"MasyaAllah ... Alhamdulillah," ucap Anjani ketika membaca pesan singkat di hapenya. Dia menerima pesan dari hrd bahwa dia diterima bekerja kembali di perusahaan lamanya itu dan pemberitahuan resmi akan dikirim melalui email yang akan dikirimkan nanti siang kepada seluruh pelamar yang diterima. Jani belum bisa menghubungi siapapun, dia terlalu senang.
"Sayang .... mama diterima kerja nih, kamu sama nini di rumah ya, Mama cari uang dulu supaya kamu bisa hidup layak, jadi anak hebat dan membanggakan orangtua, buktikan kepada dunia bahwa kamu layak dianggap ada ya ..." Jani berbicara sambil mengusap pipi chubby Fabian yang kini sedang disusui dan ada di dalam dekapannya. Bayi yang baru saja genap sepuluh bulan yang wajahnya sangat mirip dengan Jani itu tampak sudah pulas walau sesekali dia masih menghisap Asi Jani.
Sepuluh menit berlalu, setelah melihat Fabian tidur ternganga dan membuat sumber Asi-nya terlepas, dengan hati - hati dan gerakan pelan Jani meletakkan Fabian diatas kasur yang memang di letakkan diatas lantai tanpa tempat tidur demi keamanan anaknya. Jani ke kamar mandi untuk berwudhu, lima belas menit yang lalu sudah masuk Dzuhur.
Mama Isti baru saja kembali dari masjid di dekat komplek perumahan tempat mereka tinggal sekarang, tadi ada pengajian menjelang Dzuhur dan sekalian sholat di sana.
"Assalamualaikum," ucap mama Isti ketika baru masuk dari pintu depan yang tertutup tapi tidak terkunci, tidak ada jawaban.
Setelah meletakkan tas pembawa mukenanya, mama Isti melongok ke kamar Jani yang agak terbuka. Ternyata jani sedang sholat dan Fabian tidur. Mama Isti masuk ke kamarnya untuk mengganti gamis dengan daster.
"Mah ..." Suara jani memanggilnya terdengar di telinga mama Isti, lalu membuka pintu kamarnya.
"Kenapa neng?"
"Terimakasih doanya, aku diterima."
"Alhamdulillah," jawab mama Isti dan memeluk anaknya itu, doanya terkabul.
Jakarta satu minggu kemudian....
Setelah menempuh perjalanan tiga jam dari Bandung karena mampir dulu di rest area untuk sholat Ashar, akhirnya Jani dan Dewi tiba di kos - kosan Dewi, Kokom dan Mitri di jalan Pondasi, Kampung Ambon, dekat pulomas jakarta Timur. Tempat kos yang cukup besar ini memiliki dua belas kamar kos, salah satunya dulu kamar kos yang dipakai Jani selama tiga tahun terakhir sebelum dia pindah karena menikah.
Dewi memang mempergunakan satu hari liburnya untuk pulang ke Bandung bertemu keluarganya dan mengantarkan oleh - oleh buat adiknya sekaligus menjemput Jani yang akan pindah ke jakarta. Kamar kos belum ada yang kosong, tapi bulan depan ada yang akan keluar karena pulang ke rumah orang tua, dan itu sudah dipesan Dewi untuk Jani, jadi satu bulan ini Jani akan tinggal bersama Dewi dulu. Untuk p********n sewa, Dewi sudah izin dan deal biaya tambahan dengan ibu kos yang memang juga mengenal jani.
"Baju - baju lo nggak apa - apa kan di koper dulu? Soalnya lemari gue penuh Jan," ucap Dewi ketika mereka baru masuk ke kamar Dewi yang tidak terlalu besar juga, hanya ukuran tiga kali empat meter.
"Iya nggak apa - apa kok, bajunya juga nggak banyak."
"Nanti buat sekolah, lo pake aja baju gue, terserah lo mau pake yang mana. Di lemari gue nggak ada yang judulnya baju kesayangan ... semuanya sama."
"Iya, makasih. Kayaknya baju gue cukup kok buat sebulan sekolah."
"Ada expri siapa lagi yang diterima Jan?"
"Gue cuma ketemu Indri waktu tes itu ... yang lain nggak kenal."
"Si Indri Garut?"
"Iya."
"Lho gue kira dia sudah ke Jepang, bukannya dia nikah sama orang Jepang ya?"
"Udah pisah katanya."
"Oalaahh ... duo jendes ngelamar lagi rupanya, berat saingan perawan kalo begini."
"Yakin banget prewi keneh bu?" Goda Jani mengingat gaya pacaran Dewi dengan Captain Irvan yang sangat berpengalaman.
"Sialan! Pokokna mun acan kawin, tetep we prewi keneh judulna," jawab Dewi sambil tertawa, Jani juga.
'Tok ..tok' terdengar ketukan pintu dari luar.
"Siapa, masuk aja nggak di kunci," jawab Dewi.
Di tempat kos ini tidak mungkin ada laki - laki, bahkan penjaga tidak bisa masuk, hanya di posnya saja untuk membukakan pintu. Pembantu yang mencuci setrika sekaligus bersih - bersih sebanyak tiga orang, semuanya perempuan, tamu laki - laki hanya boleh sampai teras dekat ruang penjaga.
Pintu terbuka dan muncul lah Kokom yang baru pulang terbang karena dia masih memakai seragamnya.
"Janiiii," teriaknya melihat jani sedang duduk diatas karpet bulat pas di depan kopernya.
Mereka berpelukan kegirangan.
"Baru sampe banget Kom?" tanya Jani.
"Iya, gue lihat mobil Dewi sudah ada. Kata Maman, Dewi udah datang bareng Jani .... makanya gue langsung ke sini."
"Pulang terbang dari mana?"
"Dari Denpasar gue ... kapan lo mulai training Jan?"
"Senin lusa gue udah mulai."
"Gue kangen training deh lagi deh, kangen sambel di kosambi," ucap Kokom.
"Pak kembar masih ada nggak ya?"
"Masih ... masih lucu juga Jan. Lo bisa nggak bungkusin gue sambel terasinya?"
"Aya - aya wae, jangan bikin malu gue cuma minta bungkusin sambel terasi," jawab Jani. jadi mereka kalau sedang menjalani pendidikan di training centre di Kosambi, mereka akan disiapkan makan siang secara prasmanan, apapun makanannya selalu di sediakan sambal terasi yang terkenal nikmatnya, dan biasanya akan habis duluan karena banyak penggemarnya. Pak kembar yang ditanyakan Jani tadi itu adalah dua orang OB laki - laki, mereka memang kembar. Orang - orang sampai tidak tahu namanya siapa karena biasa dipanggil pak kembar, dan mereka bertugas di area ruang makan.
"Ke Kosambi naik apa Jan?"
"Berhubung dia nggak punya sim, terpaksa naik kendaraan umum, berangkat abis subuh ya Jan." Dewi yang menjawab pertanyaan Kokom.
"Iya, jam delapan kan udah masuk. Kalau abis subuh berangkat bisa santai."
"Nyambung - nyambung dong?" tanya Kokom lagi.
"Iya, nyambung juga ongkosnya murah kok, TJ kan sekali bayar, lanjut angkot sekali."
"Selamat berjuang Jan ... anggap aja waktu kita initial dulu ya ..."
"Iya ... makasih Kom."
"Fabian aman?"
"Iya, ada tetangga belakang bisa bantuin jagain Fabian dari pagi sampe sore. kalo malam nyokap doang."
"Nggak mau nginap dia?"
"Lihat nanti katanya, suaminya itu kerja di Kalimantan, pulang ke Bandung setahun dua kali, nah sebulan ini suaminya ada di rumah, nanti kalo suaminya udah balik ke sana, dia bisa nginap katanya."
"Oh mudah - mudahan aja deh. Biar tante isti ada temennya."
"Iya ... semoga aja."
*
Owka sedang berada di Hongkong dan akan pulang ke jakarta setelah menginap satu malam. Mereka sudah menunggu di ruang tunggu airport. Pesawat yang akan mereka pakai pulang baru saja mendarat beberapa menit yang lalu dan sedang proses pax disembarking.
"Nggak bisa malam mingguan di Jakarta dong ka, besok terbang ke mana?" tanya Captain Anton.
"Sama aja Capt, malam minggu di mana aja. Aku besok Off, senin jalanin schedule dua hari trus kamis dan Jumat ada training dua hari di Kosambi."
"Berapa orang?"
"Sepuluh."
"Oowh."
Tampak Pilot dan pramugari yang bertugas keluar dari pesawat, Captain Anton pun berjalan ke arah mereka untuk berbicara soal pesawat, hal yang biasa kalo pertukaran crew begini, yang dibicarakan biasanya ada hal yang perlu di perhatikan, atau cuma mau bilang pesawat baik - baik saja.
Setelah pembicaraan singkat itu, mereka menuju ke pesawat dan memulai pekerjaan standard seperti biasa.
Beberapa jam kemudian....
Captain Anton dan seluruh crewnya sudah naik bis silver menuju kantor tempat mobil jemputan sudah menunggu dan siap mengantarkan mereka pulang ke rumah.
"Terimakasih semuanya, " ucap Captain Anton ketika bis mulai jalan dari terminal 3.
"Sama - sama Captain ... mas Owka," sahutan dari pramugari dan pramugara yang duduk di belakang mereka.
Tidak beberapa lama kemudian mereka sudah tiba di kantor dan turun dari bis tanggung itu.
"Ka.." Owka menoleh ketika mendengar Iksan memanggilnya.
"Lha, bukannya lo schedule tiga hari?"
"Gue telat datang, macet total tadi ada kecelakaan di tol, jadi gue nyerep sekarang."
Owka melihat jam di tangannya," Udah mau abis jam nyerep, aman dong lo?"
"Iya aman, belum ada schedule juga buat ganti, status standby besok."
"Siapa yang gantiin lo tadi?"
"Mas Rudi, schedule dia off besok ... jadi gue nggak bisa gantiin juga, nggak mungkin dikasih off juga gue besok, kan gue baru off kemarin.
"Lo besok libur ka?"
"Iya."
"Mas Owka udah mau pulang nggak?" tanya koordinator transportasi.
"Eh iya, sendiri?"
"Nggak, sama pramugari Eva."
"O iya, sebentar ya, saya mau ke dalam sebentar pak."
"Oke."
"Gue ke dalam dulu ngambil titipan buat bokap."
Iksan mengikuti Owka. Suasana Crew room juga mulai sepi karena penerbangan yang berangkat tengah malam juga tidak banyak, yang ramai hanya di lobby depan karena crew yang selesai bertugas mulai berdatangan.
"Titipan apa ka?"
"Nggak tahu bokap, suruh ambil di flops." jawab Owka.
Mereka berdua menuju flops.
"Pak Arsil, ada titipan papa ya?"
Pak Arsil yang sedang menekuni tulisan di depannya mendongak melihat ke Owka," Eh iya, Captain Owie," ucapnya lalu beranjak dan memberikan satu kotak sebesar kotak sepatu. yang terbungkus rapi.
"Dari siapa ini pak?"
"Dari Captain Bono."
"Owh, makasih pak."
"Iya sama - sama."
"Pal Arsil, saya aman nggak nih... sepuluh menit lagi selesai nyerepnya," Iksan sekalian bertanya.
Pak Arsil melihat ke arah jam dan melihat ke monitor PC nya," Tor... Singapore udah boarding?" tanya pak Arsil ke Victor asistennya.
"Udah pushback pak."
"Aman mas Iksan, boleh pulang. Besok standby dua puluh empat jam ya."
"Oke siap, khabarin aja pak tapi jangan kasih schedule panjang, saya kamis ground training."
"Oke."
Mereka pun meninggalkan flops.
"Gue balik duluan ya ... udah di tunggu," ucap Owka sambil menenteng titipan untuk papanya dan koper terbangnya.
"Oke sayang, selamat malam minggu ya."
"Taik lo!" jawab Owka bergidik jijik mendengar ucapan Iksan yang masih diteruskan tawa Iksan yang membuatnya kesal.