Thomas.
Antarkan gadis itu sampai tiba di Apartemen.
Edward mengirim pesan kepada Thomas. Saat ini ia dan Clara dalam perjalanan menuju rumah. Edward masih mengingat ucapan Mario yang mengatakan kalau rahim Clara baik-baik saja.
Clara merasa kesal karena sejak pulang dari rumah sakit sikap Edward jadi aneh. Ia merapatkan duduknya dan menggelayut mesra lengan suaminya. Edward merasa risih dan menarik lengannya. "Kamu kenapa sih yank?"
"Kenapa apanya."
"Kamu ngga merasa kamu dari tadi diemin aku yank?" Edward hanya beroh ria. "Idih oh doank. Jawab sayang aku tanya sama kamu kenapa dari tadi diemin aku."
Edward menatap istrinya kesal. "Harusnya kamu tahu sendiri apa kesalahan mu."
Clara berdecih. "Aku ngga tahu salah aku apa. Aku ngga merasa bikin salah apapun sama kamu hari ini. Aku ngga suka kamu abaikan kayak gini yank."
"Susah ngomong sama orang yang ngga punya hati kayak kamu."
"Aku ga ngerti deh sama kamu. Kamu tuh dikit-dikit marah, dikit-dikit marah kayak cewek lagi PMS aja. Kalo aku salah langsung ngomong jangan muter-muter bikin pusing tahu."
"Terserah!"
Keduanya saling diam sampai tiba dirumah. Edward memilih masuk ke ruang kerjanya sementara Clara yang kesal masuk ke dalam kamar dengan membanting pintu dengan kencang.
Pertengkaran antara Edward dan Clara terlihat oleh Rini mamanya Edward. Ia yang baru tiba di rumah putranya untuk memberi kejutan malah ia sendiri yang mendapat kejutan pertengkaran putranya dan Clara.
"Ada apa dengan mereka?" tanya Rini penasaran. "Yem kamu tahu ada masalah apa antara putraku dan menantuku? Kenapa mereka bertengkar? Aku tak pernah melihat mereka bertengkar." tanya Rini kepada Mariyem kepala asisten rumah tangga Edward.
Mariyem salah tingkah. Ia tak enak jika harus mengadu sama Nyonya besar. "Udah kamu jangan takut. Katakan apa yang sebenarnya terjadi di sini. Selama ini mereka baik-baik saja setahu ku."
"Maaf nyonya saya takut di bilang tukang adu domba sama Bu Clara." Mariyem benar-benar tak berani karena Clara bisa bersikap lebih jahat jika di usik.
"Kamu ngga usah khawatir saya jamin Clara tidak akan mengganggu kamu."
"Tapi Nyonya... Baiklah Nyonya."
"Oke jadi gimana?"
"Maaf nyonya besar. Saya bukannya ingin mengadu atau bagaimana tapi yang pasti selama ini rumah tangga Pak Edward dan Bu Clara tidak berjalan dengan baik. Mereka kerap kali bertengkar hebat. Jika masih membanting pintu, saya rasa masalah mereka masih ringan."
Rini mengerutkan dahinya. "Maksud kamu gimana?"
"Saya pernah melihat Pak Edward dan Bu Clara bertengkar hebat setelah pulang dari rumah utama. Mereka memperdebatkan masalah keturunan."
Rini jadi teringat tentang hal itu. Hari dimana ia mengundang Edward dan Clara untuk makan malam bersama dirumahnya. Disana ia menanyakan perihal Clara yang tak kunjung hamil.
"Apa mereka bertengkar hebat?" Mariyem mengangguk. Mariyem mengatakan kalau Clara memang tak ingin memiliki anak tapi Edward sudah sangat menginginkan anak. Akhirnya tercetuslah ide rencana untuk menyewa rahim seorang wanita untuk mengandung calon keturunan Sadewa.
Rini tampak syok. Tubuhnya hampir membentur lantai jika tidak ditahan oleh Mariyem. "Ya Tuhan kenapa bisa seperti ini? Kenapa ada manusia seperti itu." ucap Rini tak mengira menantunya enggan hamil calon cucunya.
"Maaf nyonya sudah membuat nyonya nyaris pingsan seperti ini." ucap Mariyem merasa bersalah.
"Ngga Yem. Kamu ngga salah. Saya justru berterima kasih karena kamu saya bisa tahu masalah apa yang sedang terjadi pada rumah tangga Edward dan Clara."
Mariyem hanya bisa mengangguk. Rini harus segera menemui putranya dan mempertanyakan kebenaran ide gila itu. Ia pun meminta Mariyem untuk membawanya ke ruang kerja putranya.
***
"Mama." ucap Ed kaget melihat sang mama berdiri di depan ruang kerjanya. Ia langsung membawa sang mama masuk ke dalam ruang kerja.
Rini tersenyum. "Mama kapan datang? Kok Ed ngga tahu mama datang?"
"Mama udah datang dari tadi. Mama sengaja ngga kasih kabar ke kamu tadinya biar surprise eh ngga tahunya mama yang dapat surprise dari kalian."
Edward menggaruk kepalanya. "Jujur sama mama kalian ada apa sebenarnya?" Edward salah tingkah.
"Ada apa gimana maksud mama?"
"Udah ngga usah bohong sama Mama. Mama udah lihat sendiri tadi kalau kamu dan Clara bertengkar sampai banting-banting pintu segala. Ada apa dengan kalian berdua."
Edward menggaruk kepalanya. "Beneran Ma. Kami ngga ada masalah apapun. Mungkin tadi yang mama lihat ngga sengaja kebanting. Pintu kamar ku memang begitu. Maksudnya pelan tapi ternyata kebanting cukup kuat." Kilah Edward.
Rini menatap wajah putranya itu. Ia tahu kalau putranya berbohong. Ia akan mencari tahu sendiri ada apa sebenarnya.
"Ya sudah kalau ngga ada apa-apa. Mama cuma kaget aja tadi Clara banting pintu kamar kenceng banget. Mama kira kalian lagi berantem."
Edward tersenyum lega karena sang mama mempercayai kebohongannya. "Ngga lah Ma. Itu karena pintunya yang bermasalah. Kami baik-baik aja kok."
Rini mengelus rambut putranya. "Mama nginep disini kan?"
"Iya mama nginep. Bolehkan?"
"Ya bolehlah. Masa iya mama sendiri ngga boleh nginep disini. Mama mau tinggal sama kami disini aku akan senang banget Ma."
"Kamu sih senang, Clara gimana? Dia pasti ngga enak kalo mama nginep."
"Ck... Mana berani dia menolak. Kalau sampai berani ku stop kartu kreditnya." canda Edward.
"Oke deh mama mau tinggal beberapa hari dulu disini."
"Yes! Makasih Ma. Ed kangen masakan mama." Ia memeluk tubuh Mamanya. "Kamu sengaja ya suruh mama tinggal disini biar bisa makan masakan mama."
Edward tertawa, "Tahu aja deh Mama. Abis ngga ada yang bisa ngalahin masakan mama sih."
"Lagian kamu cari istri yang ngga bisa masak sih."
Lagi-lagi Edward hanya bisa nyengir kuda. "Ya udah mama mau siapin makan malam buat kita ya."
"Siap Ma. Makasih ya." Rini pun keluar dari ruang kerja putranya. Ia segera menghubungi seseorang. "Cepat cari tahu apa yang tengah terjadi dengan pernikahan putraku. Aku ingin laporan itu secepatnya."
***
My Husband
Ada mama datang. Tadi mama lihat kamu banting pintu. Mama udah nyangka kita berantem tapi aku bisa mengelak.
Ku harap jaga sikap mu depan mama.
Clara semakin kesal membaca pesan yang dikirimkan Edward. Ia menuduh seolah dirinyalah yang memulai pertengkaran itu. Clara juga tak menyangka kalau ibu mertuanya itu datang ke rumah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Clara mondar-mandir di dalam kamar. Ia tampak gelisah setelah mendapatkan pesan dari suaminya. "Ck... kenapa sih wanita tua itu pake datang segala ke rumah. Bikin susah gue aja!" rutuk Clara kesal.
Ia menggigiti kuku-kuku jarinya yang tampak indah dengan nail art. Tak lama pintu kamar terbuka. Edward masuk ke dalam kamar dan langsung mendapat serbuan pertanyaan dari Clara.
"Kamu sengaja ya suruh mama datang biar lihat kita berantem." tuduh Clara.
"Mama datang sendiri atas kemauannya bukan perintahku."
"Bohong! Kamu pasti yang suruh. Mama ngga mungkin tiba-tiba datang tanpa kasih kabar."
"Terserah!" Edward memilih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang lelah.
"Dasar b******k!" umpat Clara kesal.
***
TBC