Selalu Di Sini

1217 Kata
Arga berjalan buru-buru, sambil mata masih fokus ke ponsel, mengecek satu-satu chat yang masuk. Salah satunya juga dari Ananta. Sampai di dekat tangga, Arga memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, kemudian berjalan rusuh menuruni tangga. Dilihatnya sekilas Bambam dan Yugi yang tidur sambil pelukan. Lalu, ketika sampai di ruang tamu, langkah Arga terhenti. "Malah tidur si bocah." Arga berjalan mendekati Ananta. Arga menekuk lututnya dan memperhatikan Ananta yang tidur pulas bahkan hingga dengkuran halus terdengar. Diam-diam Arga tersenyum. Sepertinya Ananta benar-benar kelelahan. Lama, yang Arga lakukan hanya diam sambil memperhatikan Ananta lekat-lekat. Sampai ketika Ananta menggeliat dengan lenguhan pelannya, Arga sadar bahwa niatnya turun tadi adalah untuk keluar menemui Una. Namun sebelumnya tentu saja, Arga harus mengantar Ananta pulang dulu. Bagaimana pun, Ananta tetap prioritasnya. Pelan-pelan, Arga meraih tangan Ananta, mendudukkan cewek itu dan mengalungkan lengan ke lehernya. Setelah posisinya pas, Arga berdiri, menggendong Ananta yang terlelap pulas di punggungnya. "Jangan ngiler, ya, lo." Arga terkekeh sendiri, sadar Ananta tidak akan mendengar. Suasana malam begitu tenang, beserta angin yang mendayu-dayu. Arga berjalan, tidak terlalu cepat, seolah menikmati waktu yang dilaluinya dengan Ananta. Sesekali Arga menoleh, memastikan bahwa Ananta masih tertidur nyenyak. Sampai di kamar Ananta, Arga menidurkan gadis itu di ranjangnya. Sangat pelan, Arga menaikkan selimut sampai ke d**a Ananta. Setelahnya, Arga terdiam lagi. Duduk di tepi ranjang, dengan mata hanya terfokus ke wajah Ananta yang damai dalam lelapnya. Arga senyum, mendekat untuk mengecup kening Ananta sebentar. "Gue pergi sebentar, ya. Jangan bangun sebelum gue atau Jefri pulang," ujar Arga pelan. Setengah hati Arga merasa enggan untuk pergi. Tapi ia juga tidak bisa untuk tinggal, Una sedang membutuhkannya. *** Arga menghentikan mobil di depan kostan Una, kemudian turun sambil menenteng kantung keresek yang berisi martabak pisang kesukaan Una. Tanpa ketuk pintu, Arga langsung masuk ke dalam kostan, dan dikagetkan oleh penampakan manusia ganteng yang sedang memakai sepatu. "Asjdjdkb, ngangetin bae lo, sat!" Yang dimaki menoleh, kemudian nyengir kotak. "Napa kaget? Mikirnya anak-anak kost udah tidur, ya?" Cowok itu menatap Arga usil. "Mau naena ya lo ya?" "Sinting. Lo, tuh, yang udah naena!" Arga menggerutu, jalan melewati orang itu. "Halah, t*i. Awas positif, Ga, nanti!" "Genta b*****t!" desis Arga, melototin Genta, sepupu sekaligus pacar dari Salma. Genta cuma tertawa, memeletkan lidah dan keluar secepat kilat begitu Arga sudah aba-aba akan melemparnya dengan sepatu. "Na!" Arga mengetuk pintu tiga kali, kemudian membuka pintunya. Dilihatnya Una sedang rebahan di ranjang dengan muka pucat yang membuat Arga khawatir. "Ga," lirih Una begitu membuka mata. Arga menghampiri Una, duduk di sudut ranjang dan mengecek suhu badan Una dengan cara menempelkan telapak tangannya di dahi Una. Panas. "Kenapa baru bilang kalau kamu sakit?" tanya Arga sedikit kesal. Una bangun dengan susah payah dan bibir pucatnya tersenyum kecil. "Tadinya gak mau repotin kamu," balasnya sedikit serak. "Kebiasaan kamu, tuh. Udah aku bilang aku gak ngerasa direpotin sama sekali," gerutu Arga, sambil mulai membuka kantung keresek dan mengeluarkan kotak martabaknya. "Udah minum obat?" Arga tanya. Una cuma ngangguk. "Ya udah, setelah makan martabaknya, kamu tidur. Aku jagain." Una lagi-lagi tersenyum. "Makasih ya, Ga. Dan maaf...," Cewek bernama lengkap Syaluna Kalandra itu bergumam pelan. "Makan!" Arga menyumpal mulut Una dengan martabak sebelum dia mengatakan hal-hal yang tidak ia sukai. "Aku bosen denger kata-kata itu terus yang kamu omongin." Una merengut sebentar. Tapi kemudian memakan martabak di mulutnya hingga habis. "Kenyang?" tanya Arga setelah Una menghabiskan hampir semua martabak yang ia bawa. Una menyengir lebar. Menatap Arga dengan binar ceria yang beberapa waktu ke belakang seolah lenyap. "Sekarang tidur. Jangan kecapean." Arga menepuk-nepuk bantal Una, isyarat agar cewek itu berbaring di sana. Una menurut. Merebahkan tubuhnya di ranjang