BAB 6 : Home?

3624 Kata
“Kurang ajar!” Maki Nicholas menampar Mina. “Anak tidak tahu diri, sudah menipu dan kau masih berani menuduh Ara” geramnya semakin murka. Mina tertunduk menangis mengusap pipinya yang terasa panas berdenyut, “Maafkan aku ayah.” “Maaf katamu” geraman Nicholas semakin kuat, matanya yang menyala-nyala menujukan kemarahan yang tidak dapat terkontrol. Nicholas mencengkram rahang Mina dengan hingga urat-urat di tangannya muncul di permukaan. “Kau sudah mempermalukan Arabelle berulang kali, dan kau terus mengulanginya.” “Ayah..” Mina meringis kesakitan. “Nicholas, jangan menyakiti Mina. Dia melakukan ini karena kau tidak pernah adil kepadanya dan selalu mengutamakan Ara. Mina juga anakmu” bela Kate menarik-narik lengan Nicholas, dengan kasar Nicholas menghempaskan tangannya dan mendorong Kate hingga jatuh ke lantai. “Jangan pernah bermimpi bisa mengambil semua yang dimiliki Ara, karena kau tidak pantas mendapatkannya. Sekali lagi aku melihat kalian membuat ulah kepada Ara, kalian akan tahu akibatnya.” Nicholas menghempaskan cengkramannya pada Mina dan membuat Mina terjatuh ke lantai. “Ayah.. aku juga ingin seperti Ara” isak Mina mengusap wajahnya yang terasa sakit. Mata Nicholas menggelap, giginya menggertak semakin marah. “Kalian!” tunjuknya pada Mina dan Kate, “Kalian memperlakukan anakku dengan buruk, dan kalian ingin di perlakukan dengan baik?. Dasar wanita tidak tahu diri!.” “Berhenti bicara kasar padaku!” Teriak Kate tidak terima. “Kalau begitu. Berhenti mengganggu anakku” balas Nicholas memperingatkan sebelum memutuskan pergi meninggalkan kedua wanita tersebut. “Sudah aku bilang, kau jangan melangkah terlalu jauh melangkah. Ini bukan saatnya” nasihat Kate menangis memeluk Mina, “Kau membuat kita dalam kesulitan.” Tangisan Mina semakim keras, “Aku melakukannya karena ayah tidak sayang padaku, dia hanya mencintai wanita bodoh itu.” Teriak histeris Mina, “Aku benci Ara, aku yang lebih pantas untuk mendapatkan cinta ayah dan semua yang dia miliki. Dimana letak kesalahanku Bu?, aku juga memiliki hak yang sama seperti Ara.” Pelukan Kate semakin erat menenangkan Mina, “Kau akan mendapatkannya nanti. Semuanya akan menjadi milik kita.”   ***     Arabelle menjerit meronta-ronta, Raefal semakin  menarik kepala dan tubuhnya menghisap dan mengigit pipi Arabelle semakin keras. “Hiks.. aku akan melaporkannya pada Ayah!” Jerit Arabelle merasakan pipinya sakin membengkak. “Gadis sombong sepertimu ternyata pengadu Arabelle” ejek Raefal dengan pandangan meremehkan. “b******k, beraninya kau bicara tidak sopan pada puteri generasi ke sepuluh kerajaan.” maki Arabelle dengan tangan mencoba menggapai-gapai wajah Raefal berniat memukulnya, namun Raefal menahan kepala kecilnya hingga tubuhnya yang pendek itu tidak bisa menggapai Raefal. “Apa kau sadar, kau itu itu menggemaskan sekaligus menyebalkan Ara?” Tanya Raefal dengan senyuman gelinya melihat wajah Arabelle yang sudah bersimbah air mata dan ingus yang yang keluar dari hidungnya. Pipi gadis itu merah bengkak dengan bekas gigitan gigi Raefal. Kaki kecil Ara mengayun dengan cepat menendang s**********n Raefal hingga pria itu tejatuh meringis merasakan bagaimana senjatanya mengeram seketika. “Argt, asetku” Raefal melindungi miliknya seketika, tubuhnya menekuk merasakan ketegangan menyakitkan sepanjang paha hingga berkumpul di tengah selangkangnya. “Arabelle, kau keterlaluan. Kau akan menyesalinya nanti.” “Kau pantas mendapatkannya!” Pelotot