5. Tawaran Sedekah

1323 Kata
Hati mereka sama-sama terluka mendengar kejujuran yang baru saja mereka ungkapkan. Tapi bukankah lebih baik begini, tidak ada yang boleh ditutup-tutupi dalam sebuah rumah tangga. Walau pun terkesan menyakitkan. "Kamu tidak perlu meminta maaf, Beb. Kamu tidak salah, begitu pun Chacha juga tidak salah. Malah aku yang salah, aku yang selama ini merasa sudah berlaku adil sama kalian, tapi ternyata belum bisa apa-apa." Bebby memutar tubuhnya, dirinya memberanikan diri menatap wajah Virgo. Kedua mata suaminya itu kembali terlihat berkaca-kaca. "Maaf sudah menghancurkan kebahagiaanmu. Kalau misalkan, kamu berubah pikiran tidak jadi menceraikan Chacha pun aku tidak masalah." "Cukup Beb, kamu terus memikirkan kebahagiaanku dan kebahagiaan Chacha. Kalau kamu hanya memikirkan kebahagiaan aku sama Chacha, terus siapa yang akan memikirkan kebahagiaanmu?" Kepala Bebby tertunduk, dirinya bahkan sudah lupa dengan kebahagiaannya sendiri dan Bebby lupa bagaimana caranya membahagiakan dirinya sendiri. Padahal dulu janjinya pada dirinya sendiri setelah putus dari Oyon adalah membahagiakan diri sendiri, kebahagiaan orang lain nomor dua. Tapi ternyata pendiriannya goyah saat melihat kesedihan di mata Virgo ketika menikahinya waktu di rumah sakit. "Dengan melihatmu bahagia, itu sudah membuatku bahagia." meski air matanya jatuh, tapi kali ini Bebby tersenyum menatap Virgo. Kedua ibu jari Virgo terulur, dia menghapus air mata Bebby. Bukan berhenti menangis, tapi Bebby malah terisak merasakan Virgo menghapus kristal-kristal di pipinya. "Kamu masih ingat hal apa yang aku takutkan?" "Salah satunya adalah merebut kebahagiaan orang lain." sahut Virgo tanpa ragu. "Maka dari itu, aku takut merebut kebahagiaan Chacha." "Biar aku lanjutkan apa yang ingin aku katakan." sekarang ganti Virgo yang menarik napas dalam-dalam sebelum bicara. "Apa?" "Saat aku menikahi Chacha, aku memang belum bisa mencintaimu. Chacha memang perempuan pertama yang bisa membuka hatiku lagi setelah kepergian Tasya. Tapi tidak menutup kenyataan bahwa perlahan-lahan aku juga mencintai kamu." "Aku berkata jujur, aku tidak sedang berbohong. Aku juga mencintaimu, Beb. Jika Chacha membuatku jatuh cinta karena pesonanya, kamu membuatku jatuh cinta karena sifat dan sikap yang kamu miliki." "Kamu bilang kamu sering mengalah untuk Chacha, kamu rela dinomor duakan, kamu bersikap baik pada Chacha demi aku, karena semua yang kamu lakukan itulah yang membuat aku akhirnya mencintai kamu. Aku tersanjung dengan kebesaran hati kamu dalam menyikapi semua yang terjadi, dengan cara kamu selalu berpikir bagaimana kalau yang di posisi Chacha itu kamu. Aku tahu pasti Beb, jadi kamu itu tidak mudah. Dan untuk kenapa kamu akhir-akhir ini jadi lebih egois, itu manusiawi. Kamu juga manusia biasa yang butuh bahagia." kedua tangan Virgo masih setia memegang bahu Bebby sedari tadi. "Sampai saat ini, aku belum pernah mendengar kamu mengeluh tentang keadaan kita. Tentang aku yang memiliki istri selain kamu. Tentang pandangan buruk orang ke rumah tangga kita. Tentang cacian yang kamu terima dari pihak keluarga kamu karena kamu dianggap bodoh sudah meminta aku menikah lagi. Jangan ditanggung sendiri, Beb. Kamu punya aku, tempat untuk berbagi." "Terkadang, untuk bahagia itu memang harus mengorbankan kebahagiaan yang lain. Kalau aku menceraikan Chacha, hanya dia yang terluka. Tapi kalau aku tetap mempertahankan Chacha, bukan cuma kamu yang sakit. Tapi Mama juga sakit, lebih baik aku melepaskan satu orang dari pada aku harus menyakiti dua hati. Chacha juga masih bisa mendapat kebahagiaan dari hal lain. Siapa tahu nanti dia bisa mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dari aku yang mampu membahagiakan dia." "Yang jelas, tujuan utama aku sekarang adalah membahagiakan kamu dan Mama. Kalian dua perempuan yang berharga dalam hidupku sebelum Claudia." Bebby tak mampu berkata-kata, isakan di bibir tipisnya mulai terdengar pilu. Dia menghambur ke dalam d**a bidang suaminya. Bebby menangis sesenggukan malam ini. Dirinya tidak menyangka, malam ini penuh akan air mata dan drama. Sudah seperti telenovela saja jalan hidupnya. "Tentang kenapa aku bersikap baik sama kamu, itu karena memang dalam ajaran agama kita kan seorang suami dilarang menyakiti istrinya. Dan mana mungkin aku tega kasar sama kamu, perempuan yang menjadi sahabatku dari lama." Virgo membalas pelukan Bebby, dia membiarkan saja istrinya menangis. "Mulai sekarang, bukan hanya kamu yang akan membahagiakan aku. Tapi aku juga yang akan membahagiakan kamu, biar seimbang." suasana hatinya sudah tidak sesedih tadi, dia harap buka-bukaan malam ini akan membuat rumah tangga mereka jadi lebih baik dari sebelumnya. "Terima kasih ya, Go." Bebby masih berusaha menghentikan isakannya. "Mas Virgo dong, masa nama doang sih. Enggak mesra ah." goda Virgo. Satu pukulan dari Bebby mendarat di d**a bidang Virgo. Bukannya kesakitan, Virgo malah terkekeh melihat reaksi Bebby barusan. "Iya, terima kasih Mas Virgo sayang." tak tanggung-tanggung kali ini, Bebby sengaja menyertakan kata sayang di akhir kalimat. "Jadi... Tawaran sedekah buat suami masih berlaku apa enggak nih? Kita sudah terlalu lama mengalihkan pembicaraan dari topik utama loh." Saat itu juga Bebby melepaskan pelukannya, dia mengambil tisue di atas meja kecil di samping ranjang yang disediakan oleh pihak penginapan. Bebby menyusut air mata serta ingusnya. "Mau ingus enggak?" dengan tidak berdosanya, Bebby menawarkan tisue bekas ingusnya pada Virgo. "Sini aku sedot langsung dari hidung kamu." "Ih... Jorok kamu tuh." Bebby berontak saat Virgo menarik kepalanya. "Ya kamu yang jorok, ingus ditawarin ke orang." "Lagian kamu nakal, bikin aku nangis. Jadi ingusan kan hidung aku." Bebby masih sibuk menyusut ingusnya yang tidak habis-habis. Virgo membiarkan saja Bebby sibuk dengan tisue dan ingusnya. Dirinya memilih berdiri lalu membuka kancing celana jeansnya. "Eh... Itu mau apa pakai buka kancing sama resleting celana segala?" Bebby jadi kaget saat Virgo akan menurunkan celananya. Sebelah alis Virgo terangkat mendengar pertanyaan Bebby barusan. Perasaan tidak ada yang aneh, hanya membuka celana. "Aku kan memang kalau tidur cuma pakai boxer, Beb. Kok kamu panik begitu sih?" Virgo lanjut membuka jeansnya dan menyisakan celana boxer di atas paha. Bebby jadi malu sendiri, dirinya sudah berpikir yang tidak-tidak saja saat melihat Virgo akan menurunkan celananya. Suaminya itu sekarang sudah duduk di depannya lagi. "Keburu tambah malam, Beb." Niat tangan ingin menggenggam jemari Bebby, tapi terhenti ketika Virgo melihat kedua tangan istrinya itu saling meremas usai berurusan dengan tisue dan ingus. "Kamu gugup?" Bebby menghentikan tangannya, ketahuan juga sekarang oleh suaminya kenapa sedari tadi dirinya terus mengalihkan pembicaraan. "Iya..." hanya ini yang keluar dari bibir Bebby. "Kenapa mesti gugup sih, Beb? Ini bukan yang pertama kan buat kita?" "Enggak tahu aku juga kenapa, ya rasanya gugup saja." Virgo tersenyum, dia mengecup bibir Bebby sekilas. Hanya menempel saja, tidak lebih dari itu. "Kalau kamu gugup, anggap saja ini malam pertama kita." "Tapi ini bukan malam pertama kita." "Ya makanya, santai dong. Rileks kayak biasanya." Bebby diam, dia menggigit-gigit bibir bawahnya sebentar lalu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya. "Ya sudah ayo." "Sebentar, kamu cuci muka dulu sana. Habis nangis juga, kayak garam itu muka nanti rasanya." "Ih... Kan rese jadi orang." "Ya benar, memang ada air mata rasanya manis? Air mata dikasih gula kali manis." "Kamu kok ngeselin sih jadi cowok." "Kamu kok cantik sih jadi cewek." Pandangan Bebby malah tidak santai menatap Virgo sekarang. "Sudah sana cepetan ke toilet terus cuci muka terus ke sini lagi. Aku tungguin." "Mas Virgo..." "Iya istriku sayang, Mas Virgo di sini." "Aku tidur di kamar mandi nih." "Terserah, aku malah enak tidur di sini sendirian. Enggak sempit-sempitan sama kamu." "Kamu nyebelin banget sih." "Ya Allah... Cepetan sayang, disuruh cuci muka saja susahnya kayak disuruh mendaki seribu gunung. Apa mau aku gendong ke toiletnya? Sudah jam satu malam itu, aku harus nunggu sampai jam berapa lagi?" "Iya-iya, sebentar. Tidak sabar banget jadi orang." "Bukannya tidak sabar Beb, tapi waktunya keburu subuh." "Waktu ke subuh masih panjang." "Di dalam kamar mandi dilarang bicara." sahut Virgo dari atas ranjang. Bebby kembali dari toilet usai mencuci muka. Langkah kakinya bahkan sampai terdengar, terlihat jelas kalau Bebby kesal pada Virgo. "Ikhlas apa enggak? Kalau enggak aku tidur saja." "Iya ikhlas, begitu saja ngambek. Bentar, mengeringkan muka dulu." "Ya lagian kamu jalan pakai digitu-gituin segala. Kayak orang tidak ikhlas saja." "Ikhlas Mas Virgo sayang..." Virgo mendekat ke arah Bebby, dia membuang tisue yang dipakai untuk mengeringkan wajah istrinya yang basah oleh air. Tak lama, tangannya ganti mematikan lampu kamar dan menarik Bebby masuk ke dalam satu selimut bersamanya. Tapi memang hanya ada satu selimut di sana. *** Next...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN