"Key,"
Keysha menoleh, melempar senyum melihat kakak iparnya Sekar.
Adelio sudah pulang sejak tadi sebelum ulang tahun Cantika dirayakan. Kekagetan Adelio tadi jelas membuat Keysha berpikir, apa dia perlu perawatan lebih keras lagi untuk terlihat muda?
"Udah tidur?"
"Udah. Bawel banget." ucap Sekar disambut tawa oleh Keysha.
"Gimana kerjaan kamu?"
"Emm…Alhamdulillah lancar, besok juga ada pertemuan sama tim disini habis itu terbang ke London buat ketemu klien." jawab Keysha. Ekor matanya melirik Sekar, dia merasa kasihan pada kakak iparnya ini.
Kakak nya meninggal setahun setelah Cantika lahir. Sekar harus menjadi ayah dan ibu secara bersamaan.
Sekar juga masih mengabdikan dirinya pada orang tua nya, sebab, Sekar anak panti asuhan. Bapak bilang, lebih baik tinggal bersama daripada membiarkan menantu dan cucunya sendirian di luar sana.
"Key,"
"Hem? Ada apa, kak. Cerita aja, Key bakal dengerin kok." kata Keysha merasa Sekar ingin mengatakan sesuatu.
"Aku boleh gak sih melupakan masmu?"
Keysha diam. Itu artinya Sekar sudah menemukan pengganti sang kakak.
"Kalau seumpama dia baik, bisa menerima Cantik, sayang sama cantik dan kakak, kenapa enggak gitu loh." Kata Keysha. Meskipun tidak senang sang kakak akan dilupakan, Keysha tidak ingin egois.
"Siapa orangnya? Siapa tau aku bisa bantu." Tanya Keysha.
"Cowok tadi."
"Heh!!" Keysha kaget hampir kejengkang.
Siapa yang tidak kaget mendengar pengakuan yang menurutnya sedikit tidak masuk akal.
"Kenapa? Tidak boleh ya? Atau dia pacar kamu?"
"Bukan. Astaga…" Keysha ngibas tangan sambil geleng kepala. "..bukan, kenal aja baru kenal tadi. Tapi, kok kamu bisa—"
"Ya, hati siapa yang tau Key. Nggak tau kenapa ngeliatnya tuh nyaman banget ngeliat dia main bareng Cantika, dia bahkan nggak marah Cantik manggil Daddy."
"Jadi, karena itu. Tapi, bisa aja kan itu cuma kedok doang? Kita nggak tau niat orang bagaimana kak,"
"Iya aku tau. Aku yakin kok, dia orangnya baik dan tulus sama Cantika."
"Lah? Tau darimana?" Heran Keysha. Masalahnya mereka baru ketemu, masa langsung Tek. Konek gitu? Masih percaya pandangan pertama? Kok kesannya klise banget ya,
"Intinya, kamu mau nggak bantuin aku Deket sama dia?"
"Lah? Tau namanya aja enggak."
"What??"
"Hahahaha."
***
"Serius dia masih sendiri? Bukannya tujuh tahun lalu dia bakal nikah?" Tanya Barra heran.
"Kamu aja heran, gimana saya." Adelio memegang kartu nama Keysha.
Tidak lama kemudian Fandy dan Lisa datang, ikut dalam obrolan mereka.
"Jadi, beneran dia belum nikah?" Tanya Fandy setelah duduk.
"Belum." celetuk Lisa menyerobot jawaban Adelio. Gadis itu tanpa ragu mengangguk saat tatapan mengarah padanya.
"Energinya kuat, murni putih, tapi, bernoda ada luka disana. Hangat, tapi, gelap seperti menyimpan amarah dan dendam mungkin?" ujar Lisa tegas, menjelaskan apa yang dia lihat setelah bertemu dengan Keysha.
Suasananya seketika hening, mereka diam dengan pikiran melanglang buana. Kalau Lisa sudah berkata seperti itu artinya… waspadalah.
Adelio dan Barra sampe ngeri-ngeri sedap kalau Lisa tiba-tiba ngomong sendiri.
"Kalau aku gimana?" Tanya Azka pacar Barra memecahkan keheningan.
"Kamu?"
Azka ngangguk-ngangguk bersemangat, tidak peduli Barra geleng kepala, kali ini dia pengen tau Lisa bisa nebak lagi atau nggak.
"Sebelum kesini berada ronde? Awas, lagi masa subur ntar tuyulnya jadi kalian kalang kabut."
Mampus. Mama tuh.
Adelio dan Fandy tergelak tak kuat menahan tawa. Keduanya serentak menunjuk Barra yang kini merah padam, benar-benar gali kuburan sendiri.
Lagian pacarnya pake nantang orang salah lagi. Hadeh,
"Hehe, maaf Yaang." Azka nyengir dapet pelototan dari Barra.
"Hadeh, ayaang maaahhh."
"Ya, maaf."
"Hahahaha mamam tuh."
"Sialan."
***
Suara desahan terdengar di dalam apartemen Nasha, sudah sejam wanita itu mencoba membangun ular piton raksasa milik Zaki, sayangnya Zaki sampai mengantuk menunggu miliknya bangun, namun sampai sekarang pun tidak ada reaksi malah semakin mengkerut.
"Haish. Bisa tidak sih." kesalnya mendorong Nasha menjauh darinya lalu bangun.
Zaki bangkit meraih celana dan kemejanya. Sial, apa yang terjadi padanya?
Dia tiba-tiba loyo, hanya sekali bereaksi setelah itu kerut perlahan kerut semakin kerut meringkuk tidak ingin disentuh seperti udang masak.
"Harusnya aku yang bertanya," Nasha mengikat piyamanya, mendengus kesal berkata. "Kamu, bagaimana bisa dia jadi lemah seperti itu. Apa keahlianmu sudah hilang? Hahaha, lucu sekali melihatnya seperti—uugghh!!" Nasha meringis, matanya membola tatkala Zaki mencengkram dagu nya.
"Jangan melewati batas, kalau kinerjamu sendiri tidak mampu membangunkan nya." Zaki tersenyum menyeringai, "Kau tau artinya, dia tidak lagi bernafsu melihatmu." bisiknya melepas cengkramannya mendorong Nasha ke kasur.
"Aassh! Apa yang kau lakukan Zaki!" Pekik Nasha merasa sakit di dagu bekas cengkraman Zaki.
Zaki tidak peduli, dan berjalan ke meja meraih barang-barang nya. "Jangan pernah muncul di hadapan saya," berbalik menatap Nasha. "kalau masih ingin hidup." ucapnya mengancam Nasha, takut kejadian tadi sore terulang lagi.
Nasha melihat kepergian Zaki marah, melempar semua barang-barang di sekitarnya menarik sprei dan berteriak keras.
"b******n!!" umpatnya.
***
"Pagi mommy sayang," Adelia memeluk sang mommy, dan mengecupnya.
"Pagi sayang." Abi menepuk pipi Adelia sambil tersenyum lembut.
"Duduk gih, hari ini mommy masakin nasi goreng spesial kesukaan Dee."
"Yeeeyy… mommy terbaik." Adelia melepas pelukannya, lalu duduk.
Tidak lama, Oscar bergabung. "Morning mom, sista." Oscar memeluk Abi, mengecup pipi Abi, lalu mengecup pelipis Adelia.
"Morning bontot."
Oscar monyongin bibirnya dengan kekompakan Abi dan Adelia.
"Ada sidang nggak hari ini?" Tanya Oscar, tersenyum pada sang mommy saat wanita itu menaruh piring depan nya. "Makasih mommy."
"Sama-sama, sayang."
"Emm, hari ini ada kasus yang kemarin langsung masuk pengadilan." jawabnya mengacungkan jempol tanda masih goreng buatan mommy nya benar-benar tidak ada duanya.
"Non,"
Adelia menoleh, mbak datang membawa map coklat.
"Dari siapa?" Tanya Adelia.
"Tidak tahu nona, hanya ada nama nona disini."
"Makasih mbak."
"Sama-sama non."
"Makan dulu sayang, nanti aja liatnya." Tutur Abi mengusap pipi Adelia.
"Siap nyonya. Mungkin kini dari anonim buat kasus." lontar Adelia menaruh map tersebut di bawah ponselnya.
"Mom, buatin bekal dong. Satu aja, buat kak Zaki."
"Iya nanti mom buatin. Kenapa Zaki nya nggak masuk semalam?"
"Uhuk.. " Adelia terbatuk, menatap sang mommy.
"Iya, dia ada di depan semalam sampai jam berapa gitu. Kata mamang penjaga juga gitu." Kata Abi memberitahu Adelia bahwa suaminya ada di depan rumah semalam.
"Dee kira dia udah pulang? katanya semalam ada yang harus dia kerjakan makanya nggak bisa mampir." Dalam hati Adelia memohon maaf lagi-lagi berbohong pada Abi.
"Walah."
Abi mungkin bisa, tidak dengan Oscar yang melihat tanda-tanda sang kakak berbohong.
***
Saat ini Adelia di mobil membuka map coklat yang ia dapat. Berharap itu bukti anonim untuk kasus nya hari ini, namun, mendesah kasar setelah melihat foto sore kemarin.
Akhirnya yang ia takutkan terjadi, seseorang mengambil foto Zaki bersama cewek lain dimana dia pun berada di sana.
Miris
"Zaki sialan." umpatnya dengan kesabaran yang semakin menipis, Adelia meninggalkan rumah orang tuanya dalam keadaan marah.
Adelia berjanji, hari ini isi kepala Zaki bakal keluar dari cangkangnya.
Emang benar ya, don't jas gedebuk buy mejigjer. Tampang doang malaikat kelakuan Dajjal.
Dah lah, Adelia capek. Dia terlalu naif jadi orang.
***
Pelampiasan semalam belum tuntas, kepala Zaki rasanya mau pecah. Dia pun meminta asisten nya masuk, dan kembali melakukan hal itu seakan lupa pagi ini Adelia akan datang membawa sarapan untuknya.
Saat perawat bergoyang dengan sensual nya, meremas, membusungkan d**a, hanya getaran beberapa menit yang Zaki rasakan sebelum ular piton nya kembali loyo.
Brengsek.
Dia kenapa sebenarnya? Apa yang sudah dia makan atau minum sampai miliknya tak bangun-bangun.
"Ma-maaf dokter, tidak biasanya milik anda seperti ini. Apa yang terjadi?"
"Aarrgghh! s**t! Saya pun tidak tahu dia kenapa!?" Zaki pun bangun, mengacak rambutnya kesal. Lagi-lagi miliknya loyo.
Perawat itu menciut segera merapikan pakaiannya lalu keluar, sedikit takut melihat Zaki dipenuhi amarah.
Dengan kesal, Zaki meraih ponselnya menghubungi sahabatnya.
"Halo, kau dimana?"
"Ya, praktek lah, dimana lagi. Emangnya situ ada dimana-mana."
"Sialan. Tidak usah meledek."
"Kenyataan bro."
"Diamlah. Jadwalkan pemeriksaan." Walaupun malu, Zaki harus melakukan pemeriksaan pada adik kecilnya.
"Wait? Apa yang terjadi pada adikmu? Lecet kah, atau loyo? Ingat ya, disini hanya menerima ular loyo, bukan—"
"Saya tidak tau dia kenapa, tiba-tiba saja loyo. Kau tau, saya tidak pernah segelisah ini. Saya sudah mencobanya di dua tempat, tapi dia.. s**t. Dia benar-benar tidak mau bangun bangsat."
"Benarkah? Pfft… hahahaha, itu karma untukmu."
"b******n!"
"Hahahaha, mampus."
"Lendra sialan! Shut up bastard."
"Idih ngamok.. hahaha."
"s**t!" Zaki memutuskan sambungan teleponnya, melempar ponselnya ke meja lalu duduk dengan kasar.
Kepala atasnya ingin pecah memikirkan kepala bawahnya yang tidak mau berfungsi. Aahh.. dia kenapa?
Zaki menunduk, memukul pelan kepala ular piton nya. "Ada apa denganmu, hah! Saya jadi gila karena mu bodoh."
BRAK!!
"Dokter Zaki!!"