Bagian Tujuh

1138 Kata
Kami masuk rumah, di sana sudah ada Bi Riri yang sedang menyapu lantai. “Baru pulang, Bu?” “Iya, Bi, kita habis belanja bulanan. Itu kok sudah ada mobil bapak di bagasi? Bapak sudah pulang bi?” “Sudah bu, bapak baru saja pulang.” Aku meletakkan barang belanjaan di atas meja makan kemudian menghampiri mama dan papa yang sedang berbicara di ruang tv, rupanya mama sedang menceritakan pengalaman Nek Asih tadi. “Ya begitulah ma kalau Allah sudah menunjukan kekuasaannya, sesuatu yang tadinya tidak mungkin terjadi jika Allah sudah berhendak dan berkata “kunfayakun” terjadi maka terjadilah. Tidak ada yang bisa menyangkal kebesaran Allah.” Tidak lama aku izin kepada mereka untuk masuk kamar. Ketika aku hampir terlelap di atas tempat tidur aku menyadari sesuatu, ya, aku belum shalat dzuhur. Jika dulu ketika aku sadar belum shalat wajib biasanya aku akan mengabaikannya, tapi saat ini entah mengapa aku menjadi khawatir kerena belum melaksanakan shalatku, sesegera mungkin aku mengambil air wudhu lalu melaksanakan shalat dzuhur. Selesai shalat dzuhur aku melihat macbook yang ada di atas meja belajarku, sudah lama aku tidak membukanya. Kubuka macbook lalu muncul sebuah pemberitahuan bahwa ada e-mail yang masuk, ketika kulihat nama pengirimnya ‘RAMA’, Rama.... sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya. Begini isi e-mailnya. Hallo rania..... gue denger lo udah sembuh ya? Gue turut seneng ngedengernya, jadi kapan mau masuk sekolah? Gue... Gue udah kangen sama lo Ran.... Langsung kututup macbookku, tanpa membalasnya. ****** Hari ini adalah hari pertama kali aku masuk sekolah setelah aku mengalami koma yang sangat panjang, rasanya.... deg-degan, senang, takut, terharu dan lain-lain. Sama seperti saat pertama kali aku masuk SMA. Aku deg-degan mengetahui bagaimana reaksi teman-teman saat melihat penampilan baruku, tapi aku juga senang karena sudah bisa masuk sekolah, di satu sisi aku takut menghadapi pelajaran-pelajaran yang sudah tertinggal, tapi di sisi lain aku terharu karena..... karena ada seseorang yang merindukanku. Papa mengantarku sampai ke depan gerbang sekolah, aku keluar dari mobil setelah berpamitan dengannya. Segera kulangkahkan kaki menuju ruang kelas, di kelas sudah banyak teman-teman yang datang karena memang 5 menit lagi bel sekolah akan berbunyi. “Hallo semua.....” sapaku. “Hallo Rani.a” “Rania lo udah sembuh?” “Rania lo pakai kerudung sekarang?” “Rania.... lo cantik banget pakai kerudung.” “Iyaaaa... kenapa ga dari dulu aja pakai kerudung.” Begitulah tanggapan teman-teman ketika melihat penampilan baruku, mereka terlihat sangat antusias sekali dengan kedatanganku, mereka semua memelukku, hanya... hanya ada satu orang yang tetap diam di kursinya. Aku mengampiri Rama, orang yang masih terdiam di kursinya. “Hai Ram.” “Hai Ran.” “Kok cuek banget? Ga seneng ya gue udah masuk sekolah?” “Seneng kok.” “Terus? Kenapa cuek?” “Kenapa? Cuek? Siapa yang mulai cuek duluan? Siapa yang cuma baca e-mail gue doang tanpa membalasnya?” Aku mengerti. “Oh itu, iya gue sengaja ga bales e-mail lo karena gue kan mau kasih kejutan buat lo.” “Itu bukan kejutan Ran, yang ada gue malah tambah khawatir tau ga?!” Rama meninggalkanku, Syifa menghampiriku. “Si Rama kenapa Ran?” “Gatau, kayanya dia marah sama gue.” “Yaudahlah gausah dipikirin, kaya baru kenal dia aja, jelas-jelas kalian berdua kan udah temenan dari pas masih ingusan. Dia kan emang suka ngambek tiba-tiba