4.Someone From The Past Part 2

4941 Kata
“Men... mencuci tangan , Om!” jawab Kimi gugup, tangan kanannya berusaha menyembunyikan telunjuk kirinya yang terluka, namun terlambat karena Kalva sudah lebih dulu melihatnya. “Dasar ceroboh !” desisnya tajam, semakin membuat ketakutan Kimi menjadi lebih besar lagi. Tanpa berbicara laki-laki itu langsung menarik Kimi ke ruang tengah. Kemudian dia meninggalkan Kimi yang masih berdiri dengan wajah tertunduk. Tak lama kemudian Kalva kembali dengan kotak obat di tangannya, untuk kedua kalinya laki-laki itu mengobati luka Kimi. “Sshhh,” Kimi menggigit bibirnya menahan rasa perih saat Kalva meneteskan betadin di atas lukanya. “Hanya orang bodoh yang sampai terluka dua kali dalam seminggu,” gerutu Kalva sambil membalut luka Kimi dengan plaster berbentuk bintang. Dia sempat mengernyit sedikit saat melihat motif plaster yang ternyata sangat norak itu. Bahkan ada plaster dengan motif hati berwarna pink. Membuat Kalva ingin muntah melihatnya. Norak abis. Siapa sih yang membeli plaster bermotif aneh seperti ini? Umpatnya dalam hati. “Maaf, Om!” Kimi menundukkan wajahnya, tak berani menatap wajah Kalva. Laki-laki itu menghela nafas pelan, sepertinya dia harus lebih sabar menghadapi gadis remaja yang ada di hadapannya ini. Jarak delapan tahun bukanlah angka yang sedikit. “Aww!!” pekik Kimi sakit saat jari tangan Kalva menyentil dahinya, membuat gadis itu memberengut kesal. “Lain kali hati-hati, ini alasan mengapa saya melarang kamu membantu Bik Ijah di dapur, kamu terlalu ceroboh!” gerutu Kalva menatap Kimi yang sedang cemberut. “Ayo kembali, sebentar lagi pesta dimulai,” Kalva menarik tangan Kimi menuju taman belakang. Kimi menatap punggung Kalva yang lebar, sedetik kemudian dia tersenyum senang. Walau terkadang Kalva sangat dingin dan terkesan acuh, namun entah kenapa laki-laki itu selalu bisa tau kalau dirinya sedang terluka. Dingin tapi perhatian. Membuat hati Kimi menghangat. “Kenapa kamu senyum-senyum gitu?” tanya Kalva tanpa menoleh ke belakang membuat Kimi kaget sekaligus heran, kenapa Kalva bisa tau dia sedang tersenyum? “Eng...nggak kok ,om!” elaknya cepat lalu berlari kecil mengampiri Kalva yang ternyata sudah melepaskan pegangannya. Kenapa dia tidak merasakan saat Kalva melepaskan gandengannya yah? ***** Makasih yah Om buat hari ini,” ucap Kimi saat keduanya sedang berada di mobil dalam perjalanan pulang ke rumah. Kalva melirik Kimi yang sedang tersenyum bahagia menatap dirinya.”Iya, kamu seneng?” tanya Kalva kemudian. Kimi mengangguk,”Seneng banget, temen Kimi bertambah dua. Airi dan Vani orangnya baik dan ramah,” sahut Kimi masih dengan binar bahagia di wajahnya. “Syukurlah kalau kamu senang, jadi saya tidak sia-sia menyuruh kamu ke sana.” Ucap Kalva cuek, lalu kembali memfokuskan pandangannya ke depan. Membuat keceriaan di wajah Kimi lenyap seketika. Udara di dalam mobil tersebut berubah menjadi sesak , membuat Kimi ingin segera keluar dalam mobil itu. Bahkan gadis itu berharap ban mobil yang dikendarai Kalva bocor seketika, jadi dia tidak perlu berlama-lama dalam satu ruangan dengan laki-laki itu. Akhirnya untuk meredakan kekesalanya pada Kalva , Kimi lebih memilih menatap pemandangan jalan dari jendela kaca mobil, berharap rasa kantuk datang menghinggapinya. Dan sedetik kemudian gadis itu sudah pergi ke alam mimpi. Kalva yang melihat Kimi tertidur menyender di pintu mobil merasa tak tega melihatnya, perlahan tangan Kalva yang bebas meraih tubuh mungil Kimi, kemudian meletakkan kepala gadis itu di bahunya. Setelah itu perhatian Kalva kembali ke jalan yang ada di hadapannya. ***** Malam itu Kimi bermimpi, dia berjalan di sebuah taman bunga yang sangat indah bahkan tak ada taman seindah itu yang pernah dia temui. Harum bunga-bunga tersebut membuatnya merasa nyaman. Dahinya mengernyit saat dirinya melihat seseorang yang sedang duduk di sebuah kursi kayu, tak jauh dari dirinya berdiri. Perlahan dia melangkah mendekati orang tersebut. Tubuhnya menegang saat dilihatnya siapa yang sedang duduk di kursi tersebut. “Mama?!!” Pekik Kimi tak percaya, tiba-tiba saja rasa rindu yang menyesakkan itu hancur sudah. Dia langsung memeluk mamanya yang juga membalasnya dengan pelukan hangat. “Kimi kangen mama...hikz Kimi kangen Mah!” ucap Kimi terisak memeluk wanita itu erat-erat. Takut mamanya akan pergi lagi. Sudah lama gadis itu ingin bertemu dengan kedua orang tuanya. Walau hal itu hanya bisa terjadi dalam mimpi. “Mama juga sayang, mama kangen sama Kimi. Tapi kita sudah tidak bisa bersama sayang. Kimi adalah anak mama yang hebat, Kimi pasti bisa menjalani semuanya dengan baik.” Helena mengelus punggung Kimi dengan lembut. Memberikan dukungan untuk gadis semata wayangnya itu. “Kimi tau ma... tapi Kimi belum siap dengan semua ini...” gadis itu melepaskan pelukkannya menatap wajah mamanya yang cantik dan bersinar. Berbeda saat wanita itu masih hidup. Apalagi aura tubuh sang mama yang membuatnya merasa tenang dan nyaman. Sepertinya mamanya bahagia di sana. Air matanya terus saja mengalir tanpa henti. “Kimi sayang, semua sudah menjadi takdir Tuhan. Kita manusia hanya bisa menjalankannya. Mama mau meminta suatu hal sama Kimi. Boleh?” ucap Helena lembut menghapus air mata anak kesayangannya itu. Kimi mengangguk pelan,”Apa itu mah?” tanyanya dengan suara serak. “Mau kan kamu menjaga Om Kalva untuk Mama?” pinta Helena dengan wajah memohon. Membuat kening Kimi berkerut. Bukanya seharusnya mamanyalah yang meminta Kalva untuk menjaganya. Apa mama tidak sayang padaku? Kenapa harus aku yang menjaga Om Kalva, bukan sebaliknya pikir Kimi sedih. “Bukan begitu sayang,” “Eh?” Kimi menatap mamanya bingung. “Bukannya mama tidak sayang padamu, justru karena mama percaya Kimi adalah gadis yang kuat dan tegar. Berbeda dengan Om kamu. Mama sudah mengenalnya sejak kecil, dulu dia sangat periang. Namun sesuatu terjadi padanya, sehingga dia menjadi orang yang kaku dan dingin. Untuk itu mama ingin kamu mengembalikan keceriaan Om kamu, “ jelas Helena mengelus rambut Kimi dengan penuh sayang. Membuat Kimi terperangah karena mamanya bisa tau apa yang dia pikirkan saat ini. Ternyata Kalva mempunyai masa lalu yang suram, sehingga membuat laki-laki itu harus membuat sebuah benteng yang tinggi untuk dirinya. Ada rasa iba yang imbul di hati Kimi, walau kedua orang tuanya telah pergi, namun di dalam hatinya yang ada hanyalah kenangan –kenangan bahagia antara dirinya dan juga kedua orang tuanya. “Apa Kimi bisa, Ma?” tanya Kimi tak yakin. Bahkan sudah hampir enam bulan dia tinggal dengan Kalva, tak ada perubahan sama sekali dengan sikap Om nya itu. Helena tersenyum lembut,”Pasti bisa, karena mama sudah mengatur semuanya.” Balas Helena lembut. Membuat Kimi mengernyit bingung karena tak mengerti ucapan sang mama. Namun dia memilih tak menghiraukannya. Yang terpenting bagi Kimi saat ini adalah dia bisa melihat mamanya kembali, memeluknya erat. “Baik, Ma. Kimi akan melaksanakan permintaan mama, semua Kimi lakukan karena Kimi sayang sama mama,” Kimi kembali memeluk Helena. Merasakan kehangatan seorang ibu yang sudah lama tak dia rasakan lagi. “Terima kasih, sayang. Mama dan papa sayang Kimi,” ucap Helena lembut mencium dahi Kimi penuh dengan rasa sayang. “Kimi juga sayang Mama dan Papa” balas Kimi tersenyum, matanya kembali berkaca-kaca mengingat bahwa setelah dia bangun nanti, pasti semuanya akan berakhir. “Ma..Mama mau kemana?!” teriak Kimi saat perlahan – lahan tubuh Helena menjauh dari dirinya. Helena hanya membalas dengan melambaikan tangannya. “Ma! Tunggu Kimi” gadis itu berlari mengejar Helena yang semakin menjauh darinya. Bahkan Kimi sampai terjatuh-jatuh karena tak menghiraukan jalan yang dia lalui. “MAMAAA!!!!” “hah...hah...hah” Kimi langsung terbangun dari tidurnya. Nafasnya memburu, seluruh tubuhnya dipenuhi peluh, bahkan tangannya terasa basah oleh keringat. Sekilas Kimi melirik jam yang ada di nakas samping tempat tidurnya. Jarum jam sudah menunjukkan angka dua pagi. Gadis itu diam sejenak memikirkan mimpinya barusan. Pesan mamanya masih terekam jelas dalam ingatannya. Dia harus menjaga Om nya , membuat laki-laki itu kembali ceria seperti semula. Tapi bagaimana caranya? Mendekatinya saja Kimi tak berani, Kalva tak membiarkan orang asing masuk ke dalam teritori miliknya. Seolah dia sengaja memasang benteng tersebut untuk memperkuat dirinya. Gadis itu turun dari tempat tidurnya, tiba-tiba tenggorokannya terasa sangat kering. Mungkin karena dia menjerit tadi, jadi tenggorokannya menjadi kering. Air minum yang biasa Sari bawakan sudah habis dia tenggak sebelum tidur tadi. Itu artinya Kimi harus turun ke bawah untuk mengambil minum. Sebenarnya Kimi merasa sangat takut, apalagi rumah Kalva sangatlah besar, namun mau tak mau dia harus ke bawah untuk minum , kalau tidak dia tidak akan bisa tertidur kembali karena kehausan akut yang dideritanya. Dengan langkah pelan-pelan Kimi menuruni tangga agar tidak menimbulkan suara , melewati ruang tengah dan langkahnya terhenti saat melihat Kalva yang tertidur di sofa ruang tengah, bahkan televisi yang dia tonton masih menyala walau volumenya dikecilkan. Laki-laki itu masih mengenakan kemeja kerjanya, hanya tiga kancing teratas sudah di lepas. Jasnya tersampir di badan sofa, sementara dasi serta sepatu Kalva tergeletak di karpet di bawah sofa, dimana Kalva tertidur. Kenapa Om Kava tertidur di sini? Tanya Kimi dalam hati. Sejenak Kimi menatap wajah tampan milik Kalva, dia teringat akan mimpinya baru saja. Ada apa sebenarnya dengan Kalva? Kenapa laki-laki ini harus membentengi dirinnya dengan sikap dinginnya? Semua pertanyaan tersebut seolah berputar di dalam kepala Kimi. Meminta sebuah jawaban yang belum bisa gadis itu temukan satu persatu. Kimi mensejajarkan wajahnya dengan wajah Kalva yang tertidur lelap, lalu berkata,”Aku nggak tau kenapa Om bisa menjadi orang sedingin ini. Tapi aku yakin sebenarnya om adalah orang yang menyenangkan, dan semoga saja aku bisa membuat om kembali seperti semula. Sesuai