Arabelle menunjuk Raefal dengan hina. Rahang Raefal mengetat seketika, tubuhnya kembali tegak setelah merasakan tubuhnya yang melentur lagi. “Aku akan membeli mulutmu Ara, akan ku pastikan kau tidak akan bicara sembarang lagi setelah kita bertunangan.” “Katakan saja dalam mimpimu” Teriak Arabelle seraya berlari pergi kembali ke halaman menemui Greta. *** Greta mulai merasa kesepian, makanan sudah mulai di hidangkan namun Nicholas juga Raefal dan Arabelle masih belum kembali. Ada penyesalan di dalam diri Greta saat mengajak Nicholas untuk makan malam bersama. Andai saja Greta menjadwalkannya di luar, mungkin gangguan kecil orang-orang luar tidak akan mengganggu rencana memper’erat hubungan Raefal dan Arabelle. Tidak berapa lama setelah itu Nicholas datang dengan tergesa, pria itu duduk kembali di kursinya dengan wajah yang muram tampak menahan amarah. “Maafkan gangguan tadi Greta, aku tidak bermaksud merusak niat baikmu disini.” “Santailah Nicholas” Greta tersenyum lebar dan lega, di ambilnya segelas anggur dan menyesapnya. “Rae sudah memberitahuku, namun aku tidak menyangka mereka melakukan itu kepada puterimu sendiri di depan kami.” Nicholas tersenyum masam, matanya menunjukan kesedihan tanpa kata-kata. Beberapa saat Nicholas membuang nafasnya dengan berat, “Karena itu aku mempercayakan Ara kepada puteramu. Aku tahu dia masih sangat muda dan polos, terkadang menyebalkan dan susah untuk di atur, aku ingin Rae merubah Ara menjadi lebih dewasa dalam berfikir.” “Ara memang masih muda, dan Rae sangat tepat menjadi seseorang yang dapat mengendalikannya.” Greta menghabiskan satu tegukan terakhir anggurnya, “Jangan terlalu sering meninggalkan puterimu Nick.” Nicholas terdiam mencerna kata-kata terakhir Greta. Mina telah sangat berani mempermalukan hingga menuduh Arabelle di depan matanya sendiri, Nicholas tidak tahu apa akan terjadi, apa yang di lakukan Mina dan Kate setiap di belakang Nicholas kepada Arabelle. Perasaan khawatir menghantui Nicholas..  “Ayahh..” Teriak Arabelle menangis terisak berlari kearahnya dan duduk sambil sesegukan mengusap air matanya dengan punggung tangannya yang terkepal. Nicholas mendadak panik, mengusap wajah puterinya yang basah, “Apa yang terjadi?. Kau jangan menangis seperti ini, malu ada Greta. Kau sudah berjanji kepada Ayah untuk menjaga sikap” nasihat dan omel Nicholas dalam bisikan. “Tapi ayah..” rengek Arabelle mengusap pipinya yang masih terasa bengkak. “Kenapa kau menangis Ara?, siapa yang menyakitimu?” Tanya Greta perhatian. “Karena dia” tunjuk Arabelle kepada Raefal yang baru datang. “Dia menggigit pipiku, bagaimana jika pipiku habis dan bolong!. Dia tidak normal, dia kanibal.” tangisan Ara terpecah mengusap pipinya berulang kali. “Ehem” Raefal kembali duduk dengan canggung dan wajah memerah malu mendengar penuturan mulut pedas polos Arabelle. Ternyata itu alasan mengapa Arabelle marah kepadanya, cukup sulit bagi Raefal memahami jalan fikiran seorang gadis remaja yang bodoh seperti Arabelle. “Kami bermain di belakang, tapi aku tidak tahu jika Ara akan menangis seperti ini. Aku minta maaf” aku Raefal dengan canggung. Nicholas sedikit membungkuk mengusap kepala Arabelle, “Pipimu bukan sebongkah roti. Pipimu tidak akan bolong Ara. Jika kau menangis seperti ini, wajahmu akan jelek seperti tentakel gurita. Coba lihat di depanmu, banyak makanan lezat. Jika kau makan dan berhenti menangis, kesultanan di wajahmu akan menyaingi paman Julian.” Baru beberapa detik Nicholas bicara, Arabelle langsung berhenti menangis dan mengusap wajahnya. “Selamat makan” ucapnya dengan sisa-sisa segukannya dan mengambil makanan yang tersaji dan menyuapkannya dalam suapan besar. Nicholas tersenyum lebar, sangat mudah bagi Ara untuk tersinggung dan menangis dan sangat mudah pula membujuknya selama ada makanan di depannya. “Semuanya, ayo kita mulai makan malamnya” kata Nicholas dengan tawa sumbang. Greta merasa lega dan nyaman setelah mengetahui jika Mina dan Kate tidak ikut bergabung untuk makan malam. “Jadi” Greta mengunyah makananya perlahan, melihat Arabelle dan Raefal bergantian, “Apa aku dan Nicholas sudah boleh membicarakan masalah pendekatan kalian?” Tanya Greta hati-hati. “Kami juga sudah membicarakannya barusan” jawab Raefal dengan tenang. Raefal memancing akan seperti apa ucapan yang akan di keluarkan Arabelle untuk menolaknya. Arabelle membulatkan matanya dengan sempurna, bibir mungilnya masih tidak berhenti mengunyah, namun dia sudah siap menyeruakan protesannya. “Benarkah?” Tanya Nicholas kelewatan senang. Ini adalah suatu kemajuan yang sempurna meski dia tidak percaya jika Raefal sudah bisa bicara baik-baik dengan anaknya, namun jika Raefal mengatakan sesuatu yang baik tentang hubungan dirinya dengan puterinya, meski itu sebuah kebohongan. Nicholas yakin, Raefal memiliki suatu ketertarikan kepada Arabelle. “Mulai besok, saya akan selalu menyempatkan diri menemui Ara. Jika Tuan Nicholas tidak keberatan, mungkin kedepannya Ara akan pulang terlambat karena bersama saya.” Kata Raefal dengan sopan. “Tentu, tentu. Bawa Ara sesukamu.” Arabelle hanya bisa melongo karena perkataan ayahnya yang dengan mudahnya memberikan dia kepada pria asing yang baru di kenalnya. Arabelle mendengus jijik melihat kearah Raefal, “Kau tidak perlu repot-repot, aku memiliki banyak kegiatan dengan sahabatku.” Tolak Arabelle dengan senyuman ramah yang penuh kepalsuan. Raefal menopang dagunya dan tersenyum lebih ramah, lebih palsu, “Bukankah minggu kemarin saat di Tereskop Gold kau pernah bilang ingin segera memiliki anak. Kita sudah sepakat, Ara. Akan lebih bagus kita lebih banyak memiliki waktu untuk berdua.” Nicholas tersedak oleh makanannya sendiri. Sekilas Nicholas dan Greta saling bertukar pandang, mereka tidak menyangka anak mereka sedekat ini. Nicholas sampai tidak percaya dengan fikiran anaknya yang pada akhirnya otaknya sedikit bisa di gunakan untuk memikirkan memiliki seorang anak. Tapi Arabelle masih muda. Nichola tidak akan pernah membiarkannya sebelum dia berusia dua puluh lima tahun... “Kalian tidak bisa memiliki anak dalam waktu yang sangat cepat. Melahirkan anak tidak hanya membutuhkan fisik yang baik, mental juga harus sudah siap.” Nasihat Nicholas dengan tegas. Arabelle semakin gelapakan, mulutnya yang penuh makanan masih sibuk mengunyah, namun kepala Arabelle menggeleng kuat meyangkal apa yang di katakan. “Itu tidak benar ayah, kami tidak memiliki kesepakatan itu.” “Itu bukan kesepakatan Arabelle, itu harapanmu” tambah Raefal semakin membuat Arabelle gelapakan. “Aku tidak menyangka kalian sudah cukup dekat. Aku dan Nicholas tidak perlu lagi melakukan banyak hal umtuk hubungan kalian, kedepannya aku harap kalian membicarakan tanggal pertunangan.” Kata Greta dengan penuh semangat. “Kami pasti akan membahasnya mulai besok” jawab Raefal lebih cepat dari Araballe. Arabelle mendelikan matanya seketika, dia sama sekali tidak setuju dan dengan apapun yang di bicarakan malam ini. Kaki kecil Arabelle bergerak di bawah meja, matanya melotot menatap tajam Raefal penuh pernitungan dan ancaman, kaki heels yang di pakainya  menendang-nendang lutut Rae. Arabelle menyerigai melihat ringisan kesakitan Raefal. “Aku dan Rae sudah sepakat kemarin, kita akan membicarakan perjodohan ini setelah aku lulus kuliah. Benarkan Rae?” Tanya Ara dengan gigi saling mengerat, mata melotot, dia mengucapkan setiap kata penuh penekanan untuk mengancam Raefal sambil terus menendang-nendang lututnya di bawah meja. Raefal meringis balas melotot kesal karena tendangan Arabelle, kaki heels menusuk permukaan pahanya “Kau tidak perlu khawatir tentang masalah itu.” Raefal menangkap pergelangan kaki Arabelle, reflex Arabelle berpegangan pada sisi meja. “Tidak bisa, pertunangan kalian tidak bisa di tunda. Kecuali pernikahan” kata Nicholas dengan tegas. “Aku setuju” timpal Greta dengan mantap. Dia sudah menantikan pertunangan Arabelle dan Raefal, Greta tidak ingin anaknya kembali ke pelukan wanita ular seperti mantan kekasih Raefal yang sebelum-sebelumnya. “Aku akan mendiskusikannya dengan Ara” jawab Raefal dengan tenang. Kepala Arabelle terangkat angkuh, tangannya menghalangi bibirnya, menghalangi pandangan Nicholas dan Greta. Bibir mungil Arabelle bergerak pelan, “Jangan pernah bermimpi, karena aku tidak pernah sudi bertunangan dengan pria gay sepertimu.” Ucapnya tanpa mengeluarkan suara. Wajah Raefal mengetat, genggamannya pada pergelangan kaki Ara semakin kuat. Dalam satu sentakan kuat pria itu menarik kaki Arabelle hingga Arabelle terjungkal dari kursinya dan terguling ke rumput, kepala kecilnya yang berisi otak yang jarang Arabelle pakai itu kini membentur tanah dengan keras hingga membuat pandangannya berkunang-kunang. “Arabelle!” Nicholas segera meraih tubuh kecil puterinya dan memeluknya, “Kenapa bisa kau sampai terjatuh” bisik Nicholas seraya mambantu Arabelle bangun. “Arabelle, apa kau tidak apa-apa?” Greta berlari ke arah Arabelle dan mengusap kepalanya. “Tidak apa-apa, maaf aku ceroboh” gumam Arabelle menahan malu sekaligus marah melihat pria di depannya yang kini hanya menahan tawa. Mata Arabelle berkaca-kaca menahan tangisannya, namun rasa gengsinya menahan dirinya untuk menangis.   ***   “Ayah sudah berangkat” Mina yang memperhatikan kepergian mobil dinas Nicholas yang keluar gerbang. Hari ini Nicholas memiliki tugas pertemuan di luar negeri, sehingga untuk seminggu kedepan Nicholas tidak akan ada di rumah. Itu artinya Mina bebas.. “Bagus” Sana tersenyum sinis, menggenggam erat tongkat di tangannya lebih kuat, Sana melangkah pelan dengan tongkatnya. “Anak sialan itu belum bangun kan, ambilkan sebaskom air dingin dan bongkahan es.” “Siap nenek” Mina berlari dengan penuh semangat, kedatangan Sana yang selalu memihaknya semakin memperkuat kedudukannya di rumah. Dengan begini Mina dapat membalas perbuatan Arabelle semalam yang telah mempermalukan dirinya di depan Raefal. Mina tidak akan pernah membiarkan Arabelle bahagia, sementara dirinya tidak. Mina akan mengambil apapun yang di miliki Arabelle. Termasuk bagaimana rasanya kasih sayang keluarga. Meski Nicholas sangat mencintai Arabelle, Nicholas tidak memiliki banyak kekuatan untuk mengatur anaknya yang bodoh itu untuk bisa menjaga dirinya sendiri. Tidak berapa lama Mina datang menyusul Sana yang sudah berdiri di depan pintu kamar Arabelle, Mina membawa sebaskom air dingin bersama bongkahan air es. Sana membuka pintu dan mendapati Arabelle yang masih terlelap tidur. “Wanita pemalas tidak tahu diri” hina Sana dengan decihan jijiknya. “Bangunkan dia.” Perintahnya dengan tegas. Mina melangkah lebar mendekati ranjang, dengan kasar dia menarik selimut yang menutupi tubuh Arabelle. Dalam satu kali lemparan, Mina menyirami wajah Arabelle. “Arght!” Arabelle terbangun dengan kekagetan yang mengejutkannya, wajahnya basah dan kebas kedinginan seketika. “Bangun, dasar pemalas” teriak Mina dengan berani. Arabelle mengusap wajahnya yang basah, sekuat tenaga dia menahan amarah dan tangisan menyedihkan yang hanya menunjukan kelemahannya. Arabelle bangkit dengan sebagian kesadarannya yang mulai terkumpul. Arabelle mengusap wajahnya yang terasa kebas kedinginan hingga membuat tubuhnya menggigil. “Semakin kau mencari masalah denganku, kau tampak semakin menyedihkan” decih Arabelle di depan Mina. “Kurang ajar!” tangan Mina melayang cepat dan mendarat di pipi Arabelle. “Kau yang menyedihkan, kau hidup tidak memiliki kegunaan apapun Arabelle. sadarlah itu.” Nafas Arabelle perlahan tidak beraraturan, sekali lagi dia mengusap wajahnya yang basah. “Sialan, tangan orang miskin sepertimu seharusnya aku patahkan sejak dulu” Arabelle mendorong Mina dengan kuat hingga Mina terjatuh ke lantai. “Berani-beraninya kau melukai Mina!. Gadis tidak berguna sepertimu tidak sepantasnya bersikap kasar pada cucuku” Sana melangkah tertatih-tatih , “Seharusnya sejak dulu aku tidak membantumu untuk tetap hidup. Dasar tidak tahu diri. Tidak tahu berterimakasih!.” Arabelle berbalik mendekati Sana, dengan cepat dia merebut tongkat Sana dan berlari memukuli Mina dengan tongkatnya. Mina langsung meringkuk, menjerit kesakitan. “Hentikan! Hentikan!” Teriak Sana berlari tertatih-tatih menjambak rambut Arabelle mencoba menghentikan aksinya yang memukuli Mina. Mina bangkit perlahan balas memukuli Arabelle selagi gadis itu di tahan oleh Sana, “p*****r tidak tahu diri. Disini tidak ada Ayah, jaga sikapmu kepada kami!” Arabelle meringis merasakan perih di permukaan kulitnya karena jambakan Sana hingga pukulan Mina yang berhasil merebut tongkat dari tangannya dan balas memukulinya. Tangan Arabelle menggapai kepala Sana dan balas menjambaknya. Arabelle tidak peduli sudah seberapa tuanya Sana, jika Sana berani menjambak rambutnya. Maka Arabelle akan membalas menjambak rambut Sana juga, jika perlu semua rambut yang sudah menjadi uban itu rontok di tangannya hingga Sana menjadi botak. “Arrght, p*****r sialan! Lepaskan aku!” Teriakan kesakitan Sana terdengar. “Lepaskan nenek! Lepas!” Mina memukuli tangan Arabelle dengan tongkat dengan kuat, Mina memukuli kepala Arabelle dengan keras. Air mata Arabelle berjatuhan, bibirnya gemetar mendengar gonggongan Vivi yang berlari kearah Sana dan menggigit kakinya, menggunjingnya seperti daging yang alot. Sana berteriak histeris kesakitan, jambakannya terlepas. Mina perlahan mundur untuk dan menurunkan tongkatnya. “Dasar sampah sialan” teriak Arabelle mendorong Mina dan mencakar wajahnya. “Nona, hentikan” Liana berteriak di ambang pintu, Vivi berhenti mengigit giginya memerah karena darah. Sana terkapar di lantai dengan darah berceceran di lantai meraung kesakitan. “Nenek!” Teriak Mina segera bangkit, berlari kearah Sana dan memeluknya dengan erat, “Nenek bertahanlah” isaknya membawa Sana keluar meminta pertolongan. “Kau akan menyesal Ara, lihat saja nanti. Jika terjadi sesuatu kepada nenek, akan melaporkanmu pada polisi.” Bentak Mina mengancam, “Kita, lihat saja. Akan ku pastikan Vivi di suntik mati karena kejadian ini!.” Vivi menggonggong menunjukan tarinya yang di penuhi darah, anjing itu menggeram siap menyerang Mina juga. “Keluar!” Teriak Arabelle mengusir. Tubuh Arabelle ambruk ke lantai, memeluk lututnya sendiri dan menangis. Dia sungguh kesal dan lelah menghadapi pertengakaran seperti ini setiap hari, rumahnya benar-benar seperti neraka setelah kedatangan Mina dan Kate. Arabelle merindukan ketenangan dan kedamaian dalam hidupnya, namun semuanya seperti sebuah mimpi yang terlalu tinggi. Telinga Vivi pelahan menurun, tatapan garangnya berubah teduh. Anjing itu bergerak kecil mendorong-dorong kepala Arabelle mengisyaratkan agar gadis itu berhenti menangis. Kepala Arabelle terangkat, dia memeluk Vivi dengan erat, “Aku hanya punya kau Vivi. Hanya kau yang selalu melindungiku.” “Nona” Liana menatap iba dan mendekat sedikit ragu, “Nona, Anda baik-baik saja?” tanyanya memberanikan diri menyentuh bahu Arad an mengangkat wajahnya. Wajah ara sudah basah di penuhi air mata, sebelah pipi kanannya merona merah karena tamparan. “Aku tidak apa-apa” jawab Ara yang terlihat jelas tengah memaksakan diri untuk tersenyum. *** Pagi itu terasa lebih tenang, kini Sana yang ringkih itu duduk di kursi roda setelah menerima luka jahitan di kakinya. Wajah  Mina memiliki bekas luka cakaran Arabelle, sementara Kate tidak terlalu banyak berbuat ulah mengingat semalam Nicholas begitu marah kepadanya. Dan sekarang Mina juga ibunya membuat ulah lagi. Kate tidak ingin Nicholas benar-benar menceraikannya, walau bagaimanapun Kate tidak memiliki kekuatan apapun di dalam istana. Jika semakin banyak kejahatannya ke kepada Arabelle dan di ketahui Nicholas , semakin kuat Nicholas mengumpulkan  bukti untuk menggungatnya dan menjadikan alasan untuk perceraian. “Kenapa kalian bermain secara langsung dengan gadis itu, sudah aku katakan. Bermainlah dengan cantik. Apa susahnya menahan diri” nasihat Kate pelan. “Ulah kalian akan mengancam posisiku.” “Aku tidak akan mengulanginya lagi Bu” sesal Mina merasa sedih, “Nenek harus segera sembuh.” “Sebaiknya ibu pulang kembali ke Gnewa. Aku takut para pelayan mengadu pada Nicholas.” “Kau berani mengusirku dari rumah ini?” Sana mudah tersulut emosi. “Aku akan melaporkan gadis sialan itu atas kelalaian memelihara anjingnya.” “Nenek benar Ibu, kita lakukan visum sekarang. Kita bisa menuntutnya dengan bukti nenek.” Kate memejamkan matanya tampak berfikir, sikap anggun dan tenangnya sedikit bertentangan dengan Mina dan Sana yang agresif ingin menyingkirkan Arabelle. “Apa kalian fikir ini lelucon?, saat kita melapor. Polisi akan langsung melapor ke istana, mereka bertindak sesuai perintah Yang Mulia Raja.” Sana tidak berbicara apapun, apalagi melihat kedatangan Arabelle yang sudah siap pergi ke sekolah. Gadis itu tampak angkuh dan acuh seperti biasa. Ada warna merah samar di pipinya karena bekas pukulan Mina. “Kita sarapa bersama Ara” ajak Kate dengan lembut, ada yang perlu Kate bicarakan untuk membujuk Arabelle. Kate tidak ingin Arabelle membuka mulutnya dan membicarakan apa yang telah terjadi kepadanya. Apalagi hampir semua pelayan yang ada di rumah nampaknya berpihak kepada Arabelle, jika Arabelle membuka suara aka nada banyak saksi yang bisa memperkuat. Untung saja Kate bergerak cepat, dia sudah menghapus cctv dimana Sana dan Mina memasuki kamar Arabelle. Suara kelakson terdengar beberapa kali di luar, Arabelle hanya melihat ketiga wanita itu, lalu berkata “Tidak usah, aku ingin memberikan kesempatan orang-orang miskin seperti kalian sedikit makanan enak.” “Sudah aku katakan” gigi Sana mengerat menahan emosi melihat punggung Arabelle. “Gadis itu tidak perlu diperlakukan lembut. Dia tidak tahu sopan santun.” “Ara” Kate berlari mengejar Arabelle yang hendak keluar. “Ara” Kate Manahan lengan Arabelle. Tatapan tajam Arabelle langsung di tunjukan pada Kate, “Lepaskan tanganmu, kau membawa virus.” Wajah Kate pias karena kaget, sangat menjengkelkan harus berhadapan dengan gadis seperti Arabelle. Arabelle penghalang semua jalannya, Kate harus menyingkirkannya lebih cepat. “Ara, mengenai semalam. Maafkan atas kesalahan Mina. Dia berbohong kepada Raefal karena terlalu iri denganmu, maklumi dia.” Suara decihan jijik Arabelle terdengar jelas. Perkataan Kate semakin mencerminkan bagaimana tebalnya muka wanita itu. “Aku mengerti Kate, seorang puteri sepertiku pantas di kagumi hingga membuat k***********n seperti kalian iri.” Kemarahan Kate semakin menguap, namun dia tetap bisa menahan diri. “Dan yang untuk tadi pagi, aku harap kau tidak bicara apapun pada ayahmu.” “Tidak akan, aku hanya akan menunjukan lebam di bahuku pada paman Julian dan Yang Mulia Raja.” Arabelle langsung berbalik pergi dan membuka pintu. “p*****r kecil itu” geram Kate dengan tangan terkepal kuat, Kate menjerit frustasi, mengambil pas bunga dan memecahkannya di lantai. Kesabaran Kate sudah mulai habis semakin bertambahnya usia Arabelle. kate sudah menghabiskan banyak waktu untuk mendapatkan harta Nicholas, namun semua usahanya sia-sia selama Nicholas dan Arabelle masih ada di dunia ini. *** Mata Arabelle memicing, hidungnya mengerut melihat Raefal berdiri di depan mobilnya. Pria itu tersenyum lebar sangat berbeda jauh dengan Raefal yang irit tersenyum dan memasang wajah judes sepanjang waktu ketika Arabelle pertama kali bertemu dengannya. “Kau” Arabelle bersedekap. “Untuk apa kemari?.” “Tentu saja mengantarmu pergi sekolah.” “Sekarang pekerjaanmu menjadi supir?” Tanyanya dengan bumbu ejekan. Senyuman Raefal memudar dan kini memasang wajah judes lagi, ucapan pedas Arabelle cukup membuatnya menjadi pria yang sensitif. “Cepat masuk” titahnya dengan tegas. Arabelle memutar bola matanya seketika, dia paling tidak suka di suruh-suruh  apalagi oleh orang asing yang tidak di sukainya. “Kasela!” Teriak Arabelle memanggil, “Tolong ambilkan kunci mobilku.” “Nona muda, kau sangat tidak tahu sopan santun.” Raefal perlahan mendekat hingga dia berdiri di depan Arabelle, “Kau harus merubah sikapmu Arabelle.” Ada di sedikit kerutan di kening Raefal, melihat pipi Arabelle yang semula dia fikir itu adalah semu kemerahan. Namun setelah di teliti, rupanya bukan. “Siapa kau?. Atas dasar apa kau berani mengaturku.” “Karena di masa depan, aku akan menikahimu.” Jawab Raefal penuh penekanan. “Hey Tuan” tangan Arabelle melambai-lambai di depan wajah Raefal, jari telunjuk dan jari tengahnya menunjuk kedua mata Raefal. “Kau orang kaya kan?, belilah kaca yang besar dan mengacalah. Aku sudah menolakmu beberapa kali.” Wajah Raefal menggelap seketika, dengan tangkas dia menangkap tangan Arabelle dan mencengkramnya dengan kuat menyalurkan kemarahannya atas penghinaan Arabelle lagi. “Kau fikir aku mau menikahimu karena aku tertarik Arabelle?” decih Raefal dengan nada jijik. Dagu Arabelle terangkat, “Lalu karena apa?. Karena keluargaku?, kau ingin menumpang nama Giedon?. Aku punya seekor anjing, namanya Vivi Giedon, dia keturunan kerjaan dan lahir di istana, dia sangat penurut jika di latih dengan baik. Dia salah satu ahli waris dari hewan kerajaan. Kau bisa menikah dengannya dan menggunakan nama Giedon sesukamu.” Kemarahan Raefal semakin menguap, kesombongan Arabelle dan mulut pedasnya benar-benar menguji kesabaran dan harga dirinya. Tidak pernah sekalipun Raefal menemukan wanita searogan Arabelle Giedon. Semakin Arabelle menentangnya, Raefal semakin tertantang untuk meruntuhkan kearogananya. “Aku benar-benar akan mengajarimu Arabelle” geramnya membungkuk meraih kedua paha Arabelle dan menempatkannya di pundaknya seperti sekarung beras. “Apa yang kau lakukan?, turunkan aku! dasar tidak sopan” teriak Arabelle menjerit dan meronta-ronta. PLAK Raefal memukul b****g Arabelle dengan keras, “Tutup mulutmu Arabelle.” Geram Raefal seraya memukul b****g Arabelle lagi sebelum akhirnya dia melemparkan Arabelle memasuki mobil. “Nona” Kasela mengusap wajahnya yang berubah pias melihat Arabelle berteriak mencak-mencak meminta tolong ingin keluar dari mobil. “Kasela tolong aku!” Teriak Arabelle berderai air mata dan sesegukan, dia memukul-mukul kaca mobil. “Maaf Nona” Kasela membungkuk di depan mobil. “Tuan Nicholas berpesan jika Anda harus bersama Tuan Muda Raefal, kami tidak boleh menghalang-halangi.” Tangisan Arabelle semakin keras, mobil bergerak keluar melewati gerbang rumah. Raefal tidak mengindahkan tangisan Arabelle meski sesekali pria itu mencuri-curi pandang pada Arabelle yang perlahan berhenti menangis karena kelelahan. Semenjak bertemu dengan Arabelle, otak Raefal terasa seperti tersendat sesuatu untuk berfikir. Raefal tidak bisa mengukur kemana arah fikiran Arabelle yang sebenarnya. Gadis itu terlalu arogan sekaligus polos, Arabelle memiliki sisi malaikat dan iblis bersamaan. Raefal menepikan mobilnya sejenak, melihat Arabelle yang mengusap ingusnya dengan punggung tangan tampak jelas seperti anak kecil yang harus di urus dengan benar. Siapa sebenarnya yang selama ini mendidik Arabelle hingga dia tumbuh menjadi gadis yang sangat berantakan?. Batin Raefal bertanya-tanya. Raefal tidak pernah bertemu dengan wanita sejenis Arabelle sebelumnya, semua wanita yang dia temui adalah wanita cantik dan anggun, mereka selalu berusaha menunjukan sisi terbaik mereka untuk menarik perhatiannya. Namun Arabelle?, dia sangat urak-urakan. Raefal membuang nafasnya dengan kasar, dia mengambil tishu di belakang kemudi dan sedikit membungkuk meraih wajah Arabelle. mengusap air mata hingga hidungnya. “Kenapa kau seperti anak kecil Arabelle?” tanyanya memandangi Arabelle seperti setumpuk puzzle yang sulit di susun. “Kau menyakitiku b******k, kau melecehkan aku” tuduhnya seraya meraih dasi Raefal dan menggunakannya untuk menyusut hidungnya, membuang ingusnya beberapa kali. Hidung Raefal mengerut tidak tahan untuk tidak menunjukan ekspresi jijiknya, “Arabelle kau sangat.. keterlaluan” ungkapnya segera melepaskan dasinya dengan jijik. “Kau yang keterlaluan” Arabelle mulai berhenti menangis dan menggunakan sabuk pengamannya. Dengan tangkas Raefal meraih tangan Arabelle dan mengusapnya dengan tishu basah, “Berhentilah menangis, kau tidak sehebat ucapanmu yang arogan” katanya seraya membersihkan punggung tangan Arabelle. Kening Raefal mengerut, melihat guratan biru lebam di permukaan kulit Arabelle. “Siapa yang melukaimu?.”   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN