Raellyn menyesap anggur miliknya, tentu saja dengan kedua mata yang tetap berstagnasi menatap Arnav lekat-lekat. “Tidak, aku belum pernah menikah sebelumnya sedangkan kau sudah. Tapi, aku belajar satu hal tentang sebuah pernikahan dari mendiang orangtuaku, juga dari paman dan bibiku. Jika ingin menjalani sebuah ikatan yang menguntungkan aku lebih memilih hubungan yang berdasarkan ketulusan dan saling menghormati. Karena itu kita harus belajar untuk membicarakan semua hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan. Intinya aku ingin kita terbuka satu sama lain. Sama halnya dengan alasan yang mendasari kepercayaanmu bahwa sebaik-baiknya tidak ada pintu tertutup diantara kamar tidur kita yang semestinya terpisah sejak awal.” Arnav mengulas senyumanya, mencerna apa yang Raellyn katakan denga