dengan permintaan mama untuk menjaga , Om.” ucap Kimi lirih lalu mengecup lembut dahi Kalva. Kimi memutar tubuhnya melangkah kembali menuju kamarnya di lantai dia. Dia tidak jadi minum karena tiba-tiba saja rasa hausnya sudah hilang entah kemana. ***** "Sofi, laki-laki yang sedang bermain basket itu siapa?” tanya Kimi penasaran, sepertinya dia pernah melihat orang tersebut, namun dirinya tidak yakin. Sofi mengikuti pandangan Kimi yang jatuh pada laki-laki berseragam basket yang sedang mendribble bola orange dengan semangat,”Ow itu sih Daniel, siswa pindahan dari singapura sama kayak lo, tapi dia pindahnya pas awal kenaikan kelas tiga, kenapa? Jangan bilang lo kenal?” ujar Sofi saat melihat reaksi Kimi yang berubah menjadi bahagia. “Apa nama panjangnya Daniel Alfiandro?” tanya Kimi memastikan bahwa dia tidak salah mengenali orang. Walau dia yakin hampir sembilan puluh sembilan persen bahwa laki-laki itu adalah laki-laki yang sama yang dikenalnya. Namun dia harus tetap memastikan kebenarannya terlebih dahulu. Sofi mengangguk pelan,”Iya, Jadi lo beneran kenal Daniel?” tanya Sofi tak percaya, tentu saja Daniel adalah salah satu Most Wanted di Darma Bangsa. Sejak kepindahannya setahun yang lalu, sejak itu pula dia sudah menjadi laki-laki yang banyak diincar para siswi di sekolah ini. Baik dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas. “Lho...lho Kimi! Eh mau kemana?” teriak Sofi kelabakan karena tiba-tiba saja sahabatnya itu sudah berlari mendekati lapangan basket tersebut, mendekati laki-laki yang sedang asyik mendrible bolanya. “Daniel!” panggil Kimi pelan saat jarak keduanya hanya berkisar lima meter, laki-laki yang dipanggil Daniel itu menoleh, memandang Kimi yang tersenyum manis padanya. “Kimi? “ laki-laki bernama Daniel itu menghampiri Kimi dan langsung memeluk tubuh mungil gadis itu. Membuat murid-murid yang menyaksikannya bersiul riuh. Bahkan ada yang menatap mereka berdua dengan tatapan iri. Baik itu murid laki-laki maupun murid perempuan. “Hei, cantik, long time no see,” sapa Daniel mencubit hidung Kimi, kebiasaan dulu yang sering dia lakukan pada gadis mungil di hadapannya ini. Kimi tersenyum senang karena laki-laki tampan dihadapannya ini masih mengingatnya,”Kamu apa kabarnya? Kenapa menghilang gitu aja? Bahkan kamu nggak telpon aku sama sekali,” Kimi memasang wajah cemberut, membuat Daniel semakin gemas ingin mencubit pipi chubby Kimi. Karena suatu hal dia harus pindah mendadak dari sekolahnya dulu di Singapura. Bahkan hal tersebut sampai membuat Daniel harus menepiskan rasa rindunya pada gadis yang ada di hadapannya sekarang. Namun , takdir berkata lain. Kini, setelah lama berpisah, Daniel akhirnya bisa bertemu kembali dengan sang pujaan hatinya. Cinta pertamanya. Walau dulu dia tidak sempat menyatakan cintanya, Namun sekarang dia telah mendapatkan kembali kesempatan kedua, kesempatan untuk kembali dekat dengan gadis pujaanya itu. Yang tidak akan pernah Daniel sia-siakan lagi. Mulai sekarang Daniel akan melakukan apa saja untuk mendapatkan hati Kimi. Membuat gadis cantik ini menjadi kekasihnya. “Sorry, nanti kita lanjutin ceritanya yah, bel masuk udah bunyi tuh. Lagian nggak enak banyak yang lihat kita, “ Daniel menunjuk dengan dagunya segerombolan murid murid yang menatap mereka berdua dari pinggir lapangan. Memasang wajah ingin tau sekaligus wajah kecewa. Kimi tertawa kecil melihatnya, gadis itu mengangguk tanda setuju. Dia lupa kalau sekarang Daniel adalah most wanted -nya Darma Bangsa. “Oke, pulang sekolah aku tunggu kamu di gerbang yah,” ucap gadis itu lembut. “Sip,” Daniel langsung meninggalkan Kimi yang masih berdiri menatap kepergian laki-laki itu. Wajah bahagianya terlihat jelas. “Heh! Senyum-senyum sendiri kayak orang gila,” Tegur Sofi menyenggol bahu Kimi, mengalihkan perhatian gadis itu. “Enak aja!” balasnya tertawa pelan. Sofi menatap Kimi dengan tatapan mengintimidasi, tatapan matanya seolah mengancam agar sahabatnya itu segera menjelaskan semuanya.”So? mau cerita atau nggak?” Mau tak mau Kimi terkekeh mendengarnya, baru kali ini dia memiliki sahabat seperti Sofi,”Iya...iya... yuk ke kelas, aku nanti ceritain sambil jalan,” Kimi langsung menggandeng tangan Sofi menuju kelas mereka berdua. ***** Siang itu, sepulang sekolah Kimi menunggu Daniel di depan gerbang sekolah. Namun sebelumnya dia menelpon Mang Ujang agar tidak menjempunya hari ini. Lima menit menunggu, akhirnya Daniel keluar dari halaman sekolah dengan motor sport putihnya. “Naik motor?” tanya Kimi tak percaya. Gadis itu tidak pernah sama sekali naik motor. Kedua orang tua Kimi selalu melarang gadis itu untuk menaiki kendaraan beroda dua yang ada di hadapannya sekarang. Alasannya, demi keselamatan Kimi sendiri. Alhasil , saking senangnya karena Daniel akan mengajaknya pergi menggunakan motor. Kimi sampai terperangah dibuatnya. Daniel tersenyum di balik helm fullface yang dikenakannya, rasanya dia ingin sekali mencium gadis yang ada di hadapannya ini agar wajah terkejutnya itu segera menghilang,”Kenapa? Kamu nggak suka? Atau kamu mau kita naik mobil aja?” tanya Daniel kemudian. Kimi langsung menggeleng cepat, menolak usulan laki-laki itu.”Nggak! bukannya nggak suka, aku...aku Cuma kaget aja kamu ngajak aku naik motor. Jujur ini untuk pertama kalinya aku naik kendaraan ini,” ucap Kimi dengan wajah tersipu. Pasti Daniel menganggapnya ketinggalan jaman, karena selama tujuh belas tahun hidupnya, baru kali ini dia naik motor. Daniel terkekeh mendengarnya, dia sangat suka dengan kepolosan Kimi serta kejujuran gadis itu. Daniel sangat tau bahwa Kimi adalah gadis yang tidak bisa menutupi rasa ingin tau serta kepolosannya. “Well, terus aja ketawain aku, memang aku ini perempuan yang ketinggalan jaman,” sungut Kimi dengan wajah cemberut, merasa tersinggung karena Daniel mentertawakan dirinya. “Ha..ha..maaf...maaf...yaudah jangan cemberut gitu, nanti cantiknya hilang. Oke, pake ini. Aku mau ajak kamu ke suatu tempat,” Daniel menyerahkan helm kepada Kimi, gadis itu menerimanya dan langsung memakainya. “Kemana?” tanya Kimi saat gadis itu sudah duduk di jok belakang motor Daniel. Daniel tersenyum penuh arti,”Tempat yang paling kamu sukai,” sahut Daniel kemudian menjalankan motornya menuju tempat yang pastinya akan membuat gadis di belakangnya ini menjadi senang. Butuh waktu satu jam untuk sampai di tempat yang Daniel tuju. Dan selama perjalanan, keduanya hanya saling diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. “Kita sudah sampai,” Daniel membuka helmnya lalu menatap Kimi yang sedang terpukau dengan pemandangan yang ada di hadapannya sekarang. Bahkan gadis itu belum sempat membuka helm yang dikenakannya. Pemandangan pantai tersaji di depan matanya. Bahkan selama dia tinggal di Jakarta, belum pernah sekalipun dia pergi ke pantai. Tempat yang sangat Kimi suka. “Kamu suka?” tanya Daniel yang berdiri di samping Kimi. Gadis itu hanya mengangguk, masih terpukau dengan pemandangan pantai di hadapannya. Kimi menyukai pantai karena kedua orang tua Kimi juga sangat menyukai pantai. Perlahan Kimi melepas helmnya lalu meletakkanya di atas motor Daniel. “Ke sana yuk,” ajak Daniel menggandeng Kimi menuju pondok yang tak jauh dari mereka berdiri. Pondok itu tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Pemadangan pantai sore itu terlihat lumayan ramai dengan para pengunjung, namun kebanyakan mereka semua adalah sepasang kekasih. Membuat gadis itu menjadi tersipu sendiri. Kimi merasa dirinya dan Daniel seperti sepasang kekasih yang sedang berkencan. Kimi, buang jauh-jauh pikiran aneh kamu! Ucapnya dalam hati. “Oke, sekarang kamu boleh cerita, kenapa kamu pergi gitu aja, tanpa alasan yang jelas. Bahkan nomer hp kamu udah nggak aktif lagi,” tanya Kimi dengan memasang tatapan seolah ingin membunuh Daniel hidup-hidup. Namun bukannya ketakutan, laki-laki itu malah tertawa melihat ekspresi Kimi yang terlihat lucu di matanya. Gadis itu memang dari dulu tidak bisa memasang wajah galak. Karena menurut Daniel, Kimi terlahir dengan wajah malaikat. “Daniel...Stop it! Kalo nggak mau jawab, aku pulang!” ancam Kimi yang langsung membuat Daniel menghentikan tawanya. “Maaf...ehem! oke, aku mulai cerita dari mana dulu yah? Soalnya aku bingung nih,” Daniel menggaruk tengkuknya yang tak gatal, membuat Kimi semakin gemas melihatnya. Laki-laki itu terus saja menggoda dirinya. “Terserah, yang penting Kamu cerita." “Yaudah, sebelumnya maaf karena aku ninggalin kamu gitu aja di Singapura, bahkan aku nggak sempat kasih kabar sama kamu, tapi jujur, aku saat itu sedang stress, Kim. Kedua orang tuaku bercerai. Waktu itu mereka ribut tentang hak asuh atas diriku. Keduanya nggak mau mengalah sama sekali, sama seperti kamu, aku juga anak tunggal. Mama memaksa aku untuk ikut dia ke Paris, sementara Papa memaksa aku untuk ikut dia ke Amerika. Mereka berdua egois, sama sekali nggak mempertanyakan pendapat aku...” Daniel menghela nafas sejenak. Hatinya kadang terasa sangat sakit mengingat masa-masa kelam tentang dirinya itu. Bahkan andai saja dia bisa memilih, mungkin dia akan memilih hilang ingatan agar semua masa lalunya yang menyakitkan itu hilang begitu saja dipikirannya. “Ketidakcocokan mereka berdua membuat aku stress, Kim. Sampai akhirnya keduanya membuka aib masing-masing, membuatku kecewa, sangat kecewa.." jeda Daniel sesaat. "Ternyata Mama dan Papa sudah memiliki keluarga masing-masing di negara tempat mereka tinggal. Aku bahkan syok mendengar bahwa aku memiliki adik tiri perempuan bernama Cherry. Sekarang dia mungkin berumur empat belas tahun, hasil dari perselingkuhan Papa dengan sekretarisnya di Amerika. Dan akhirnya mereka memutuskan bercerai. Tapi, aku tidak memilih keduanya, aku memilih tinggal bersama Oma dan Opa di Jakarta. Karena hanya mereka berdua yang menyayangiku dengan tulus,” Kimi menatap sedih mendengar cerita keluarga Daniel. Apakah keduanya tidak memikirkan perasaan Daniel sama sekali? Ternyata kehidupan Daniel tidak lebih baik darinya. Walau kedua orang tuanya telah tiada, namun Kimi selalu dilimpahi dengan kasih sayang. Berbeda dengan Daniel yang memiliki orang tua yang masih utuh, namun haus akan kasih sayang. Keduanya begitu egois. “Maaf, Dan, aku nggak tau kalau kamu dulu sedang ada masalah,” ucap Kimi lirih. Jujur dia merasa kasihan dengan Daniel. Lelaki itu selalu tersenyum, padahal dalam hati dia memiliki beban yang sangat berat. Daniel menggeleng lalu tersenyum,”Kamu nggak salah, Kim. Tapi sekarang sudah berlalu, setahun aku tinggal di Jakarta, aku sudah bisa menerima keputusan keduanya. Saat aku teringat kamu, Aku ingin menghubungi kamu, tapi ternyata nomer kamu nggak aktif, aku pikir kamu marah sama aku,” jelas Daniel menatap Kimi yang sedang tertunduk , sibuk dengan jari-jarinya yang memilin ujung seragamnya. “Bukan!” gadis itu mendongak menatap Daniel,” Waktu itu hp aku jatuh dan masuk ke dalam kolam renang, kamu tau kan aku nggak bisa berenang. Alhasil , hp aku mati total. Jadi aku beli hp dan nomer baru, sementara nomer kamu ada di phone book hp itu. ” ucap Kimi menjelaskan. “So? Kamu masih marah sama sahabat kamu ini?” Daniel menatap Kimi dengan alis terangkat sebelah. Menunggu reaksi Kimi. Kimi tersenyum lalu menggeleng pelan,”Setelah kamu menjelaskan semuanya, mana mungkin aku bisa marah sama kamu, Dan.” Sahutnya tertawa geli. Daniel tersenyum, tangannya dengan gemas mengacak-acak rambut Kimi yang terasa halus ditangannya. “Sekarang giliran kamu, kenapa kamu bisa nyasar di Darma bangsa? Oh iya, kabar Om dan Tante gimana?” tanya Daniel yang langsung membuat senyum Kimi lenyap seketika. “Kimi, Kamu kenapa? Apa aku salah ngomong?” Daniel terlihat khawatir dengan reaksi Kimi yang tiba-tiba diam. Kimi menggeleng lalu memasang senyum terpaksanya,”Nggak apa-apa. Aku sekarang tinggal dengan adik mamaku, dan kedua orang tuaku...mereka..mereka berdua sudah pergi...” ucap Kimi dengan nafas tercekat. Berusaha menahan tangisnya yang hampir keluar. Wajah Daniel langsung berubah menjadi pucat, maksud Kimi sudah pergi apakah kedua orang tuanya sudah meninggal? Namun bagaimana itu bisa terjadi? Melihat Kimi yang terlihat menahan tangis, membuat Daniel merasa sakit. Dia tak tega melihat wajah cantik itu berubah sedih. Perlahan diraihnya tangan Kimi, lalu direngkuhnya tubuh mungil itu. “Maaf Kimi, maafin aku sudah buat kamu kembali mengingat hal yang menyedihkan,” Daniel memeluk Kimi erat, mencium puncak kepala gadis yang sangat disayanginya itu. Membuat tangis Kimi langsung pecah, gadis itu terisak dalam dekapan Daniel. Bahkan dirinya tak peduli dengan seragamnya yang basah terkena air mata Kimi. “Mama..dan papa sudah meninggal ... Dan,” ucap Kimi di sela-sela tangisnya. “Sabar yah, Kim. Aku tau kamu gadis yang kuat, kamu jangan khawatir, sekarang ada aku di sini, “ bisik Daniel, tanganya masih terus mengelus punggung Kimi. Berusaha memberikan dorongan moril untuk Kimi. Dia tau Kimi sangat menyayangi kedua orang tuanya. Gadis itu sangat dekat dengan keduanya. Wajar saja Kimi merasa sangat kehilangan, apalagi Daniel juga tau kedua orang tua Kimi adalah orang tua yang sangat baik dan lembut. Masih terekam jelas di pikiranya saat dulu, dia sering bertandang ke rumah Kimi, kedua orang tua Kimi selalu menyambut dirinya dengan suka cita. Bahkan laki-laki itu sering makan bersama dengan keluarga Kimi. Apalagi orang tua Kimi sudah menganggap dirinya seperti anak mereka sendiri. Membuat Daniel yang saat itu kekurangan kasih sayang menjadi merasa sangat senang dan terharu. “Maaf, aku jadi cengeng gara-gara ingat kedua orang tuaku,” Kimi menunduk malu, melepas pelukan Daniel. Laki-laki itu tersenyum lalu menggeleng pelan. “Kalau kamu nggak sanggup cerita nggak papa, aku bisa ngerti,” “Aku sanggup, Cuma tadi sedikit kangen, jadi yah...cengengnya keluar.” Sanggah Kimi pelan, pandanganya kembali terarah pada ombak pantai yang sedang menari-nari, seolah memanggil dirinya untuk segera mendekat, sejenak gadis itu menghela nafas, sebelum memulai ceritanya,”Mama dan Papa meninggal enam bulan yang lalu, Dan. Kecelakaan pesawat telah merenggut keduanya, setelah itu aku yang memang sebatang kara akhirnya pindah ke Jakarta, sesuai dengan wasiat mama. Aku harus tinggal dengan adik mamaku.” Ucap Kimi pelan, entah kenapa tiba-tiba saja bayangan wajah Kalva terlintas di kepalanya. “Jadi sekarang kamu tinggal dengan Om kamu?” Kimi mengangguk pelan,”Iya. Karena dia satu-satunya keluarga mama yang tersisa.” “Apa dia baik sama kamu, Kim? Eh maksud aku apa dia sayang sama kamu?” tanya Daniel penasaran. Memastikan bahwa Kimi tinggal dengan orang yang tepat. Kimi tersenyum mengingat wajah dingin Kalva, entah kenapa setelah mimpi itu, dia jadi tidak menyalahkan sikap dingin Kalva,”Baik, walau terkesan sedikit kaku,” ucap Kimi tersenyum, membuat Daniel lega melihatnya. Setidaknya Daniel bisa tenang karena Kimi tinggal dengan orang yang sayang padanya. “Kamu haus? Mau minum itu?” Daniel menunjuk pedagang es kelapa yang tak jauh dari pondok mereka. Kimi yang memang sejak tadi merasa haus langsung mengangguk setuju. Menangis membuat tenggorokannya menjadi kering. “Tunggu sebentar yah, aku kesana dulu,” pamit Daniel yang menghampiri pedagang es kelapa muda tersebut. Tak lama kemudian Daniel kembali dengan dua buah es kelapa muda di tangannya, Kimi yang kehausan langsung menerima es kelapa tersebut, Meminumnya hingga sampai tersisa setengah. Mau tak mau Daniel terkekeh melihatnya. “Kamu haus banget yah, Kim?” “Iya, menangis buat tenggorokan aku kering,” sahutnya tersenyum malu. “Oke, bentar lagi sunset, mau ke tepi pantai?” ajak Daniel kemudian yang dibalas anggukan oleh Kimi. Keduanya bergandengan tangan menuju pinggir pantai, semburat jingga mulai semakin terlihat. Membuat Kimi terpana dibuatnya, ternyata pemandangan sunset di pantai ini sangat indah. Warna lembayung yang menghantarkan sang mentari kembali keperaduannya membuatnya terlihat sangat cantik. Tak henti-hentinya Kimi berdecak kagum melihatnya. Untuk pertama kalinya gadis itu melihat Sunset di Indonesia. “Makasih yah, Dan.” Ucap Kimi dengan tatapan masih terpaku pada pemandangan Sunset di depannya. “For what?” “Udah ajak aku ke sini, aku suka banget sama tempat ini,” ucap Kimi tulus. Daniel tersenyum melihatnya ”Sama-sama,” sahutnya kemudian, kembali menatap pemandangan indah di hadapannya. Hatinya merasa senang, sekarang dia tidak akan melepaskan kesempatan itu lagi. Kesempatan untuk bisa kembali berada di dekat Kimi. Dalam hati Daniel bertekat untuk meluluhkan hati gadis yang ada di sampingnya ini. Karena Daniel percaya, Kimi adalah kekasih yang ditakdirkan untuknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN