Kecurigaan

1022 Kata
"Rahasia." Ucapku pada akhirnya. Dan ekspresi serius Sera berubah menjadi tawa kecil. "Rey!" Aku memanggil Rey yang sedang main kejar-kejaran bersama Ruby dan Sienna. Sedangkan Abi dan Darren entah sedang membicarakan apa. Rey menghampiriku. "Ya, Mam." "Rey, setelah ini, bagaimana kalau kita makan di rumah tante Sera? tante Sera jago masak, loh." Aku melirik Sera. Dia sempat tertegun, tapi aku langsung mengedipkan mata. Kemudian dengan pemahamannya, dia langsung berjengit. "Ya," ucap Sera agak gugup. "Tante akan buatkan makanan enak khas Paris untuk Rey." "Ayah juga?" "Iya, dong." Ujar Sera semangat. Rey tersenyum, tapi aku tahu tidak tidak begitu antusias. Dia hanya pura-pura bahagia. Ya Tuhan bagaimana bisa anak sekecil itu berkorban begitu banyak untukku. Seharusnya dia tidak perlu memikirkan secuil pengorbanan apa-apa untukku. Tugasnya hanya bermain dan sekolah dengan benar. Tapi aku membawanya pada situasi yang sangat pelik. Aku tidak sanggup merusak senyumnya. Mimpi itu harus jadi kenyataan. Setelah berjalan-jalan di Istana Versailles, dan menikmati taman yang terbentang indah nan luas, kami bersama-sama pergi ke supermarket untuk belanja bahan makanan. Yang akan di masak di rumah Sera untuk makan malam. *** Setahuku, makanan khas Perancis itu unik, nyeleneh, dan selebihnya aku tidak pernah mencobanya. Selama di Paris aku hanya makan makanan yang normal-normal saja. Seperti soup, ayam, pasta, roti. Dan sekarang, Sera bilang dia akan memasak hati angsa. Aku pernah membaca artikel yang mengatakan kalau hati angsa ini dibandrol dengan harga yang fantastis. Tapi sekarang, aku memakannya dengan gratis Sera memasaknya dengan cara dibakar. Seharusnya hati angsa ini dibumbui oleh wine atau anggur, tapi karena kami memang tidak mengonsumsinya, Sera menggantinya dengan lemon. Kecuali Darren. Ya, aku tahu bahwa Darren berbeda dari kami. Aku melihat kalung salib yang menggantung di lehernya. Itu yang membuat aneh. Kenapa Sera memilih jalan yang begitu rumit. Menu berikutnya, Sera membuat beef burguignon. Ini masih dalam kategori masuk diakal. Bahan dasarnya terbuat dari daging sapi. Kalau di Indonesia makanan ini seperti rendang. Beef burguignon juga seharusnya sama, direbus di dalam anggur merah. Tapi lagi-lagi, Sera memasaknya dengan air rebusan biasa. Dari aromanya saja sudah membuat perutku keroncongan. Banyak rempah-rempah yang dipakai untuk memasak daging sapi ini. Kemudian sebagai hidangan penutup, Sera membuat creme brulee. Jenis dessert ini terbuat dari campuran s**u, buah-buahan, serta vanilla yang dimasak dalam oven. Sera bilang rasanya manis dengan tekstur lembut dan sensasi segar buah-buahan. Sepertinya dessert ini bisa aku jadikan sebagai menu baru di toko kue ku. Seharusnya Fay ikut bersamaku, di sini. Dia pasti cocok dengan nuansa Eropa kuno. Atau mungkin tidak. Sepertinya seleranya telah berubah. Menjadi nuansa oriental. Dia sedang lengket-lengketnya dengan si Rafael itu. "Jadi, ramalanku benar." Ujarku. "Apa?" Sera melirik sebentar, kemudian memasukkan creme brulee ke dalam oven. "Kau jago masak." Aku mengikat rambutku yang ikatannya mulai melonggar. Ada beberapa helaiannya jatuh ke lantai. Dan detik itu juga jantungku berpacu dengan cepat. "Tidak sebaik dirimu." Sera tersenyum. Kami semua creme brulee telah dimasukkan ke dalam oven. Kami tinggal menunggu mereka matang saja. Aku duduk di kursi kayu warna coklat oak. Dapur Sera memiliki jendela panjang horizontal yang dapat dibuka. Aku bisa langsung menikmati suasana sore lewat jendela yang terbuka. Dan wangi bunga lily, langsung menyambutku dengan tenang. Sera menyodorkanku satu gelas kopi panas. "Aku menambahkan vanilla cramer ke dalamnya." Aku mengangkat cangkir tersebut, dan meniupkan sedikit udara untuk mengusir uap panas. Kemudian menyesapnya perlahan. "Enak." Kataku. "Seharusnya kalian ke sini pada musim dingin. Indah sekali kalau winter sudah tiba." Sera juga mengangkat cangkir berisi kopi yang sama denganku, kemudian menyesapnya. Dan detik itu juga aku tersadar akan satu hal. Ada yang mengganjal lagi pada Sera. Mataku terpaku pada ke sepuluh jemari Sera yang bersih. Maksudku, bukan kulitnya yang bersih. Tapi, untuk seorang wanita yang memiliki tunangan, seharusnya dia menandai wanitanya dengan sebuah cincin. Hal itu membuat aku tidak bisa untuk tidak bertanya. "Apakah Paris punya budaya berbeda dengan Indonesia soal percintaan?" tanyaku hati-hati. "Hah?" "Kau bertunangan. Tapi aku tidak melihat cincin di jarimu." Sera nyaris tersedak. Matanya membulat, dia langsung memeriksa jemarinya. "Oh, pasti aku menaruhnya di kamar." Terangnya, terdengar gugup. "Aku selalu melepasnya kalau mandi, atau memasak. Aku pernah kehilangannya, karena terlepas saat sedang mandi. Jadi, yaa.. sekarang aku berhati-hati. Dan mungkin aku lupa menaruhnya." Aku tersenyum, melihatnya yang jelas-jelas sedang gusar. Namun aku tak dapat bertanya lebih lanjut. Aku lebih memilih diam, membiarkannya dalam kegagapan. Sera terselamatkan oleh bunyi oven yang berdenting, menandakan creme brulee sudah matang. Sera cepat beranjak, lalu membuka oven dan mengeluarkan creme brulee dari dalam cangkir tahan panas. Wanginya sedap. Aku tidak sabar untuk mencicipi nya. *** Kami semua duduk di meja makan di rumah Sera. Tepat pukul 7 malam, makanan terhidang di atas meja. Pas sekali dengan waktu makan malam. "Ini semua, Sera yang memasak, loh." Jelasku pada semuanya. Aku melirik Darren. "Sera memang pintar memasak." Balas Darren. "Bahkan aku selalu makan enak gratis di sini." Senyum mengembang di wajah Darren. Mungkin dia benar, karena dia tak terlalu takjub melihatnya. Seperti memang sering melihat penampakan seperti ini. "Ana juga membantuku. Dan pasti rasanya akan jauh lebih enak." Ujar Sera. "Silakan di makan. Rey, ayok. Kau mau apa? biar tante ambilkan untukmu." Kemudian Rey memberikan piring kosongnya pada Sera untuk di isi makanan. "Enak," Ucap Abi. Dan menyendokkan satu suapan lagi ke dalam mulutnya. "Ya, enak." Balas Rey antusias. Mengacungkan garpunya ke atas. "Aku selalu penasaran, bagaimana cara orang Perancis mengutarakan cintanya, di kota penuh romantis ini." Kataku. "Apa kau melamar Sera di atas menara Eiffel?" Mataku terpaku pada Darren. Pria itu menggantungkan sendoknya di udara, diikuti oleh kunyahannya yang terhenti. Dia mengalihkan perhatiannya pada Sera, yang juga sedang menatapnysa. "Ya," ujar Sera cepat. "Eiffel tak pernah melunturkan keromantisan." "Kalian berdua, harus ke sana." Timpal Darren. "Berdua saja," Darren mengerlingkan matanya pada Abi. Dan dibalas jentikan jenaka oleh Abi. Sejak kapan mereka berdua seakrab ini. "Jadi, kapan hubungan kalian diresmikan?" Sera tersedak, kemudian cepat-cepat mengambil minumnya. "Kita.. Kita belum membahas sampai sana, An." Ujar Sera, sambil menepuk-nepukan dadanya. "Hubungan kita.. bebas. Maksudnya.. kita tidak.. terlalu memikirkan hal itu." "Emm... kita bukan tipe pasangan yang terus ditanyain kapan kawin, seperti layaknya kebiasaan orang tua kita di kampung halaman. Jadi, kita santai." Darren menambahkan. Tapi entah kenapa aku tidak terlalu percaya dengan penjelasan mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN