Fitting baju

1014 Kata
Aku terlonjak saat ada seseorang yang membuka pintu kamar dan menguncinya. Dengan panik aku segera berdiri dan menghampiri Abi yang cengar-cengir padaku. "Bi, kenapa kau mengunci pintunya? Jika orang tuamu ke sini bagaimana?" "Ibu dan bapak nyaris tidak pernah bangun tengah malam." Aku kembali mengingat bahwa ini memang sudah memasuki tengah malam. Chat konyol dari Abi lah yang membuat aku masih terjaga di tengah malam begini dan dia dengan seenak jidatnya masuk kamarku (ya ini rumah Abi dan ini kamar Abi, tapi sekarang aku yang sedang menempatinya). "Iya, tapi jangan masuk kamar orang sembarangan." "Seingatku ini masih kamarku." "Bi!" aku segera memperingati. "Sepertinya benar apa kata ibu, aku harus segera menikahimu." Dia mengatakannya seolah-olah dia lupa menaruh ponselnya. Dia kembali tersenyum dan tanpa memberiku ancang-ancang wajahnya mendekat dan seperti sinetron yang ada di televisi, aku tahu apa yang selanjutnya terjadi. Dia menekankan bibirnya padaku dan tanpa sempat ku menolak, lidahnya ikut menerobos ke dalam mulutku dan mengikut sertakan lidahku untuk dipermainkan. Sekujur tubuhku menerima respon dengan baik, panas dingin seperti biasa. Abi memiringkan kepalanya sehingga dia mendapat akses lebih mudah untuk terus menghujani bibirku dengan permainannya yang maha dahsyat. Aku mendorong kedua lengannya agar menjauh dariku sebelum aku benar-benar kehabisan oksigen. Ibu jarinya mengusap bibirku untuk menghapus sisa-sisa perbuatannya. Namun seakan belum cukup sampai disitu, dia hanya memberiku sedikit napas karena beberapa detik kemudian yang dia lakukan adalah kembali menghujam bibirku, tapi kali ini lebih lembut seakan kami memiliki banyak waktu untuk melakukan hal ini. Tanganku yang memegang lengannya, dituntun oleh Abi agar melingkari lehernya. Dengan tinggi yang tidak sejajar dan aku lumayan jauh berada di bawahnya membuat dia harus merendahkan kepalanya. Kedua tangannya mulai merambat menuju pinggangku, menekannya hingga tubuhku merapat padanya. Aku bisa merasakan jantungku berdegup kencang. Tapi aktifitas ini semakin membuat aku gila. Dan kekhawatiranku sepertinya sudah terjadi. Bibirnya telah menjadi zat adiktif bagiku, membuat aku tidak bisa berhenti dan menginginkan lebih. Aku tidak lagi merasakan kakiku menapak di lantai, yang kurasakan kini tubuhku melayang dan terempas di atas tempat tidur. Ciumannya terus menjalar ke leherku membuat aku secara otomatis mendongakan kepala. Dia terus menciumi leherku tanpa sisa namun kurasa dia tidak meninggalkan jejak apapun di sana. Aku harus benar-benar menghentikan ini semua. Tapi sepertinya otak dan tubuhku tidak sedang sinkron. Otakku memilih untuk mendorong jauh-jauh sosok pria ini, namun pada kenyataannya tubuhku menerima dengan baik setiap sentuhannya yang membuat aku selalu mabuk kepayang. Antara menginginkan lebih dan takut kalau-kalau orang tua Abi terbangun dan memergoki kami di sini. Tapi aku juga tidak mendapati tanda-tanda kalau dia akan berhenti. Dan kami menghabiskan sisa malam ini dengan saling mencumbu. Namun aku tidak ingin mengulang kesalahan Ben di masa lalu, jadi aku memutuskan untuk tidak membiarkan Abi melakukan hal yang lebih dari ini. Dan dia setuju-setuju saja. Walau aku tahu ada yang tersiksa dari balik pakaiannya. Kalau istilah Naya ini namanya pas foto. Setengah badan. Tapi kata Fay ini namanya setengah jalan, tanggung dan harus diteruskan. *** Aku menolak mentah-mentah ide yang Abi bilang brillian, untuk menjadikan miss Joana sebagai wedding planner kami. Aku tidak mau memakai jasa dia lagi. Mau ditaruh di mana mukaku nanti. Aku saja sudah malu habis ketika aku mendatanginya untuk memutuskan kerjasama kami, karena pembatalan pernikahanku dengan Ben. Bagaimana bisa aku harus datang kembali, melakukan kerjasama lagi dengannya, tapi bukan dengan laki-laki yang sama. Dari sekian banyak wedding planet di muka bumi ini, kenapa Abi harus memilih mis Joana. "Selama perjalanan karirku sebagai wedding planner, baru kali ini mendapat klien yang mengganti pengantin prianya." "Ya, kisahnya viral pula di media sosial, Miss." "Semoga saja wedding planner ku semakin terkenal." "Miss, wanita bernama Sera itu, aku seperti pernah melihat. Dia pernah datang ke sini saat gaun pengantin mbak Ana rusak. Aku jadi curiga kalau dia yang merusaknya." "Aku juga curiga. Kalau tanpa sengaja kerusakannya tidak akan parah. Dia seperti tahu di bagian mana yang harus dia rusak." Aku berdehem, miss Joana dan asistennya beringsut, menoleh padaku. Mereka tampak terkejut dengan wajah yang tidak enak hati. Aku mendengar semua pembicaraan mereka. Dan aku tidak ambil pusing tentang kecurigaan mereka terhadap Sera yang merusak gaun pernikahanku. Itu terjadi sudah sangat lama. Sekarang yang penting adalah pernikahanku dengan Abi. Pria itu tidak ingin ada acara lamaran, katanya untuk apa diadakan kalau tahu bahwa aku akan menerima lamarannya. Jadi, untuk tidak buang-buang waktu dia ingin langsung menikah saja. "Aku bisa mencoba gaunnya sekarang?" tanyaku dengan wajah datar. Walau aku sudah terbiasa menjadi bahan gosip orang-orang, tapi tetap saja rasanya tidak nyaman. "Bisa, Mbak." Asisten miss Joana mengangguk. "Silakan." Perempuan ini memimpinku kemudian aku mengekor di belakang, menuju ruangan tempat gaun-gaun pengantin berada. Kalau dulu aku membeli gaunnya, sekarang aku hanya menyewa nya saja. Aku tidak mau ambil risiko lagi. Aku sudah rugi cukup banyak hanya untuk membeli gaun tersebut. Aku juga meminta warnanya diganti, yang dulu warna ungu pastel, sekarang aku minta dengan warna gold saja. Lebih elegan. Aku mencoba gaun pengantin yang sudah miss Joana persiapkan untukku. Dia bilang ini gaun pengantin yang baru saja dia buat, jadi aku orang pertama yang memakainya. "Wah, Mbak, cocok sekali. Bagus. Tidak ada yang perlu dirombak." Asisten miss Joana mengacungkan jempolnya ke atas. Tidak lama dari itu, Abi datang. Masih lengkap dengan pakaian kerjanya. "Maaf, aku terlambat." Aku tersenyum melihatnya tergopoh-gopoh. Dulu, Ben tidak pernah mengatakan maaf, bahkan dia tidak datang sama sekali. Ah sudahlah, jangan membanding-bandingkan mereka. "Tidak apa-apa. Aku juga baru sampai." Kataku. "Silakan, Mas. Dicoba di sini." Asisten mis Joana m mengambil setelan baju pengantin untuk Abi, kemudian memberikannya pada Abi. Setelah beberapa menit, Abi keluar dari ruang ganti. Dia tampak begitu memukau dengan baju pengantin itu. "Sayang, coba sini." Aku merangkul lengannya. Lalu mengeluarkan ponsel dari dalam tas. "Mbak, tolong ambil gambar kita." Ya, selalu ada hikmah dari setiap perjalanan hidup. Karena video viral itu, aku jadi terkenal. Pengikutku di laman i********: sudah ribuan. Bahkan banyak yang menawari endorse. Abi juga begitu. Dia jadi selebriti dadakan. Banyak juga yang mengaguminya. Dan itu menjadi bentuk ketakutan dalam diriku. Jadi, demi mengingatkan para netizen, aku selalu mengabadikan setiap moment bersama Abi, agar mereka tidak lupa, kalau ada aku si pemilik pria menyebalkan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN