PART. 3 MALAM PERTAMA

931 Kata
Jessy tidak menyangka, kalau acara pernikahan yang hanya diselenggarakan di kebun belakang rumah Opa Keanu, berlangsung cukup meriah. Meski tamu undangan yang datang hanya dari kerabat, sahabat, dan relasi bisnis, yang sudah menjalin kerjasama puluhan tahun dengan opa saja. Rasa penat mendera tubuh Jessy. Seharian ini ia banyak melangkahkan kaki, untuk mengikuti Opa Keanu yang memperkenalkannya pada setiap tamu yang datang. Sepertinya para tamu sangat tahu kalau pernikahan Jessy dengan Kevin adalah sebuah perjodohan dari opa. Karena mereka tidak terlihat heran, melihat Kevin, dan Jessy yang selalu berdiri berjauhan. Seakan mereka bukan pasangan pengantin saja. Amy sudah membantu melepaskan gaun Jessy. Ia pun sudah mandi, dan sudah memakai pakaian tidur yang sudah disiapkan untuknya. Jessy teringat dengan obat pemberian opa, yang ia simpan rapi di dalam tas kecilnya. Cepat ia mengambilnya. Mengambil gelas berisi air putih di atas meja. Lalu ia menelan obatnya, dan kemudian meminum air putih dengan cepat. Dan mengembalikan sisa obat ke dalam tasnya. Jessy duduk di tepi ranjang, matanya menatap ke arah pintu yang tertutup namun tidak terkunci. Jantungnya tiba-tiba berdegup lebih kencang, saat menyadari jika malam ini, adalah malam pertamanya. Meski hidup di jaman modern, tapi selama ini ia sengaja membatasi diri dari pergaulan yang terlalu bebas. Karena ia melihat bagaimana Judith, putri pamannya yang terpaut dua tahun lebih tua darinya, saat meregang nyawa akibat aborsi yang dilakukannya, tiga tahun lalu. Judith melakukan aborsi, karena dia sendiri tidak tahu ke mana harus minta pertanggung jawaban atas kehamilannya. Karena terlalu mudahnya dia menyerahkan tubuh pada pria yang disukainya. Dan karena kecerobohannya itu, akhirnya dia meninggal dalam usia sangat muda. Suara pintu yang dibuka membuyarkan lamunan Jessy. Sosok tinggi tegap yang tadi pagi mengucap janji pernikahan bersamanya, melangkah masuk ke dalam kamar. Tiba-tiba Jessy merasa kalau kamar ini terlalu sempit, sehingga membuatnya susah bernapas. Jessy berdiri dari duduknya, saat Kevin berdiri di hadapannya. Tatapan, dan ekspresi wajah Kevin membuat Jessy merasa gemetar. Dinginnya tatapan, dan raut wajah Kevin, bagi Jessy melebihi dinginnya saat turun salju. "Kehadiranmu di sini hanya untuk mengandung benihku. Aku punya peraturan yang harus kau patuhi. Pertama, aku tidak menerima penolakan. Kedua, tidak ada pertanyaan, dan aku tidak akan menjawab pertanyaan apapun darimu. Dan ketiga, aku tidak suka jika perintahku diabaikan. Yang keempat, tidak ada protes dan tidak ada keluhan! Kamu paham!?" ucap Kevin tajam, tanpa diawali dengan basa basi sedikitpun. Jessy terperangah mendengarnya. Pria di depannya sangat arogan, pikirnya. "Buka pakaianmu!" perintah Kevin, tepat di depan wajah Jessy. "Haah, apa?" "Apa pendengaranmu tidak berfungsi dengan baik?" Alis Kevin terangkat, tatapannya menunjukan ketidak sukaan. "Aku perintahkan, lepaskan pakaianmu sekarang! Ingat, aku tidak suka dibantah!" seru Kevin di dekat telinga Jessy. Mata Jessy berkaca-kaca mendengar nada bicara Kevin yang seakan melecehkannya. Tapi ia sudah di tempat ini sekarang, ia tidak bisa mundur lagi. Dengan tangan gemetar, Jessy meloloskan kedua tali spagheti baju tidur yang dikenakan dari atas bahunya. Baju tidur berbahan ringan, dan tipis itu langsung meluncur jatuh di bawah kakinya. Kepala Jessy menunduk dalam, ia tidak berani mengangkat wajahnya yang merah padam. "Berapa usiamu?" Pertanyaan Kevin membuat Jessy terjengkit kaget. "Sembilan belas tahun," jawabnya dengan suara bergetar. "Tatap mataku saat kau bicara denganku, paham!" Kevin mengangkat dagu Jessy dengan jari telunjuknya, sehingga wajah Jessy mendongak ke arahnya. "Apa yang dikatakan ayahku kepadamu?" Tanya Kevin menyelidik. Jessy menggelengkan kepalanya. "Tidak ada," jawabnya lirih. "Hmmm ...." Kevin menyibakan rambut Jessy yang tergerai di atas bahu. Ia mendekatkan wajahnya, dan seperti tengah membaui aroma yang menguar dari tubuh Jessy. "Lumayan," desisnya. Sungguh Jessy tidak mengerti arti dari 'lumayan' yang dikatakan Kevin. "Kenapa kamu mau menerima pernikahan ini? Ooh ... betapa bodohnya aku! Tentu saja karena uang, bukan? Berapa Ayahku membayarmu? Seratus juta? Satu milyar?" bisik Kevin, tepat di telinga Jessy. Napas Kevin yang mengenai lehernya membuat tubuh Jessy merinding. "Berapa?" Jessy menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu." "Kenapa tidak tahu?" "Itu urusan Opa, dan Pamanku" "Owwhhh, jadi Pamanmu yang terlihat baik itu sudah menjualmu pada Ayahku, apa kamu juga sudah tidur dengan Ayahku?" Pertanyaan Kevin membuat air mata jatuh di pipi Jessy. "Apa aku terlihat seperti p*****r di mata anda?" Tanya Jessy dengan suara gemetar menahan rasa marah. "Kamu sudah melanggar peraturan kedua. Tapi baiklah, akan aku jelaskan padamu, wanita yang dijual, atau menjual diri pada pria, apa itu bukan p*****r namanya?" "Anda keterlaluan!" "Aku tidak menerima protes ataupun keluhan," sahut Kevin dingin. "Aku sungguh menyesal, kenapa harus menikah dengan anda. Kenapa aku tidak menikah dengan Ayah anda saja. Meski tua, tapi Ayah anda punya sopan santun. Tidak seenaknya, awww ... apa yang ... hmmmpppp!" Jessy terlempar jatuh ke atas ranjang, ia berusaha berontak dari Kevin. Kevin menahan kedua tangan Jessy dengan satu tangannya di atas kepala Jessy. Sementara tangannya yang lain merenggut lepas secara paksa underwear Jessy. Bibir Kevin memagut bibir Jessy dengan kasar. Jessy tidak bisa bergerak, karena kedua lutut, dan kaki Kevin menjepit kakinya. Lidah Kevin menyeruak paksa ke dalam mulut Jessy. Jessy benar-benar kelabakan dibuatnya. Perlawanan Jessy yang terus berusaha melepaskan diri, membuat amarah Kevin bangkit jadinya. "Diamlah! Apa kamu lupa, kamu dibayar untuk apa? Apa kamu ingin apa yang dinikmati paman, dan bibimu saat ini ditarik kembali oleh ayahku!?" seru Kevin dengan mata menyalak marah. Jessy menggelengkan kepala dengan wajah pucat. Air mata jatuh di sudut matanya. "Jika begitu diamlah, biarkan aku melakukannya. Begitu kamu mengandung, maka aku tidak perlu menidurimu lagi. Kamu bebas dari sentuhanku. Begitu kamu melahirkan, maka kamu bebas dari ikatan pernikahan kita. Kamu paham!" seru Kevin tepat di depan wajah Jessy. Jessy menganggukan kepala. Ia tidak bisa berkata-kata. Ia tengah dilanda kebingungan. Apa yang diucapkan opa Keanu tadi siang kembali terngiang di telinganya. ***BERSAMBUNG*** 100 komen untuk next part.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN