat foto pemilik dompet itu saat petugas kebersihan itu mengecek isi dompetnya. "Entahlah, Tuan. Aku menemukannya di depan kamar paling ujung di sana. Aku sudah mengetuk pintunya dan menekan bel berulang kali, tapi orang yang di dalam tidak mau merespons. Kupikir aku akan menitipkannya pada resepsionis di bawah saja," ucap petugas kebersihan itu sopan pada Gio, membuat pria itu langsung meminta untuk melihat dompet itu sebentar dan ya, dia yakin itu dompet wanita yang sudah membantunya tadi untuk naik lift. "Mari kita coba lagi. Kurasa ada yang tidak beres di sini. Kau memiliki kunci cadangannya, bukan? Jika memang orang yang di dalam tidak mau membukanya, tolong buka pintu itu. Aku yang akan bertanggung jawab penuh jika terjadi sesuatu," ucap Gio terlihat sedikit khawatir. Ya. Itu karena Gio tahu betul bagaimana sikap dan perilaku seseorang hanya dengan sekali melihat saja. Dan wanita yang membantunya naik lift tadi, dia tidak terlihat seperti wanita nakal murahan yang akan menjajakan dirinya pada sembarang pria. Dan juga melihat attitude nya yang baik dengan mau menahan pintu lift untuknya, Gio rasa wanita itu berasal dari keluarga yang baik-baik. "Permisi... layanan kamar. Ada Sampanye gratis untuk pelanggan VVIP," ucap Gio berpura-pura menjadi petugas layanan kamar sambil menekan bel beberapa kali dan juga mengetuk pintu kamar hotel itu sedikit keras karena merasa tidak sabar. "Sedari tadi tidak ada jawaban apapun dari dalam, Tuan. Lebih baik kita pergi sekarang. Saya akan dipecat jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," ucap petugas kebersihan itu terlihat takut kehilangan pekerjaannya. "Tenang saja. Aku bisa memberikanmu pekerjaan baru jika memang kau dipecat karena ulahku. Yang terpenting sekarang adalah mengembalikan dompet ini dan_____" Pyarrrr Terdengar sesuatu yang pecah dari dalam kamar itu, membuat Gio dan petugas kebersihan itu menjadi panik. "Buka pintunya sekarang!!!" teriak Gio pada petugas kebersihan itu tidak bisa menolak karena takut Gio akan marah kepadanya. Cklek Begitu pintu terbuka, Gio langsung masuk ke dalam kamar itu dan ternyata, "Tolong!! Tolong aku!!!" Melihat bagaimana seorang wanita terlihat tidak berdaya di bawah kungkungan seorang pria yang sudah setengah telanjang, tengah menangis sambil memohon pertolongan di sana, membuat Gio langsung saja merasa marah dan, Bughhh Gio langsung menendang pria yang sudah menindih wanita tanpa belas kasih sedikit pun itu, hingga pria itu jatuh tersungkur ke lantai. "Apa yang kau lakukan di sini Alex? Apa kau memaksa wanita ini untuk melayanimu? Keterlaluan sekali kau ini. Aku pasti akan mengadukan semua ini pada Ayahmu. Kita lihat bagaimana reaksinya mendengar putra kebanggaannya melakukan perbuatan menjijikkan seperti ini," ucap Gio kemudian langsung membantu wanita yang sudah lepas dari kungkungan Alex itu untuk bangun dan dengan jantan dia langsung memakaikan jas miliknya kepada wanita yang terlihat gemetar ketakutan itu. "Tuan Walker? Bagaimana bisa kau ada di sini? Dan ya, jangan ikut campur urusanku. Kaulah yang sudah masuk tanpa ijin ke dalam kamarku. Aku akan membuat perhitungan denganmu. Kemarilah, Em. Jangan dekat-dekat dengannya," ucap Alex terlihat ingin meraih tangan Emily dan dengan cepat wanita cantik itu langsung menjauh dan bersembunyi di belakang tubuh Gio di sana. "See. Kau memang benar sudah memaksa wanita ini, 'kan? Kau tahu benar jika aku bisa membuat kejadian yang terjadi di dalam kamar ini menjadi bom penghancur kehidupanmu hanya dengan sekali menelepon satu nomor saja di ponselku, 'kan? Kau rela karir dan kehidupan mewahmu hancur setelah hari ini? Sekarang aku memberikan dua pilihan kepadamu. Sekarang pergi dan tinggalkan dia, juga jangan pernah mengganggunya lagi selama sisa hidupmu, maka aku akan berpura-pura hari ini tidak akan pernah terjadi atau, jika kau masih bersikeras mengganggunya, aku akan membuat hari esok bagai neraka bagimu. Kuharap laki-laki pengecut menjijikkan sepertimu paham harus memilih apa. Kau seperti anjing yang terobsesi pada mainannya, Lex. Apa kau tidak malu pada dirimu sendiri?" ucap Gio yang terlihat tidak kesulitan sama sekali mengintimidasi pria yang ada di depannya itu. "Ternyata benar julukan yang kudengar tentangmu selama ini. Kau bom penghancur berjalan yang hanya perlu menemukan lokasi tepat untuk meledak dan setelahnya... boom, semua yang ada di tempat itu akan hancur total tak bersisa. Kau selamat, Em. Berterima kasihlah kepadanya. Berkat dia, aku kehilangan hasratku kepadamu," ucap Alex kemudian memungut kaosnya yang ada di lantai sebelum akhirnya langsung pergi dari sana dengan langkah cepat karena kesal juga marah, mengingat rencananya sudah gagal tadi. "Hei... hei... kau baik-baik saja? Bagaimana bisa gadis kecil sepertimu berakhir dengan pria seperti dia di sini? Ini minumlah dulu," ucap Gio merasa khawatir melihat tubuh wanita itu jatuh luruh ke lantai dan terlihat lemas sekali. "Aku bukan gadis kecil. Aku punya nama. Aku Emily. Terima kasih atas bantuanmu tadi. Aku berhutang banyak kepadamu," ucap Emily setelah minum beberapa teguk air yang berhasil menghilangkan sedikit ketakutannya di sana. "Tidak usah dipikirkan. Ini. Aku kesini karena dompet ini tadi. Saat petugas kebersihan itu membuka dompet yang ditemukannya ini, aku ingat jika kau adalah orang yang sudah membantuku di lift tadi. Sekarang anggap saja kita impas. Dan ya, lain kali berhati-hatilah. Aku tidak tahu bagaimana kau bisa berakhir di sini tapi, dunia ini tidak sebaik yang kau kira, Nona. Banyak orang munafik dan juga jahat di dalamnya. Dan tentang Alex. Jangan khawatir. Dia tidak akan pernah mengganggumu lagi. Kalau begitu aku permisi. Aku harus pergi keluar kota sebentar lagi. Selamat tinggal," ucap Gio setelah menyerahkan dompet milik wanita yang sudah ditolongnya itu, sebelum akhirnya pergi dengan mengajak serta petugas kebersihan bersamanya. Sekarang hanya tinggal Emily sendiri saja di dalam kamar itu dan siapa yang menyangka jika dia menangis di sana. Ya, air mata yang sudah ditahannya sejak tadi akhirnya luruh, membasahi pipinya tanpa bisa dicegahnya lagi. Di tengah acara menangisnya itu, Emily sadar jika dia tidak bisa terus berada di sana. Dia merasa harus pulang secepatnya. Karenanya dengan cepat dia memakai jas yang tadinya hanya menggantung dibahunya itu dan kemudian mengambil tasnya, sebelum akhirnya dia berjalan cepat pergi keluar dari kamar hotel yang hampir saja menjadi tempat pemakamannya hari ini. 'Jika tadi tidak ada satu orang pun yang menyelamatkanku maka, aku sudah pasti akan benar-benar tamat hari ini. Austin. Aku akan memberikan pria kurang ajar itu pelajaran yang akan diingatnya selama sisa hidupnya,' • • • • • "Austin!!!! Austin dimana kau??!!!!" Begitulah teriak Emily saat dia memasuki apartemen tempat tinggal kekasihnya itu yang ternyata Austin sudah pulang dan ada di sana, terbukti dengan pakaiannya yang berserakan di sepanjang jalan dari pintu masuk hingga ruang tamu, yang menandakan jika pria itu mungkin tengah bersama wanita saat ini. "Di sini kau rupanya!!!! Sekarang bangun!!!! Bangun kubilang!!!!" Emily terlihat langsung menyeret Austin yang tadinya tengah dalam posisi menindih seorang wanita di ruang makan dan membawa pria itu keluar dari apartemen. "Pergi kau dari apartemenku ini!!!! Jangan pernah muncul lagi di hadapanku!!!! Dasar tidak tahu diri!!! Kau selama ini menempel padaku seperti parasit dan aku dengan susah payah memenuhi kebutuhan hidupmu tapi ternyata di belakangku kau bermain dengan wanita lain dan juga menggunakanku sebagai bahan taruhan? Lucu sekali?!!!! Sekarang pergi!!!!!" "Tolong tenanglah, Em. Setidaknya dengarkan aku dulu. Ayo kita masuk dan mengobrol sebentar. Biarkan aku memakai pakaianku dulu ya," ucap Austin terlihat ingin kembali masuk tapi, "Pakaian? Sejak kapan kau punya pakaian? Pakaian yang mana? Semua yang ada di dalam apartemen ini bukankah kubeli dengan uangku sendiri, yang berarti semuanya adalah milikku? Kau tidak punya apa-apa sama sekali di sini!!!! Sadarlah!! Aku sudah tidak peduli lagi padamu!!! Minta saja wanita ini untuk membelikanmu pakaian jika dia mau. Sudahlah, aku sudah sangat muak denganmu!!! Pergilah kalian berdua ke neraka!!!!!" Emily langsung menutup pintu apartemennya dengan keras dan setelah berada di dalam, tubuhnya langsung luruh, jatuh terduduk dengan posisinya yang masih bersandar pada pintu di sana. "Kau tahu?!!! Bukan hanya aku yang menjijikkan di sini!! Tapi kau juga!!! Melihatmu memakai jas pria seperti itu, kau tadi habis bermain dengan pria kaya, 'kan? Dasar w************n!!! Aku juga tidak mau berurusan denganmu lagi!!!!" Emily tertawa mendengar itu tapi tidak lama kemudian tawanya berubah menjadi isak tangis pilu yang menyesakkan d**a. Ya, katakanlah dia munafik atau juga berpura-pura polos selama ini dengan beranggapan kekasihnya itu hanya akan setia kepadanya tapi, apa salahnya? Dia hanya berusaha memberikan kepercayaan itu kepada pria yang dicintainya. Dia mengira hubungan keduanya berjalan baik selama ini tapi nyatanya tidak. Sudah berulang kali juga kakaknya memperingatkan tentang Austin selama ini tapi Emily seakan menutup mata dan telinga. Lihatlah akibatnya sekarang. Dia berakhir menjadi pihak yang tersakiti karenanya. 'Aku akan memastikannya enyah dari kehidupanku selamanya. Dia tidak akan berani mendekat padaku lagi. Dia hanya pria bodoh tidak berguna dan bagaimana bisa aku mencintainya??? Ada apa dengan diriku? Bagaimana bisa aku berakhir dengan pria tidak tahu malu dan b******k sepertinya? Lebih baik aku jual saja apartemen ini. Ya. Aku akan membuang semua hal buruk dalam hidupku ini secepat mungkin,' Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN