Semalaman Bryssa tak bisa memejamkan matanya. Perlakukan Zavier padanya terus tampil dalam pikirannya ketika ia memejamkan matanya.
Seberapapun dia mencoba membersihkan dirinya, tetap saja dia merasa kotor. Demi Tuhan, sampai detik ini Bryssa masih merasa lidah Zavier bergerak di lehernya tapi saat ini dia terlihat baik-baik saja. Bryssa mencoba terlihat baik-baik saja karena dia tidak ingin membuat Zavier menang. Bryssa masih tidak menyerah untuk kebebasannya.
Kebebasan itu begitu penting baginya, ia memiliki banyak hal yang harus dia kerjakan, bukan terkurung dalam rumah mewah seperti tahanan.
"Nona, Tuan menunggu Anda untuk sarapan." Pelayan memberitahu Bryssa.
Bryssa bangkit dari tempat duduk depan meja rias. Tak ada yang perlu dia takutkan, jika dia ingin bertahan dari binatang maka dia harus menjadi seorang pemburu. Tak peduli hewan apa Zavier, ia akan memburu Zavier.
Dengan langkah pasti, Bryssa menuruni tangga. Ia kini sudah mencapai anak tangga terakhir. Melangkah menyusuri lorong dan sampai di ruang makan besar milik Zavier. Di kursi utama sudah ada si pemilik rumah.
Bryssa duduk di sebelah kiri Zavier.
"Sepertinya kau tidak seperti wanita yang kehilangan keperawanannya." Kata-kata Zavier dimulai dengan nada dinginnya.
Bryssa tersenyum tenang ke arah Zavier, "Aku pikir kemarin aku sudah bersikap seperti yang kau katakan. Hari ini otakku sudah kembali waras. Air mataku terlalu berharga untuk aku jatuhkan hanya karena binatang buas sepertimu."
Zavier biasanya tidak mudah marah tapi kali ini mendengar apa yang Bryssa katakan membuatnya ingin meledak, "Baguslah. Aku benci melihat wanita cengeng. Air mata wanita adalah dusta yang paling aku benci."
Tatapan mata Bryssa terlihat mengejek Zavier, "Sudah dipastikan jika binatang buas sepertimu tidak lahir dari seorang wanita. Ah, atau ibumu membuangmu ketika dia melahirkanmu?"
"Kata-katamu tidak begitu tepat. Aku dilahirkan seorang wanita dan ibuku tidak membuangku ketika melahirkanku. Dia hanya tidak menganggap aku ada seumur hidupnya." Zavier mengatakan hal itu dengan nada tenang. Ia tak perlu menutupi hal ini dari Bryssa yang akan hidup bersamanya seumur hidup Bryssa.
Bryssa tersenyum miris, "Wajar saja. Kau memperlakukan wanita seperti binatang karena kau tidak pernah merasakan lembutnya tangan seorang wanita. Rupanya kau sudah dikutuk sejak lahir. Sampai detik ini aku yakin tak ada wanita yang benar-benar menyentuhmu dengan lembut. Aku yakin kau dikelilingi oleh banyak wanita tapi dari semua wanita itu tidak ada satupun yang bisa menyentuhmu dengan tulus. Mungkin sampai mati kau akan seperti itu."
"Aku tidak peduli pada sentuhan lembut wanita. Aku terbiasa mendapatkan apapun yang aku mau."
"Benar. Kau memperkosa untuk menegaskan dominasimu."
Zavier tertawa kecil, wajahnya masih sama dinginnya, iris matanya menatap Bryssa dingin, "Untuk apa aku meminta jika aku bisa mendapatkanya tanpa merendahkan diriku? Memperkosamu? Ayolah, kau adalah milikku. Aku bebas melakukan apapun pada milikku."
Amarah Bryssa meletup-letup tapi dia menahannya, dia terlihat tenang meski bibirnya sedikit bergetar karena kemarahan. Tak ada pembicaraan karena Bryssa tak membalas kalimat menyakitkan dari Zavier.
Mereka akhirnya menyantap sarapan mereka bersama-sama.
"Aku akan menjalankan aktivitasku seperti biasanya. Kau bisa membunuhku jika kau tidak menyukai kata-kataku barusan." Bryssa benar-benar tak takut pada Zavier.
Bibir Zavier terangkat naik pada satu sudut, "Kau sepertinya tahu benar cara bermain. Kau lebih berguna jika hidup. Lakukan sesuka hatimu tapi ketika jam kerjamu habis maka kau harus kembali sesuai dengan jadwal kerjamu. Satu kesalahan aku bisa memberikan kau hukuman lebih sakit dari kematian."
"Siapa yang ingin kau hukum? Aku? Tak akan ada hukuman untukku lagi. Binatang yang memakan tak akan bisa mengalahkan senapan api."
Zavier terkesan dengan keyakinan dari kata-kata Bryssa, wanita ini memang berbeda dengan yang lainnya. Terlihat lembut tapi ternyata jiwanya sangat keras dan tangguh.
"Ah, jadi kau pemburu." Zavier meremehkan. "Jika kau tidak tahu caranya memegang senapan api maka jangan memegangnya. Senjata itu bisa membunuhmu sebelum kau menembak buruanmu." Zavier mengelap bibirnya, menyeruput sedikit kopi hitamnya lalu bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan Bryssa.
"Aku sudah terbiasa dengan senjata itu, Zavier. Tidak lama lagi aku akan menyelesaikanmu." Wajah malaikat Bryssa berubah menjadi iblis cantik.
**
Gedung olahraga, 10 menit lagi.
-Agen S01-
Bryssa menyimpan kembali ponselnya. Ia melajukan kendaraannya menuju ke sebuah gedung yang dimaksud dari ponselnya.
Di dalam gedung itu hanya ada satu orang, Bryssa melangkah menuju ke kursi berada di baris tengah. Ia duduk disana dengan pandangan lurus ke depan.
"Princess of the sun, misi selanjutnya." Seorang yang mengenakan topi memberitahu Bryssa.
"Siapa yang harus aku dekati?"
"Putra seorang konglomerat, Justine Demenza."
"Ah, si perngusaha pertambangan itu?"
"Ya."
"Agen D02 akan menjelaskannya secara lengkap padamu. Dia ada di galeri seninya."
"Baiklah."
Bryssa melihat ke arah sampingnya, tak ada orang lagi disana, "Oh, pimpinan. Kau selalu menghilang seperti itu." Bryssa menghela nafasnya.
Setelah dari tempat olahraga itu, Bryssa segera pergi ke sebuah galeri. Awalnya dia bersikap seolah dirinya adalah seorang pembeli tapi ia melangkah lebih jauh. Masuk ke sebuah ruang rahasia yang pintunya adalah sebuah lukisan berukuran besar.
"Hy, D02." Bryssa menyapa wanita yang saat ini sibuk dengan beberapa peralatan.
D02 yang Bryssa maksud segera melepaskan peralatannya, ia melangkah ke sofa, "Pimpinan kita pasti sudah memberitahumu. Nah, ini datanya dan ini adalah rangkaian dari misi kita."
Bryssa menerima amplop yang diberikan oleh agen D02, ia membuka amplop itu dan membacanya.
Princess of the sun.
Misi yang berisi tentang pencarian sebuah berlian yang menghilang. Berlian yang diberi nama sesuai dengan misi mereka. Berlian peninggalan pada masa kerajaan Romawi kuno yang diletakan di musem nasional. Waktu yang diperlukan untuk menemukan berlian itu hanya satu bulan. Hingga utusan dari Hungaria datang untuk membawa berlian itu.
Princess of the sun adalah warisan yang setiap 6 bulan sekalinya berpindah tangan, dan kali ini dari Columbia akan dipindahkan ke Rusia, tepatnya Moscow. Jika berlian itu menghilang maka negara akan menghadapi masalah, hubungan antara Columbia dan Rusia bisa menegang bukan hanya itu, tempat asal berlian itu -Hongaria, juga akan menekan Columbia.
"Berlian ini hilang semalam. Orang pertama yang harus kau dekati adalah Justine. Dia adalah orang yang paling dicurigai. Ayahnya adalah mantan agen Hungaria. Ada kemungkinan jika Justine akan membalas kematian ayahnya yang terjadi karena pengkhianatan atasannya. Dia mencuri berlian itu untuk membuat hubungan antara 3 negara memanas."
Bryssa memperhatikan gambar berlian di berkas itu tapi dia juga mendengarkan D02 bicara, di kertas yang ia lihat setiap detail berlian dijelaskan perbagiannya.
"Baiklah. Aku harus mengurus pengunduran diriku di perusahaan sebelumnya. Ah, sayang sekali. Padahal aku menyukai bekerja disana."
"Kau bisa membuka rumah mode sendiri nanti."
Bryssa menganggukan kepalanya, "Memiliki rumah mode sendiri itu adalah penyamaran yang paling baik." Ia memasukan kembali berkas itu ke dalam amplop, "Apa yang sedang kau rakit tadi, D02?"
"Bom untuk meledakan pintu besi ruang penyimpanan Brastive Group."
"Bukankah misi ini sudah selesai?" Bryssa mengerutkan keningnya. Dua minggu lalu misi ini telah diselesaikan. Penjahat berdasi yang memiliki aliran dana gelap sudah ditangani oleh kejaksaan. Berita terkuaknya aliran dana gelap yang tak pernah tersentuh itu menggemparkan seluruh Columbia. Pejabat yang mereka pikir bersih ternyata menggerogoti darah mereka.
"Aku masih merasa penasaran dengan isi ruang penyimpanan itu."
"Kau butuh bantuanku?"
"Tidak perlu. Ini hanya untuk memuaskan hatiku saja."
Bryssa tahu rekan kerjanya ini memang orang yang anti penasara. Itulah kenapa rekannya ini bergabung di sebuah badan intelijen sebagai seorang agen. Tapi disini Agen D02 memiliki kemampuan yang luar biasa tentang pengetahuan Kimia dan Fisika. Ia bisa menciptakan senjata nuklir yang bisa meledakan sebuah negara jika dia mau. Otaknya cerdas, bukan, sangat cerdas pada bidang itu. Merakit sebuah bom peledak pintu baja bukanlah hal yang sulit baginya.
"Bagaimana perasaanmu sekarang?"
Bryssa mengerti arah pertanyaan Agen D02, "Mencegah seseorang mati bukanlah kemahiranku. Aku sudah merelakan kepergian Daddy."
"Kau tak punya kelemahan sekarang, Agen A03."
"Aku tidak pernah menjadikan Daddy sebagai kelemahanku. Tapi, memang lebih baik dia meninggal karena sakit daripada karena orang-orang yang mengincar nyawaku."
"Benar. Mayat akan bergelimpangan jika Daddymu meninggal karena seseorang. Dari jarak 2 km akan terbang peluru-peluru kemarahan." Agen D02 tersenyum menatap Bryssa, "Ah, aku memiliki sesuatu untukmu. Aku mendapatkannya ketika aku ke Budapest." Agen D02 melangkah ke sisi kanan. Menekan sebuah tombol, lemari buku bergerak membuka sebuah jalan. Agen D02 masuk ke ruangan yang berisi senjata-senjata yang orang awam tak akan tahu apa fungsinya. Ia keluar dengan sebuah kotak berwarna hitam yang cukup panjang dengan lebar kurang dari 50cm.
Bryssa menerima kotak itu dan membukanya, "Ini...," Bryssa menelusuri isi kotak hitam itu dengan jari telunjuknya, "Senjata yang hanya ada satu di dunia, kan?"
D02 menganggukan kepalanya, "Aku mendapatkannya untukmu."
"Oh my god, kau luar biasa agen D02." Bryssa terlihat sangat senang. "Aku akan meledakan kepala seseorang dengan senjata khusus ini." Zavier, Bryssa sudah memikirkan satu nama yang ingin dia ledakan dengan senjata terbaru yang dia milikki. Kata siapa Bryssa tak pandai dalam memainkan senapan? Dia adalah orang yang sangat berpengalaman dengan senjata itu. Bahkan Bryssa selalu memenangkan waktu tercepat merakit senjata mematikan itu. Jika D02 adalah perakit bom maka Bryssa adalah perakit senjata api.
Tbc