Penasaran

2483 Kata
    Suasana mansion keluarga Duke Baxter tampak semakin membaik dari hari ke hari. Semenjak sang nyonya Duchess terbangun dari tidur panjangnya, para pelayan dan penghuni mansion lainnya memang merasakan suasana hati yang baik. Bahkan mereka sadar, meskipun sang tuan tidak menunjukkan secara terang-terangan, Duke Baxter tentu saja merasa senang karena istrinya sudah terbangun setelah empat bulan hanya terbaring di atas ranjang. Semua pelayan tentu saja merasa maklum dengan sikap Duke tersebut, mereka yang sudah melayani sejak sang Duke masih kecil, tentu mengenal dengan jelas bagaimana karakter tuan mereka itu.     Namun, mereka tidak mempermasalahkan hal itu. Kini, semua orang hanya fokus untuk merawat nyonya mereka yang sudah dikabarkan mengalami hilang ingatan yang membuatnya melupakan semua kenangan selama dirinya tinggal di kediaman Duke Baxter. Karena itulah, semua orang bekerja keras untuk membuat Jolicia nyaman. Saat waktu makan seperti saat ini tiba, para staf dapur bekerja keras untuk menyajikan menu kesukaan Jolicia. Mereka memastikan jika rasa setiap makanan tersebut sempurna hingga mungkin bisa sedikit membuat Jolicia mengingat kenangan yang telah ia lupakan.     Sayangnya, pagi ini Jolicia tampak tidak memiliki nafsu makan. Kini, Jolicia yang duduk di kursi yang berada di samping kepala meja, tampak hanya mengaduk-aduk sup jagung salmon yang menjadi salah satu menu kesukaannya. Tentu saja, hal itu juga tidak luput dari perhatian Darrance yang duduk di kepala meja. Darrance bisa menebak apa yang tengah mengganggu Jolicia hingga membuat Jolicia mengabaikan makanan kesukaannya yang tampak tersaji lezat di hadapannya. Darrance mengambil sendok untuk makanan penutup dan mengetuk gelas minumannya dengan pelan, tetapi sudah cukup untuk menyadarkan Jolicia dari dunianya sendiri.     Jolicia menunduk menyembunyikan pipinya yang memerah. Tentu saja dirinya merasa malu karena ditegur dengan lembut oleh Darrance seperti itu. Jolicia berdehem pelan, sebelum berkata, “Maafkan tindakan tidak sopan saya, Tuan.” Tentu saja Jolicia sadar jika tindakannya yang melamun saat acara sarapan, adalah tindakan yang sangat tidak sopan.     Darrance tidak menjawab, dan memilih untuk memberikan isyarat pada Freya untuk mengganti makanan Jolicia dengan makanan yang masih hangat. Setelah Freya membawa piring tersebut, Darrance kembali menatap Jolicia. “Aku tau ada banyak hal yang kau pikirkan dan mengganggumu, tapi kau juga harus ingat, jika kau perlu makan tepat waktu dan benar. Kau harus ingat, kini kau tidak hanya harus memikirkan dirimu sendiri, tetapi juga harus memikirkan kondisi janin dalam kandunganmu,” ucap Darrance membuat Jolicia semakin merasa bersalah.     Tentu saja Jolicia sama sekali tidak melupakan fakta jika dirinya tengah mengandung. Bahkan, yang membuat Jolicia merasa ling-lung dan malah sering melamun, adalah hal tersebut. Jolicia memang tidak bisa memungkiri jika semua terlalu mengejutkan baginya. Masih belum cukup dengan fakta jika Darrance adalah suaminya, kini Jolicia kembali semakin dikejutkan dengan fakta jika dirinya sedang dalam kondisi mengandung. Dalam beberapa waktu, Jolicia bahkan berpikir jika semua ini hanya lelucon. Mungkin ini hanyalah sebuah tipuan yang menjebaknya, tetapi melihat semua orang yang memperlakukannya dengan sangat baik, dan bagaimana Darrance yang tidak main-main mengatakan semua fakta itu, tentu Jolicia merasa ragu jika semua ini hanya lelucon semata.     Freya datang dan menyajikan sup hangat sebagai pengganti sup yang sudah dingin tadi. Setelah meletakkan mangkuk tersebut, Freya mundur dan berdiri bersama Louis dan pelayan yang lainnya. Darrance pun berkata, “Makanlah. Setelah kau menghabiskan makananmu, kita akan membicarakan pembicaraan kita tadi malam. Tapi, jika kau tidak makan dengan benar, jangan harap akan ada pembicaraan yang kau harapkan itu.”     Didorong dengan apa yang dikatakan oleh Darrance, Jolicia sama sekali tidak membuang waktu untuk segera melahap makanannya. Jolicia sendiri merasa perutnya yang semula mual mulai membaik saat hangatnya sup membasuh perutnya. Raut Jolicia yang membaik tentu saja tidak luput dari perhatian Darrance, sementara Jolicia sibuk dengan sarapannya, saat itulah Darrance memberikan isyarat pada Louis yang tak lain adalah ajudan setianya. Louis mengangguk dan segera undur diri secara diam-diam dari ruangan tersebut untuk melaksanakan yang sudah diperintahkan oleh Darrance.     Setelah itu, Darrance kembali menatap Jolicia yang sudah selesai dengan sup hangatnya. Karena Darrance tahu jika Jolicia tidak terbiasa makan-makanan berat saat sarapan, Darrance segera meminta Freya dan pelayan yang lainnya untuk menyajikan makanan penutup. Freya pun kembali dengan piring makanan penutup berupa pudding cantik yang menggiurkan dan potongan buah segar yang siap untuk disantap. Jolicia sama sekali tidak membuang waktu untuk menyicipi pudding yang sudah melambai-lambai untuk segera disantap. Tentu saja, semua orang menatap wajah Jolicia untuk melihat reaksinya. Saat melihat Jolicia yang tampak senang, semua orang bisa bernapas lega.     Darrance sendiri tidak absen dalam kegiatan untuk mengamati istrinya. Darrance kembali meletakkan sendoknya dan memilih untuk mendorong piring makanan penutupnya pada Jolicia. Tentu saja Jolicia mengangkat pandangannya dan menatap netra biru gelap milik Darrance. Mengerti jika Jolicia tidak mengerti dengan apa yang ia inginkan, maka Darrance pun berkata, “Makanlah. Aku tidak ingin memakan itu.”     Jolicia menatap piring makanan penutup tersebut. Ia menggigit bibir bawahnya. Sangat tidak sopan rasanya jika memakan makanan  milik orang lain, terutama jika orang tersebut tak lain adalah seseorang yang berstatus tinggi seperti Darrance. Namun, Jolicia sama sekali tidak bisa mengabaikan pudding di piring Darrance. Entah kenapa, Jolicia melihat jika pudding itu tampak lebih lezat dari pudding miliknya. Setelah menimbang beberapa waktu, saat itulah Jolicia mengulurkan tangannya dan mengambil piring pudding yang sudah diberikan oleh Darrance.     “Karena membuang makanan itu tidak baik, maka saya akan memakannya,” ucap Jolicia mati-matian untuk tidak menunjukkan rasa senangnya karena mendapatkan jatah makanan penutup tambahan. Sayangnya, Jolicia sama sekali tidak sadar, jika binar pada wajah dan netranya sudah lebih cukup untuk menunjukkan jika dirinya saat ini sangat senang. Para pelayan yang melihatnya, bahkan tidak bisa menahan senyum mereka. Meskipun mereka tahu jika Jolici tengah mengalami lupa ingatan, tetapi Jolicia sama sekali tidak berubah. Jolicia masih seperti dulu. Ya, masih.     Namun, bukan hanya para pelayan saja yang merasakan hal itu. Darrance yang masih belum beranjak dari kegiatannya mengamati Jolicia, kini bersandar dengan nyaman sebelum menumpukan dagunya pada salah satu tangannya yang telah bertumpu pada pegangan kursi yang mewah. Netra biru gelapnya tampak memantulkan sosok Jolicia yang tampak begitu cantik pagi ini. Jolicia menggunakan gaun rumahan sederhana yang memeluk tubuhnya dengan pas. Jolicia membiarkan rambutnya terurai begitu saja dan membuat semua orang bisa melihat helaian rambut cokelat keemasannya dengan leluasa.     Kesan sederhana yang melekat pada Jolicia, sama sekali tidak membuat Jolicia tampak buruk. Malahan, Jolicia tampak begitu manis dan anggun dengan gayanya itu. Ya, Jolicia memang tidak berubah. Sejak Darrance melihat Jolicia pertama kali di sebuah desa, hingga saat ini, Jolicia memang belum berubah, dan Darrance yakin jika ia tidak akan berubah. Darrance lebih dari yakin mengenai hal itu. Darrance menarik sudut bibirnya beberapa mili. Hal itu terjadi saat melihat Jolicia yang tersenyum hingga kedua matanya menyipit lembut. “Kau masih sama seperti dulu,” bisik Darrance sangat pelan, hingga semut pun tidak akan bisa mendengarnya.       **           Seperti yang dijanjikan oleh Darrance sebelumnya, setelah acara sarapan selesai, Darrance pun membawa Jolicia ke dalam ruang kerjanya. Jolicia sendiri mengedarkan pandangannya saat dirinya sudah duduk di sofa ruang kerja Darrance. Kali ini, Jolicia semakin sadar bahwa Darrance sangat menyukai warna gelap. Entah dari kamar, ruang kerja, bahkan hampir setiap sudut mansion keluarga Duke Baxter memang bernuansa merah dan biru gelap. Nuansa yang selalu saja dengan mudah membuat Jolicia mengingat Darrance yang memiliki netra biru gelap yang misterius.     Meskipun ini kali pertama Jolicia memasuki ruang kerja Darrance setelah Jolicia terbangun dari koma, Jolicia menyadari jika ada hal dalam dirinya yang merasa sangat familier dengan ruangan ini. Apa mungkin, sebelumnya dirinya lupa ingatan dirinya memang sering mengunjungi ruang kerja Darrance ini? Jolicia menarik pandangannya dan menatap kedua tangannya yang berada di atas pangkuannya. Sepertinya ia memang melupakan banyak hal penting. Sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Jolicia bisa melupakan banyak hal seperti ini?     Di tengah kebingungan Jolicia tersebut, Darrance pun menyadarkan Jolicia. Kini Jolicia mengangkat pandangannya dan menatap Darrance. Jolicia terkejut saat melihat jika di sana selain ada Freya, ada pula Louis dan Chaiden di sana. Jolicia mengernyitkan keningnya. Apa dirinya sudah melamun terlalu lama, hingga tidak menyadari kehadiran Louis dan Chaiden? Jolicia menahan diri untuk menghela napas. Dirinya terlalu banyak memiliki masalah yang mengganggu pikirannya. Freya menyajikan teh hangat untuk tuan dan nyonya yang sangat ia hormat itu, sebelum kembali ke tempatnya.     Setelah itu, barulah Darrance membuka pembicaraan. “Jadi, apa saja yang ingin kau ketahaui?” tanya Darrance pada Jolicia. Netra birunya yang sedalam lautan tampak menatap Jolicia dengan lekat. Tentu saja hal itu membuat Jolicia mati gaya. Namun, Jolicia sadar jika dirinya tidak boleh teralihkan. Ada hal yang lebih penting yang harus ia pikirkan dan bicarakan saat ini.     Jolicia mengatur napasnya lebih dulu sebelum menjawab, “Saya hanya ingin mengetahui apa yang sudah saya lupakan. Dimulai kebenaran dari status saya yang menjadi seorang Duchess, hingga saya yang Anda sebut sedang mengandung. Saya ingin bukti, bukan hanya penjelasan secara verbal saja.” Ya, Jolicia ingin kejelasan yang bukan hanya berasal dari penjelasan verbal saja. Jolicia ingin lebih dari hal itu. Jolicia ingin bukti nyata yang memang tidak bisa ditepis oleh kemungkingan-kemungkinan yang lain.     Darrance mengangguk. Iya memang sudah memperkirakan apa yang ingin dibicarakan oleh Jolicia. Darrance pun memberikan isyarat pada Louis. Tentu saja Luois yang selalu memasang senyum ramahnya, segera beranjak dan memberikan sebuah amplop cokelat berukuran sedang pada Darrance. Jolicia menatap Chaiden yang mendekat padanya dan berlutut di dekat kakinya. Chaiden memberikan hormat sebelum berkata, “Nyonya, saya meminta izin untuk memeriksa nadi Nyonya lebih dulu. Saya harus memeriksanya sebelum menjelaskan kondisi Nyonya.”     Jolicia tidak berkomentar dan meletakkan tangannya di atas pegangan sofa dan membiarkan Chaiden memeriksanya. Seperti biasa, Chaiden meletakkan sebuah sapu tangan lembut yang terbuat dari sutra di pergelangan tangan Jolicia, sebelum memeriksa denyut nadi Jolicia. Ini adalah salah satu hukum yang harus dipatuhi oleh para bawahan. Tidak boleh menyentuh seorang nyonya bangsawan secara langsung, jika tidak dalam kondisi yang sangat genting dan berkepentingan. Karena Chaiden seorang bangsawan dan menjadi bawahan Darrance, Chaiden tentu saja harus mematuhi peraturan tersebut.     Namun, Jolicia mengernyitkan keningnya dalam. Ia tidak mengerti dengan Chaiden yang menghamparkan sapu tangan sebelum memeriksa denyut nadinya. Karena Jolicia tahu, jika Chaiden memang berkepentingan dan harus menyentuh kulit pergelangan tangannya untuk memeriksa kondisinya. Seharusnya, Chaiden tidak perlu bertindak seperti ini. Toh, dirinya hanya mengerjakan tugasnya sebagai seorang dokter. Hanya saja, Jolicia tidak tahu, jika Chaiden meletakkan tangannya dengan biasanya seperti selayaknya dokter yang memeriksa pasiennya, sudah dipastikan jika pedang Darrance ke luar saat itu juga dari sarungnya.     Darrance segera berdehem setelah melihat Chaiden menyelesaikan tugasnya memeriksa kesehatan Jolicia. Chaiden tentu saja mengerti dan segera menjauh dari sana. Jolicia menatap Darrance yang kini menatapnya dengan lekat. “Jadi, apa yang bisa kau jelaskan, Chaiden?” tanya Darrance.     “Kondisi kesehatan Nyonya sudah sangat stabil. Meskipun begitu, Nyonya harus tetap mengikuti pelatihan untuk memperbaiki otot tubuh Nyonya dengan anak didik saya. Selain itu, Nyonya juga harus memperhatikan menu dan porsi makan Nyonya, karena kini ada satu nyawa lagi yang perlu Nyonya perhatikan,” jawab Chaiden lancar.     Jolicia bukan orang bodoh. Dengan semua perkataan Chaiden tersebut, tentu saja Jolicia bisa menyimpulkan jika dirinya memang tengah mengandung. Ada kebahagiaan yang tidak dimengerti oleh Jolicia saat ini, terasa aneh tetapi Jolicia tidak bisa berkomentar lebih jauh. Jolicia mengalihkan pandangannya pada Chaiden dan bertanya, “Jika boleh tau, berapa usia kandunganku?”     Chaiden menahan diri untuk tidak tersenyum. Ia tentu saja bisa melihat binar senang seorang ibu yang baru saja mengetahui dirinya tengah mengandung. Meskipun Chaiden tahu, jika Jolicia sendiri tidak sadar jika dirinya tengah menampilkan ekspresi seperti itu. “Usia kandungan Nyonya sekitar empat belas hingga lima belas minggu. Karena kondisi kandungan Nyonya yang masih muda ini, kandungan Nyonya sangat riskan untuk mengalami masalah. Jadi, untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk, Nyonya harus berhati-hati dan mengikuti semua saran saya sebagai seorang Dokter.”     Jolicia mengangguk sekilas sebelum kembali menunduk. Jolicia bingung harus bereaksi seperti apa saat ini. Ia terlalu banyak mendapatkan informasi saat ini, tetapi Jolicia sadar jika ini belum semuanya. Jolicia mengangkat pandangannya dan menatap Darrance dengan netra keemasannya yang memukau. Darrance tentu saja tahu apa yang Jolicia inginkan darinya. Darrance membuka amplop cokelat yang masih berada di tangannya lalu meletakkan lembar demi lembar kerta yang berada di dalam amplop tersebut di atas meja yang berada di hadapan Jolicia.     “Ini apa?” tanya Jolicia sebelum mengulurkan tangannya dan mengambil sebuah kerta di mana namanya berada di sana.     Darrance membiarkan Jolicia mengambil kertas tersebut, sebelum menjawab, “Ini semua adalah berkas-berkas yang menunjukkan jika kita sudah menikah secara resmi. Yang Mulia Raja sendiri yang memberikan pemberkatan pada kita dengan Uskup Agung yang mendampinginya. Berkas-berkas yang lain adalah semua hal yang berkaitan dengan penganugerahan gelar Duchess of Ducy Brook. Ya, kini gelarmu ada Duchess Jolicia Baxter.”     Darrance lalu bangkit dari posisinya membuat Jolicia mengangkat pandangannya dan mengikuti arah kepergian Darrance. Rupanya Darrance melangkah menuju salah satu sisi ruang kerja yang tampak ditutupi gordeng tebal berwarna merah gelap. Meskipun dtutupi gorden, Jolicia yakin jika itu bukan jendela ata dinding kaca. Karena jendela kaca berada di sisi sebaliknya dan gordennya pun sudah terbuka sejak tadi membiarkan cahaya matahari yang membawa kehangatan memasuki ruang kerja tersebut.     Darrance berbalik dengan menggenggam ujung gorden. Darrance menatap Jolicia dengan dalam sebelum menarik gorden tersebut dan menunjukkan sebuah lukisan berukuran besar, di mana ada sepasang kekasih yang mengenakan pakaian resmi yang hanya digunakan saat-saat penting. Mata jolicia membulat saat melihat sosok wanita dan pria yang sangat ia kenali. Itu dirinya dan Darrance. Jolicia kembali menatap Darrance dengan netra bergetar. Darrance tidak menunjukkan ekspresi berarti sebelum berkata, “Kau, adalah istriku, sang Duchess yang sangat dicintai oleh semua orang.”     **         Di sisi lain, ada seseorang yang memasuki ruangan mewah di mana seorang wanita cantik tengah menikmati seduhan teh harum yang sangat menggoda. Wanita cantik itu terlihat begitu elegan dengan sebuah gaun mewah yang terlihat begitu cocok dengan auranya. Wanita cantik itu melirik pada sosok pelayan yang memasuki ruangannya dan kini membungkuk penuh hormat padanya. Wanita itu meletakkan cangkir tehnya dan memberikan isyarat jika dirinya menerima hormat dan salam si pelayan.     “Jadi, apa yang kau dapatkan?” tanya si wanita cantik.     “Yang Mulia, saya mendengar hal aneh dari dinding luar kediaman keluarga Duke Baxter,” ucap si pelayan dengan gugup. Bagaimana mungkin dirinya tidak gugup saat menghadap seseorang yang berstatus tinggi seperti ini?     Wanita cantik itu tersenyum dengan anggunnya dan menatap langit malam yang dihiasi bintang. “Apa itu berkaitan dengan sang Duchess?” tanya si wanita cantik.     “Iya, Yang Mulia. Namun, saya tidak bisa menjelaskan secara detail, karena keterbatasan informasi. Hal yang bisa laporkan adalah, sang Duchess Baxter telah terbangun.”     Wanita cantik itu tersenyum semakin lebar kemudian memainkan rambut panjangnya yang pirang dengan gerakan elegan. “Kalau begitu, ini bukan kabar aneh, melainkan kabar yang menarik. Aku senang dengan kabar yang kau bawa ini, pergilah dan minta koin emas yang sudah aku siapkan dari kepala dayang,” ucap si wanita.     “Terima kasih, Yang Mulia. Semoga keselamatan selalu menyertai Anda, Yang Mulia Putri Mayla. Saya undur diri,” ucap si pelayan dan segera beranjak dari ruang tersebut.     Sementara itu, si wanita cantik yang ternyata berstatus sebagai seorang putri dari kekaisaran Eilaxia itu, kini bangkit dari posisinya dan melangkah menuju balkon. Mayla menatap langit malam. “Kenapa bulan dan bintang malam ini terlihat sangat indah? Apakah mereka tengah menyambut kabar jika sang Duchess sudah terbangun dari tidur panjangnya?”     Mayla tersenyum. Ia menumpukan tangannya pada pembatas balkon dan membiarkan angin malam menari dengan helaian rambut pirangnya yang indah. “Ini sangat menarik. Aku tidak berbohong saat aku berkata ingin segera bertemu denganmu, Duchess. Aku penasaran dengan dirimu yang saat ini,” ucap Mayla lalu kembali menatap langit malam yang indah dalam diam. Mayla larut dalam pikirannya, dan membiarkan dinginnya malam memeluk tubuhnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN