7. Ngaco

1106 Kata
"Harusnya kamu lebih memilih aku, Mas. Bukan Bebby. Aku istri kamu yang bisa hamil, yang bisa memberi keturunan buat kamu. Bukan Bebby." tangisnya yang benar-benar tidak terbendung. "Harusnya Bebby yang kamu tinggalkan jika memang kamu hanya ingin memiliki satu istri, bukan aku." lanjutnya lagi. Cklek! "Mas Virgo..." ujar Chacha lirih sambil menatap ke arah pintu kamarnya. Harapan Chacha harus kandas, karena orang yang membuka pintunya barusan bukanlah suaminya. Melainkan Astri, wanita paruh baya itu mendatangi putri sulungnya. "Mau apa Mama ke sini?" tanya Chacha ketus sambil memalingkan wajah ke arah lain. Tangis yang sudah terhenti, kembali hadir di mata Astri. Ibu dari dua anak itu sedih melihat Chacha seperti ini. "Kamu harus ikhlas menerima semua ini, Cha." ujar Astri pelan. "Ikhlas, Ma? Karena kesalahan Mama di masa lalu, aku yang kena imbasnya. Mama enak, mendapatkan Abah yang bisa menerima Mama apa adanya sampai sekarang. Sedangkan aku? Sudah menjadi istri kedua, ditambah suamiku adalah putra dari perempuan yang dulu suaminya Mama rebut. Parahnya lagi, aku adalah anak hasil dari hubungan gelap Mama sama lelaki itu." Chacha mengeluarkan semua unek-uneknya sekarang. "Cukup Cha, setiap insan pasti memiliki kesalahan. Begitu pula Mama, manusia biasa yang tak luput dari khilaf." "Tapi kekhilafan Mama itu keterlaluan, Mama merebut suami orang. Memangnya apa yang membuat Mama sampai tergoda sama suami orang? Apa dia lebih menarik ketimbang lelaki bujang?" Chacha seperti orang tak waras kali ini yang berani melawan Astri. "Bukankah suami orang memang lebih menggoda, Cha?" "Maksud Mama?" "Buktinya kamu menyukai suami orang kan?" Mereka malah seperti musuh yang saling menyudutkan kali ini.  "Tapi aku beda, Ma. Aku yang lebih dulu dilamar sama Mas Virgo, bukan perempuan yang menjadi istri pertamanya itu. Aku yang lebih berhak atas Mas Virgo, dia yang merebut calon suamiku." isak Chacha, dia tidak tahu kenapa untuk mengucap nama Bebby saja rasanya berat. "Tapi nyatanya Bebby yang dinikahi Virgo lebih dulu. Dia yang menjadi istri pertamanya, bukan kamu. Jadi artinya, Bebby yang lebih berhak atas Virgo ketimbang kamu, Cha. Dalam arti lain, kamu yang merebut suaminya." Astri berjalan mendekati Chacha, tapi sepertinya memang Chacha sedang menghindari Astri. Buktinya ketika Astri duduk di samping Chacha, perempuan itu menggeser tubuhnya agar ada jarak antara dirinya dengan sang mama. "Kunci utamanya hanya ikhlas, Cha. Ini sudah takdir. Tidak ada manusia yang tahu tentang apa yang terjadi ke depannya nanti. Begitu pula Mama, memangnya Mama tahu kalau kamu akan menyukai putra kedua Sofya? Tidak." Kali ini Chacha tidak lagi menyahut, dirinya memilih diam sambil berharap dan berdoa kepada Allah agar Virgo cepat pulang. *** Beres mandi, Virgo sudah selesai memakai pakaiannya lagi. Tapi Virgo hanya memakai kaos dan celana boxer-nya saja. Di tangan kirinya sudah ada kimono yang tadi dia pakai untuk mengeringkan badan usai mandi. Perlahan-lahan, Virgo duduk di sebelah Bebby yang masih terlelap. Istrinya pasti kelelahan usai menuruti maunya. "Beb... Bangun, kita salat subuh bareng-bareng." kecupan singkat Virgo berikan di kening istrinya. Suara dengkuran halus membuat Virgo yakin jika Bebby sedang bermimpi indah di dalam tidurnya. Dia tidak ingin menyerah dan terus berusaha membangunkan istri pertamanya. "Bangun Beb, aku tunggu kamu sampai beres mandi terus salat berjama'ah." ujar Virgo ketika Bebby berhasil membuka matanya. "Jam berapa?" ini adalah pertanyaan utama yang Bebby tanyakan setiap kali Virgo membangunkannya untuk salat subuh. "Sudah jam setengah lima, cepetan mandi." kali ini Virgo membantu Bebby duduk dan memakaikan kimono handuk yang setengah basah karena bekasnya. Sekarang Bebby mengambil ikat rambutnya di atas meja dan menggelung rambut panjangnya agar tidak berantakan. Tapi tiba-tiba wanita itu merasa perutnya bergejolak. "Huek..." Bebby merasa mual mendadak. "Beb... Kamu kenapa?" Virgo kaget saat mendengar Bebby mual-mual seperti orang mau muntah. Bebby mendorong d**a Virgo pelan supaya tidak mendekat karena dirinya ingin berdiri. Tangan kirinya masih membekap mulutnya khas seperti orang mual. "Huek..." Lagi, Bebby benar-benar ingin memuntahkan isi dalam perutnya. Tapi apa yang mau dimuntahkan? Wanita itu belum makan apa-apa. "Beb, biar aku bantu." Virgo khawatir Bebby kenapa-napa, dirinya ikut berdiri saat Bebby berdiri. "Tidak usah." tolaknya dengan suara lirih. Baru juga tiga langkah, Bebby sudah tidak melanjutkan niatnya yang ingin ke toilet. Wanita itu merasa dunianya berputar-putar dan kedua telinganya perlahan-lahan menjadi tuli. Bebby tidak bisa mendengar secara jelas suara di sekitarnya. Tapi samar-samar Bebby mendengar Virgo bertanya dengan nada khawatir. "Beb... Kamu sakit?" Virgo takut Bebby kenapa-napa karena wajahnya sangat pucat. Kepala Bebby terasa semakin sakit seperti dipukul-pukul tanpa henti menggunakan balok kayu di setiap sudutnya. "Eh... Eh..." untung saja Virgo tanggap, dirinya berhasil menangkap tubuh Bebby yang tiba-tiba limbung dan ambruk seperti orang mau pingsan. "Beb... Hei... Sayang, kamu kenapa?" Virgo benar-benar khawatir. Dengan sekali angkat, Virgo berhasil menggendong istrinya dan kembali membaringkannya di atas ranjang. Bebby tidak pingsan ternyata, wanita itu masih sadar. "Beb... Kamu kenapa?" Virgo memijat kepala Bebby pelan dan berharap sakit kepalanya bisa berkurang. "Pusing sama mual, Mas. Badan aku lemas banget, rasanya seperti tidak sanggup berdiri." keluhnya lirih. Bisa Virgo lihat jika wajah Bebby sangat pucat. Tidak mungkin orang sakit berpura-pura seperti tadi. Lagi pula apa untungnya bagi Bebby berakting sakit di depannya. Ingin mendapat perhatian? Tanpa harus berakting pun, Virgo juga akan berusaha memperhatikan istri pertamanya itu. "Biar aku beli teh hangat sebentar ya, kamu tiduran dulu." kecupan lembut Virgo berikan lagi pada istri pertamanya, tapi kali ini di bibir tipis Bebby yang pucat. Cepat-cepat Virgo memakai celana jeans dan mengambil uang dari dompet istrinya untuk membeli teh hangat. Kalian tidak lupa bukan, jika Virgo lupa membawa dompetnya sendiri. Tidak perlu jauh-jauh, Virgo bisa membeli teh hangat di warung yang ada di sela-sela kamar penginapan yang buka dua puluh empat jam. Setelah mendapatkan apa yang Virgo cari, lelaki itu kembali ke kamar mereka dan duduk di tempatnya tadi. "Beb... Sini aku bantu duduk. Minum dulu teh hangatnya, aku juga beli roti buat kamu." Di waktu bersamaan saat Virgo membantu Bebby minum, adzan subuh dikumandangkan. Wanita itu menghabiskan teh hangatnya sampai setengah. "Kamu makan ya rotinya." "Enggak mau, orang aku lagi mual begini." tolaknya sambil menjauhkan roti yang disodorkan Virgo padanya. "Sedikit saja Beb, satu suap saja. Nanti malah tambah sakit loh." Virgo memotong sedikit roti lalu menyodorkan ke depan mulut Bebby. Setelah mendapat bujukan beberapa kali, akhirnya Bebby mau membuka mulutnya. Wanita itu menahan agar tidak keluar lagi. "Huek... Huek..." perutnya kembali bergejolak usai menelan roti tadi. "Bentar deh, kamu pusing?" tanya Virgo. "Iya..." "Terus mual?" "He'em..." "Jangan-jangan kamu hamil, Beb?" tanya Virgo. Mendengar pertanyaan suaminya, Bebby jadi berhenti minum teh lalu meletakkan di atas meja lagi. "Ngaco saja kamu kalau bicara." sahutnya tak percaya. "Kok ngaco sih? Kan kamu punya suami." Bebby diam, dia memilih menatap wajah suaminya sambil berpikir. Ilmu kedokteran yang sudah dia pelajari selama ini harus dia gunakan. Apa mungkin yang dikatakan Virgo benar? *** Next...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN