Dua hari berlalu pasca penembakan yang Bryssa lakukan. Zavier yang tertembak kini sudah sadarkan diri. Ia sudah bisa berjalan meski perutnya masih terasa nyeri. Saat ini Zavier tengah memperhatikan Bryssa yang menyirami bunga. Dua hari sudah ia tidak melihat Bryssa, dan wanita itupun tak ada inisiatif untuk menjenguknya.
Zavier tersenyum kecut. Mana mungkin juga Bryssa mau menjenguknya. Wanita ini pasti lebih berharap dia mati.
"Apa yang kau lakukan disini, Zavier?"
Zavier memiringkan tubuhnya, Aeden sudah berada di sebelahnya.
"Bosan terus berbaring."
"Kau menyembunyikan wanita di kediamanmu?" Aeden melihat ke arah Bryssa yang memunggunginya.
"Autumn Bryssa. Putri Jammy."
"Ah, jaminan 4 tahun lalu itu?" Aeden dan 2 teman Zavier yang lain tahu tentang perjanjian pinjaman yang terjadi 4 tahun lalu. "Tapi, sejak kapan dia disini? Kau tidak memberitahu kami."
"Kurang dari dua minggu. Aku sepertinya lupa memberitahu kalian." Zavier tak mencari alasan. Dia memang lupa tentang hal ini. Lagipula Zavier memang jarang membahas masalah wanita.
"Aku ingin melihat wajahnya. 4 tahun lalu wajahnya masih kau rahasiakan. Aku akan menilai, apakah dia cocok bersamamu atau tidak." Wajah Aeden berubah ketika ia melihat wajah Bryssa.
"Meski tak cocok dia akan tetap bersamaku." Zavier bersuara tenang.
"Bryssa, dia dipanggil dengan nama itu, kan?"
"Ya, ada apa?" Dari nada bicara Aeden, jelas jika Aeden ingin menyampaikan sesuatu.
"Tiga hari lalu aku bertemu dengannya saat menonton konser musik Lovita. Dia bersama dengan Justine. Justine mengaku Bryssa adalah sekertarisnya. Tapi, yang aku lihat Justine tampak menyukai Bryssa." Aeden tidak ingin memanasi Zavier, tapi dia juga tidak bisa menutupi.
Zavier diam, tatapan matanya kini menajam, "Aku harus lebih keras padanya agar dia ingat siapa pemiliknya."
"Hey, kau mau kemana!"
Zavier mengabaikan seruan Aeden. Ia terus melangkah menuju ke tangga. Tujuannya adalah taman bunga.
Sampai di taman bunga, Zavier menarik tangan Bryssa kasar.
"Apa yang kau lakukan, sialan! Lepaskan aku!" Bryssa memberontak.
Zavier menggenggam pergelangan tangan Bryssa dengan kuat. Ia tak memberi cela bagi Bryssa untuk lepas darinya.
Brak!! Zavier menyentak Bryssa hingga wanita itu terduduk di ranjang.
"Sekertaris plus plus, eh?!"
Bryssa mencerna baik-baik ucapan Zavier. Ah, dia tahu. Mungkin Aeden yang mengatakan pada Zavier. Pertemuan mereka di konser musik itu pasti sudah sampai ditelinga Zavier.
"Aku menemani Pak Justine karena dia adalah atasanku. Aku rasa tak ada masalah untuk itu."
Tak ada masalah? Zavier mendengus karena kata-kata Bryssa. Atasan dengan sekertaris bisa memiliki hubungan yang spesial, terlebih lagi mereka adalah pria dan wanita.
"Sebelum masalah muncul aku harus menanganinya. Kau harus berhenti bekerja."
"Aku baru bekerja disana beberapa hari dan aku tidak akan berhenti!"
"Kau masih belum paham posisimu, Bryssa. Aku akan menjelaskannya satu kali lagi padamu!"
"Kau mau melakukan apa, hah?! Memperkosaku lagi?!"
"Kau tak berhak bertanya pada tuanmu, Bryssa!" Zavier mendorong Bryssa. Mengunci tubuh wanita itu dengan kedua tangannya.
Bryssa mendengus, cara ini tak akan mempan padanya. Ia biarkan Zavier membuktikan dominasinya pada dirinya. Tapi ingat baik-baik, sedikitpun Bryssa tak takut pada Zavier.
Tak ada penolakan dari Bryssa tapi tak ada balasan dari Bryssa. Wanita ini hanya mengerang atas sentuhan Zavier, ini adalah apa yang tak bisa Bryssa cegah. Bahwa ia manusia yang tak bisa melawan kenikmatan itu sendiri.
"Tch!" Zavier berdecih, "Pertama kau menangis dan yang kedua kalinya kau mengerang kencang. Jiwa pembangkangmu kalah oleh p*****r kecil yang bersembunyi ditubuhmu."
Bryssa mencengkram pinggang Zavier dengan kencang, ia membuat luka Zavier kembali berdarah.
"Kau hanya mengajarkan aku arti menikmati sentuhan. Cara ini tak berguna sama sekali untuk membuatku menuruti kata-katamu!"
"Asshh!" Bryssa mengerang karena hentakan keras Zavier.
"Pembangkang. Kau tak mirip sama sekali dengan Jammy."
"Jangan bicara seolah kau mengenal Daddyku!"
Zavier mendekatkan wajahnya ke telinga Bryssa, "Aku cukup mengenalnya, Little princess." Bisiknya pelan, lidahnya menjilati daun telinga Bryssa lalu menghisap leher Bryssa.
"Jammy adalah orang yang tidak kompeten. Nyatanya anaknya tidak bernilai mahal. Dia terlalu melebihkanmu. Ah, benar. Seorang ayah pasti mempromosikan anaknya dengan baik. Dia adalah penipu."
Bryssa terima jika dia dihina tapi dia tidak bisa terima jika ayahnya dihina.
"Ada apa dengan tatapan tak terima itu? Bukankah yang dia katakan padaku semuanya salah?!" Zavier mengangkat pinggul Bryssa, menghujamnya lebih kasar dan dalam.
Hentakan itu membuat Bryssa kehilangan akal. Hasratnya sudah mencapai kepalanya.
"Sshh, Ah, Zavier."
Zavier tersenyum miring, "Sebenci apapun kau padaku, kau mengerangkan namaku juga."
"Lebih cepat!"
"Aku tidak menerima perintah."
Bryssa ingin lebih, dia ingin lebih, "Zavier, kumohon."
"Ah, kau memohon sekarang."
Bryssa akan mengutuk dirinya sendiri nanti. Saat ini dia hanya ingin Zavier menyentuhnya lebih.
"Please."
"Katakan padaku siapa pemilikmu?"
"Kau."
"Katakan padaku siapa yang boleh menyentuh tubuhmu."
"Kau."
"Katakan padaku kau tidak akan berhubungan dengan pria manapun."
"Ehm, ya ya."
"Jika kau melakukannya maka aku akan membuatmu sengsara seumur hidupmu."
"Aku paham. Kumohon, sialan!"
Zavier tertawa kecil, "Kau tak benar-benar tahu caranya memohon, Bryssa."
"Zavier, please." Kali ini dengan nada pelan.
Saat hasrat mengalahkan ego, harga diri dan keras kepalanya Bryssa menghilang pergi.
"You are mine since the first we met, Bryssa." Meski Bryssa mengatakan cara ini tak akan menunjukan d******i tapi dari yang terlihat sekarang, Bryssa berada digenggaman Zavier.
Sesuai permohonan Bryssa, Zavier menghujam Bryssa lebih cepat. Memberikan kepuasan yang tak pernah Bryssa rasakan. Membawa wanita itu terbang ke kenikmatan tiada tara.
Seperti pertama kali. Zavier mengeluarkan spermanya di atas perut Bryssa. Karena tak sadarkan diri Zavier tidak membawa Bryssa ke dokter agar wanita itu tidak hamil. Zavier serius dengan kata-katanya tak ingin memiliki anak.
"Bersihkan tubuhmu. Kau harus ke dokter kandungan." Zavier bangkit dari atas Bryssa.
Bryssa mengatur nafasnya, tubuhnya lemas karena pergulatan yang baru saja terjadi. Tak ada kata kutukan yang keluar dari mulutnya. Dia tak bisa mengutuk dirinya sendiri karena lepas kendali. Yang bisa ia lakukan hanya tersenyum kecut, ia sama saja dengan wanita Zavier lainnya.
Bangkit dari tempat tidurnya, Bryssa membersihkan tubuhnya. Ia tak bisa menolak Zavier, ia juga tak ingin memiliki anak dari Zavier.
**
Bryssa dan Zavier dalam perjalanan kembali ke kediaman Zavier.
Mobil Zavier berhenti ketika jalanan dipenuhi mobil polisi, sepertinya telah terjadi sesuatu.
"Apa yang terjadi?" Zavier bertanya pada polisi yang melewati mobilnya.
"Seorang teroris menyandera bus liburan anak-anak playgroup."
Zavier menaikan kembali kaca mobilnya. Ia segera memutar mobilnya, membawa mobilnya ke sebuah parkiran gedung di lantai 2.
Bryssa mengerutkan keningnya, apa yang mau Zavier lakukan di gedung ini.
Zavier turun dari mobilnya. Ia membuka bagasi mobilnya dan mengeluarkan kotak hitam cukup panjang.
Bryssa memperhatikan gerak-gerik Zavier yang kini mengeluarkan isi dari kotak hitam yang ia pegang. "Apa yang mau dia lakukan?!" Bryssa keluar dari mobil Zavier. Ketika ia ingin mendekati Zavier, pria itu sudah terjun bebas hingga ia mendarat di atas mobil bus yang parkir di depan gedung.
Bryssa tak membawa senjata untuk menghentikan Zavier. Ia berpikir jika teroris itu mungkin adalah orang Zavier dan Zavier hendak menyelamatkan orang itu.
Zavier tengkurap di atap mobil. Ia mengarahkan moncong senjatanya, mengunci targetnya dan melesatkan pelurunya.
Suara teriakan terdengar nyaring di bus ketika peluru Zavier bersarang di kepala teroris yang menyandera seorang anak laki-laki.
Bryssa tercengang, "Apa ini? Binatang juga punya hati?"
tbc