sambil menatap Arga yang juga menatapnya. "Aku mau kerjain tugas. Janji gak bakal berisik," ujar Arga kemudian. Dikeluarkannya laptop dan beberapa buku yang kebetulan ia bawa di dalam tas ranselnya. Duduk di teras beralaskan karpet tebal dan memangku laptopnya sambil bersandar ke ranjang yang ditiduri Una. Cukup lama Arga terfokus, sampai tidak sadar jika ternyata waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi. Arga meregangkan otot-ototnya, melirik ke belakang dan tersenyum karena Una sudah tidur dengan nyenyak. Kemudian ia menatap ponselnya yang tergeletak di depan. Arga berpikir, apa Jefri udah pulang? Apa Ananta tidur nyenyak? Entahlah. Arga sangat lelah. Semua pekerjaannya beres. Ia akan istirahat sebelum... Ponselnya berbunyi. Padahal baru saja Arga berniat tidur. "Ta? Kenapa?" ujar Arga begitu mengangkat telepon dari Ananta. "Barusan ada yang masuk rumah, Ga. Gak tahu siapa. Kak Jefri gak ada. Gue takut, Ga. Gue takut...." Tanpa pikir panjang, Arga berdiri. Membawa ranselnya dan pergi setelah memastikan Una baik-baik saja. Ananta pasti ketakutan. Tunggu gue, Ta. Maaf. *** Arga berlari secepat mungkin ketika sampai di depan rumah Ananta. Ia panik bukan main saat dilihatnya beberapa tetes darah yang masih basah berceceran di teras. Ia takut Ananta kenapa-kenapa, ia takut Ananta terluka. "Ananta!" Arga menghampiri Ananta yang terduduk di teras, memeluk lututnya sendiri di sisi ranjang. "Lo gak apa-apa? Lo gak luka?" cerca Arga panik. "Ga!" Segera, Ananta berhambur ke pelukan Arga, tidak menghiraukan pertanyaannya dan menangis keras di sana. Arga mengusap punggung Ananta, menenangkannya seraya mata memperhatikan keseluruhan tubuh Ananta yang bisa ia jangkau. Lantas bernapas lega saat tahu Ananta tidak apa-apa. "Gak apa-apa. Gue di sini, Ta." "Gue takut, Ga. Dia masuk kamar gue, terus... gue-- hiks." Ananta tersekat tangisnya sehingga tak bisa melanjutkan. "Tenangin dulu diri lo. Gue tahu lo shock berat." Arga kembali mengusap punggung Ananta, sesekali menepuknya, memberi kekuatan pada perempuan yang tengah menangis di pelukannya. Pelan-pelan Arga membawa Ananta berdiri, menaikkan tubuhnya ke atas ranjang tanpa melepas pelukan. Ananta benar-benar ketakutan sampai tubuhnya bergetar hebat. "Ga," lirih Ananta saat Arga hendak turun dari ranjang. "Gue mau ambil air dulu buat lo." Arga menatap teduh. Ananta menggeleng lemah. Kentara sekali kalau dia takut ditinggal Arga. "Gak. Gue takut." Ananta sesenggukkan. Arga mengembuskan napas panjangnya, kemudian kembali naik ke atas ranjang, berbaring setengah duduk. Ia tersenyum tipis saat Ananta memeluk perutnya layaknya anak kecil. Hatinya hangat sekaligus tercubit. Ananta sepwrti ini karenanya. Kalau saja Arga tidak meninggalkan Ananta sendiri. Kalau saja Arga menunggu Jefri pulang, mungkin Ananta tidak akan seperti ini. "Kalau gitu lo tidur. Gue janji bakalan nemenin lo." Arga nepuk-nepuk kepala Ananta yang berpeluh. "Gak. Gue takut lo pergi kalau gue tidur. Gue takut sendirian. Gue takut orang tadi datang lagi. Gue takut—" "Gue bilang gue bakal di sini. Gue gak bakalan ninggalin lo. Kalau ada orang yang nyakitin lo, ganggu lo, gue orang yang akan maju paling depan." Ananta diam mendengar rentetan kalimat yang keluar dari mulut Arga. Sedikit demi sedikit, ketakutannya berkurang. Tapi tetap, hatinya masih waswas. Dia ketakutan setengah mati ketika terbangun tadi dan ada orang asing di kamarnya. Bukan apa-apa, Ananta memiliki trauma buruk yang menimpanya waktu kecil. Sehingga kejadian seperti ini sangat rentan untuknya. "Janji, ya, Ga. Janji sama gue lo gak bakalan ninggalin gue?" "Gue janji. Gue bakal di sini nemenin lo." Mendengar jawaban Arga, Ananta dengan segera membenamkan kepala di d**a Arga, mencari kenyamanan untuk terlelap di sana. Ananta tidak risih, sebab mereka sudah biasa sama-sama sejak kecil. Baginya, Arga bukan orang asing. Dia adalah kakak yang selalu melindunginya dalam keadaan apa pun. Bagi Ananta, Arga adalah kakak keduanya setelah Jefri. Kakak yang akan selalu dia panggil saat ia butuh. "Tidur yang nyenyak dan singkirin semua mimpi buruk lo. Gue di sini, akan selalu di sini buat lo," bisik Arga pelan. ***

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN