Anjani baru selesai melaksanakan shalat subuh, dia sudah mandi dan rapi dengan baju yang akan dipakainya ke Kosambi untuk mengikuti training hari ke empat di sana, masih tersisa tiga mingguan sebelum dia menyelesaikan training.
Dia hanya sendiri di kamar karena Dewi berangkat terbang kemarin dan baru pulang besok sedangkan Kokom Dan Mitri juga sedang terbang.
Setelah melipat mukena dan sajadah, Jani memeriksa kembali isi tasnya apa yang harus dibawa ke Kosambi, setelah dipastikan semua ada pada tempatnya dia mulai mematut diri di depan kaca sekali lagi , hanya dengan polesan ringan dan rambut dikuncir kuda. Nanti setelah sampai di sana dia baru merapikan rambutnya dengan model croissant.
Jani pun keluar dari kamar dan menguncinya dari luar, dia dibuatkan satu kunci cadangan oleh Dewi Jadi mereka memegang kunci satu-satu.
"Berangkat sekarang mbak Jani," sapa penjaga rumah di pos depan.
"Iya mas," jawab Jani keluar dari pagar, si penjaga yang bernama Maman pun menemaninya menunggu angkot yang lewat di depan tempat kost ini.
"Hati-hati mbak," begitu pesan Maman ketika Jani hendak menaiki angkot yang sudah berhenti di depannya.
"Makasih mas," jawab Jani dan angkot yang hanya berisi dua orang itu mulai berjalan pelan.
Jani perlu menaiki satu kali angkot dulu untuk mencapai halte bis Transjakarta. Pukul lima lewat lima belas menit, langit sudah mulai terlihat terang, sudah banyak juga orang yang beraktivitas.
Kegiatan mulai dari Subuh sudah biasa dilakukan Jani sejak dulu, waktu masih aktif menjadi pramugari, dia harus standby untuk jemputan terbang ataupun nyerep mulai dari pukul dua pagi hingga pukul dua puluh empat dini hari, bedanya kalau tugas terbang mereka akan di fasilitasi dengan mobil jemputan sedangkan kalau sedang tugas belajar seperti ini mereka datang sendiri ke tempat training Centre.
Jani turun dari angkot dan menaiki jembatan untuk menuju halte Bis Transjakarta.
Naik bis Transjakarta lumayan menghemat ongkos karena sebelum jam enam pagi ongkosnya hanya dua ribu rupiah saja dan sudah bisa mengatasi tiga perempat perjalanan Jani ke Kosambi. Waktu tempuh ke sana memakan waktu dua jam kurang lima belas menit, itu berarti pukul tujuh Jani sudah tiba di Kosambi, masih satu jam lebih awal dari waktu masuk kelas.
Jani melewati lobby untuk masuk ke toilet, dia perlu memperbaiki riasan wajahnya dan tatanan rambutnya, menjadi pramugari di tuntut penampilan yang sempurna, untuk pramugari baru akan ada kelas khusus untuk menata wajah dan menata rambut, tapi untuk expri seperti Jani, mereka hanya mengulang soal Safety penerbangan yang sudah pernah dipelajari dulu, dan kegiatan mock up di ruang khusus. jadi tidak ada lagi kelas tata rias.
Setengah jam kemudian Jani keluar dari toilet dan mencari tempat favoritnya untuk duduk sambil sarapan roti yang dibawanya dari tempat kos dan videocall dengan mamanya dan Fabian.
"Assalamualaikum ma.."
"Waalaikumsalam Neng...."
"Lagi ngapain itu?" tanya Jani yang melihat anaknya sedang dipakaikan baju.
"Ini habis makan cemong - cemong jadi Mama mandikan lagi barusan," jawab mama Isti.
Jani tertawa melihat anaknya yang sedang di pakaikan baju, sementara ponsel diletakkan di holder hp.
"Itu mamah, aa' lagi lihatin tuh ... cepet pake baju nya yuk... Lihat ma...aa' pinter pake bajunya sama enin, udah wangi lho... tambah ganteng kan? Mamanya aja cantik, anaknya harus ganteng doong." Mama Isti mengoceh sendiri sampai - sampai Jani tertawa mendengarnya
Fabian sudah dibiasakan mandi setelah Subuh , biasanya sekitar jam setengah enam sebelum dibawa makan keluar sambil berjemur di halaman belakang rumah kontrakan mereka.
"Udah sarapan neng?"
"Ini baru mau di sambi," jawab Jani sambil menunjukkan roti isi coklat yang belum dibuka plastiknya.
"Roti terus tiap pagi, mana kenyang neng."
"Kenyang ma, nanti ada coffee break juga .... makan kue kecil," jawab Jani. Demi menghemat, jani memang hanya sarapan roti yang disiapkan Dewi di kamar, sebenarnya ada telur juga tapi dia malas harus ke dapur hanya untuk memasak telur pagi - pagi sekali, untuk simpelnya pilihannya cuma roti.
"Kamu masih mompa neng?"
"Masih mah, tapi sebelum subuh sama pulang nanti, masih lumayan dapatnya, persediaan masih banyak?"
"Alhamdulillah banyak, cukup sampai kamu pulang nanti, jadi pulang Sabtu?"
"Rencana abis kelas Jumat aku mau langsung pulang mah, tapi kan nggak mungkin aku bawa Asi itu ke kosambi dari pagi. Jadi aku pulang dulu, semoga bisa cepat sampai kos - kosan, terus langsung cari bis pulang, paling maleman sampe Bandung."
"Mending Sabtu abis subuh aja neng, bahaya ah malam - malam."
"Hmmm ... ya lihat nanti deh mah."
"Ya sudah, sarapan dulu ... sebentar lagi masuk kelas kan?"
"Iya mah .... Bian .... mama sekolah dulu yaaa..."
"Sekolah yang pinter ya maa, aa' mau main sama enin dulu."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Jani memasukkan hape ke dalam tote bag- nya, lalu memulai sarapannya. Masih lima belas menit lagi kelas akan dimulai, tapi Jani masih duduk di tempatnya dari tadi, roti sudah habis, air mineralnya sudah tinggal setengah.
"Ikutan mbak," Jani menoleh asal suara, ternyata Antoni bersama Rusti calon pramugara dan pramugari baru, mereka sudah sekolah duluan dari minggu lalu tapi mereka menjalani pendidikan lebih lama dari Jani yaitu tiga bulan.
"O iya ... silahkan," jawab Jani.
Antoni dan Rusti biasanya ke tempat ini hanya untuk merokok, karena satu - satunya tempat terbuka yang ada bangkunya hanya di sini.
"Mbak Jani tinggal tiga minggu lagi sekolahnya, kita masih lanjut nih," ucap Antoni membuka pembicaraan.
Jani tersenyum," Ya nanti insyaAllah kita ketemu juga di pesawat."
"Mbak, senior itu galak ya kalo lagi terbang?"
"Kata siapa? Nggak kok."
"Mbak Jani mah enak, udah tahu medan perang ... jangan - jangan senior sekarang temen mbak Jani semua," ucap Rusti.
"Saya sudah pernah merasakan jadi senior, saya nggak akan marah kalo juniornya pada pinter, ya pinter safety-nya atau pinter serving-nya, apa ada alasan buat marah?"
"Tapi kan trainee pasti gugup mbak."
" Ya kan diarahkan supaya nggak gugup. Paling penerbangan pertama aja agak grogi, selanjutnya pasti udah pada pinter, kan pesawatnya sama jenisnya, paling ngadepin senior dan penumpang aja yang beda."
"Terbangnya nggak nge fix ya crew-nya mbak?"
"Nggak, tuker terus."
"Walau trainee mbak?"
"Iya, nggak akan nge-fix, kecuali kayak saya nih, nanti setelah dua belas kali terbang akan di cek instruktur, kalo lulus baru di release terbang sendiri lepas dari uji coba."
"Duh jadi nggak sabar, tapi kok deg - deg an juga," Rusti menggalau.
"Santai aja, kalian pasti akan menikmati pekerjaan ini. Eh udah tinggal lima menit lagi, saya duluan ya," pamit Jani setelah melihat jam tangannya.
"Kita juga mbak," Mereka berdua mematikan rokok dan membuang puntungnya, lalu mengikuti Jani .... Kelas mereka berbeda tapi satu arah.
*
Owka dan Iksan pergi bersama. Jam setengah tujuh Iksan sudah tiba di rumah Owka untuk menitipkan mobilnya. Dari rumah orang tua Iksan di Tebet tidak terlalu jauh ke Kebayoran. Mereka memang sudah janjian dari tadi malam untuk pergi bersama. Kosambi itu tidak dekat, lumayan bengong juga kalau pergi sendirian.
"Iksan ikut sarapan dulu yuk," ajak mama Priska yang melihat Iksan duduk sendirian di ruang tengah sambil menunggu Owka yang belum turun dari kamarnya di lantai dua.
"Sudah sarapan di rumah tante, makasih."
"Kan lagi juga nggak apa - apa.."
"Kalo kebanyakan makan ntar bengong di kelas tante."
Mama Priska tertawa.
"Bukan bengong, tapi memang bego aja," sahut Owka yang tahu - tahu sudah ada di anak tangga terakhir.
"Kamu tuh a'," Mama Priska tidak tega mendengar Iksan selalu di bully anaknya itu, padahal Iksan itu baik.
Owka melihat jam tangannya, sudah pukul tujuh kurang seperempat.
"Aku jalan dulu ya ma."
"Eh makan dulu a'."
Owka mengambil gelas yang berisi air putih dan menghabiskannya.
"Nggak usah deh ma, nggak sempet."
"Ckk .... makan di mobil aja, masa nggak makan ntar malah sakit maag, jangan kebiasaan melewatkan sarapan ... makanya turun lebih cepat supaya nggak buru - buru kayak gini," omel Priska sambil mengambilkan sandwich yang sudah dibuatnya tadi.
Owka tidak bisa membantah lagi kalau mamanya sudah mengomel begini, dari pada ada apa - apa di jalan lebih baik dia nurut.
"Lo nyetir," Perintah Owka ke Iksan.
"Apa kata aa' aja deh gue nurut," jawab Iksan dan membuat Owka meliriknya tajam.
Iksan ini memang menyebalkan, dia suka menggoda Owka, dia menganggap kalau Owka sudah marah itu berarti prestasi.
"Aku pergi ma," ucap Owka sambil mencium pipi mamanya dan menerima bekal sandwich-nya.
"Pamit tante," ucap Iksan.
"O iya Iksan, makasih ya udah nyetirin aa'."
"Iya tante, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Perjalanan ke Kosambi tidak terlalu macet karena memang berlawanan arah dengan orang ke kantor, kurang dari satu jam mereka sudah sampai di Kosambi.
"Masih lima belas menit Ka, nunggu di mobil aja deh, males gue buru - buru, paling si bule juga nggak on time kan?"
"Ya tapi nggak mepet juga chuyy."
"Kagak laaah, lima meniiit."
Owka mengalah, mungkin Iksan pegal juga menyetir sejauh itu. Mereka menunggu di mobil sambil mendengarkan radio.
"Udah yuk ah... siapa tahu masuk duluan bisa nyari tempat duduk enakan," ajak Owka.
"Yuk," Iksan mematikan mesin mobil BMW Owka dan keluar dari mobil.
Kedua co pilot itu masuk melalui lobby ruang training centre.
"Ruang A empat katanya Ka, yang sebelah kiri bukan ya?" tanya Iksan tapi tidak mendapat tanggapan dari Owka.
Owka masih berjalan di sebelah Iksan, matanya kini tertuju ke arah lain dan sepertinya pikiran dan pendengarannya juga tertuju ke arah matanya memandang, yang jelas bukan ke Iksan makanya pertanyaan Iksan tak ditanggapinya.
Iksan yang penasaran dengan Owka, ikut melihat arah mata Owka. Ternyata ada cewek cantik yang sedang berjalan dengan dua orang lain di belakangnya.
Wanita yang dilihat Owka itu masuk ke dalam ruangan yang pastinya juga ruang kelas training. Iksan memperhatikan dengan seksama, sepertinya dia pernah melihat wanita itu.
"Udah masuk orangnya," sindir Iksan.
Owka melihat ke arah Iksan," Siapa?"
"Itu cewek yang lo lihat tadi."
"Owh," jawab Owka yang terus berjalan meninggalkan Iksan menuju kelas mereka.
"Kayaknya gue pernah lihat itu cewek Ka."
Owka berhenti dan menileh ke Iksan,"Di mana?"