entar juga baik sendiri, lagian siapa sih yang kuat marahan sama lo lama-lama, dia pasti ga akan kuat deh hidup tanpa lo, udah tau kalian itu kek kembar siam tau ga, kemana-mana berdua hahahaha.” “Ah lo bisa aj.a” “Serius, eh by the way, ada angin apa kok tiba-tiba lo pake kerudung ke sekolah?” “Ada angin Surga, Syif hahahaha.” “Yeh gue serius tauu.” “Ya gue juga serius, ada angin surga yang bikin gue pengen pakai kerudung ke sekolah. Ya itung-itung belajar buat tutup aurat lah.” “Hemmm... gaya banget lo” “Iya dong, lo kapan?” “Kapan apanya?” “Kapan pakai kerudung ke sekolah?” “Gue? Pake kerudung kesekolah? Hahahhaha bercanda lo! Setiap hari jumat aja gue udah kegerahan pake kerudung, lah ini disuruh pake kerudung tiap hari di sekolah? Hahaha entar kali ye kalo kiamat udah mau deket.” “Kayanya kiamat udah mau deket deh Syif.” “Ah masa sih? Serem deh lo mah omongannya, pasti gara-gara koma 40 hari nih lo jadi kaya ustadzah gini.” “Hmm mungkin kali ya, berarti kalo gue mau liat lo tobat juga, lo harus koma selama 40 hari juga kali ya?” “Ih jangan sampe, sembarangan lo kalo ngomong!” “Hahahahhahaha.” Pembicaraan kami terhenti ketika Pak Musholleh, guru sosiologi kami masuk kelas. “Selamat pagi anak-anak.” “Selamat pagi pakkkk....” jawab kami serentak. “Baiklah anak-anak sekarang mari kita buka buku paketnya halaman....” Pak Musholleh melihat ke arahku, “…..eh Rania, kamu sudah sembuh?” “Sudah pak Alhamdulillah” “Syukur deh kalau gitu, sehat-sehat ya Rania.” “Iya pak, makasih.” “Yasudah mari kita lanjutkan. Buka buku paket halaman 98. Kita akan membahas tentang Pengertian Masyarakat menurut para ahli. Menurut Emile Durkheim masyarakat adalah suatu kenyataan objektif individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya, sedangkan menurut.....” “Hei Bimo kenapa kamu senyum-senyum sendiri?” “Ehh... ehh.. engga pak. Saya hanya lagi memandangi makhluk ciptaan Tuhan yang begitu indah.” “Maksudmu?” “Iya pak, saya cuma lagi ngeliatin Syifa.” “Cieeee hahahhaha”, “Ciee syifa”, “Tembak tembak tembak hahahahha.” “Ih apaan sih lo, gajelas banget jadi orang!” bentak Syifa kepada Bimo. Bimo adalah salah satu murid kelas XII IPS 1, ia terkenal karena kekocakannya serta perjuangannya untuk mendapatkan Syifa, Bimo sudah menyukai Syifa dari kelas X, tubuhnya lumayan berisi, hobinya melawak, makan dan menggoda Syifa. Syifa, salah satu sahabat terbaikku setelah Rama. Syifa terkenal sebagai cewek yang jutek dan judes, apalagi kalau sudah menghadapi Bimo, ia tidak suka basi-basi, ia akan mengatakan semua hal secara jujur walaupun itu menyakitkan, itulah alasan mengapa aku suka berteman dengannya. Syifa juga sangat setiakawan, hanya satu yang tidak aku suka darinya, orangnya malas, sangat pemalas. Aku yang duduk sebangku dengan Syifa menjadi salah satu orang yang menyukai situasi ini. “Cieee cieee keindahan Tuhan hahahahahaha.” “Apa deh, diem deh Ran gausah ikut-ikutan yang lain.” “Heemmm.. ayangnya Bimo marahh!! Takuuut.” Syifa hanya memalingkan wajah dan ngedumel tidak jelas, aku ngakak melihat ekspresi juteknya. “Maaf pa saya terlambat abis dari toilet.” “Lho kamu ini gimana sih bukannya ke toilet daritadi.” “Iya, Pak, maaf.” “Yasudah kembali ke tempatmu.” Rama berjalan menuju bangkunya, dia duduk tepat di belakangku. Ketika dia melewati mejaku, aku tersenyum kepadanya tapi yang dia lakukan hanya terus berjalan dan mengabaikan senyumku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN