Johnathan_7

1429 Kata
Philip mengepalkan kedua tangannya mendengar ucapan Johnathan. Tatapannya menajam membuat kedua alisnya bertatut. Garis rahangnya mengeras seolah emosi sudah menguasainya.   Kedatangan Johnathan kembali membuat Philip merasakan dua hal. Kemarahan dan ketakutan. Dia ingin mengalahkan rasa takutnya meskipun amarahnya membumbung hingga ujung kepala.   Johnathan tidak pantas menjadi salah satu bagian keluarga Myles, begitu pikir Philip. Sepupu yang sekarang telah menjadi adik angkatnya itu sudah merebut hak Philip semenjak dirinya belum datang ke dalam keluarga Myles. Hingga ibunya juga mempunyai kebencian yang sangat besar terhadap Johnathan.   Philip dan ibunya-Lynette selalu berusaha membuat Johnathan pergi dari keluarga Myles. Tak jarang dirinya selalu merebut semua yang di berikan ayahnya untuk Johnathan. Tak jarang pula Lynette mengurungnya di loteng dan tidak memberi Johnathan makan sampai Johnathan merasa kelaparan.   Hal yang sangat diidam-idamkan Philip dan Lynette akhirnya terwujudkan. Johnathan memutuskan untuk pergi dari California dengan dalih ingin sekolah di luar negeri 15 tahun yang lalu. Namun, kedatangan Johnathan kembali membuat Philip dan Lynette justru merasa khawatir hingga Philip menjadi kesal karena ibunya terus mengatakan Johnathan kembali untuk balas dendam atas sikap buruk mereka berdua di masa lalu.   "Johnathan!" Suara Philip melengking saat Johnathan membuka pintu mobil dan berniat masuk ke dalam mobil.   Johnathan hanya diam tanpa menoleh ke arah Philip.   "Apa kau tidak ingat kalau kau sendiri yang membunuh ayahmu?! Aku tidak menyangka kau masih berani menunjukkan wajahmu yang penuh dengan dosa seorang pembunuh pada kami."   Johnathan mengepalkan kedua tangannya. Genggamannya pada tepi pintu mobilnya mengerat membuat buku-buku tangannya memutih. Hingga beberapa saat kemudian kedua kaki Johnathan berjalan sangat cepat ke arah Philip.   Sebelah tangannya berhasil menghantam wajah Philip hingga lelaki itu mundur beberapa langkah. Johnathan kembali memukul pipi lainnya membuat luka memar di wajah sepupunya itu sangat ketara.   Philip mulai membalas pukulan Johnathan. Mereka saling menghantamkan tangan masing-masing ke arah lawan. Mereka juga mendorong tubuh satu sama lain ke badan mobil hingga terdengar suara gubrakan yang cukup keras.   ~   Johnathan mendesah pelan. Sebelah tangannya mengusap darahnya di sekitar bibir dan hidungnya sedangkan tangannya yang lain menyetir mobilnya menuju apartemen. Dia merasa kesal pada dirinya sendiri karena tidak bisa mengontrol emosinya setiap kali Philip mengatakan hal itu.   Dirinya bukanlah seorang pembunuh! Kecelakaan itu terjadi karena seseorang menginginkannya! Benar, kalau saja bocah perempuan itu tidak mengatakan hal tersebut, kecelakaan yang membuat ayahnya meninggal tidak akan terjadi.   Johnathan mengernyitkan keningnya saat melihat seorang anak perempuan keluar mengendap-endap dari sebuah bilik pintu kamar. Bocah perempuan itu terlihat ragu saat hendak keluar dari pintu tersebut. Setelah memastikan tidak ada yang mengawasi di sekitar pintu, bocah itupun akhirnya keluar dari dalam kamar tersebut.   Bocah perempuan berambut pirang dengan boneka beruang di sebelah tangannya itu menghentikan langkahnya di depan Johnathan. Dia memperhatikan wajah Johnathan beberapa saat sebelum mengulurkan tangannya.   "Cassa-"   "Tanganmu terluka?" Johnathan langsung memotong ucapan bocah perempuan tersebut saat melihat lengannya penuh dengan luka lebam bekas pukulan.   Menyadari Johnathan memperhatikan lengannya yang ditutupi oleh kain putih tipis, bocah itu langsung menyembunyikan lengan di balik punggungnya. Johnathan mengernyitkan kening melihat bocah perempuan itu justru menundukkan kepalanya.   "Ayo, aku akan mengobati tanganmu," Johnathan menggandeng lengan bocah perempuan itu lalu langsung masuk ke dalam kamar miliknya dan ayahnya di kapal tersebut.   Bocah perempuan itupun patuh mengikuti Johnathan. Johnathan menyuruhnya untuk duduk di salah satu sofa sedangkan dirinya pergi ke sudut lain untuk mengambil sebuah kotak obat yang telah di siapkan oleh ayahnya. Johnathan menyusul duduk di samping bocah itu.   "Kemarikan lenganmu," perintah Johnathan sedangkan bocah perempuan itu mengikuti perintahnya.   Sejenak Johnathan memperhatikan beberapa luka di sana. Sebagian terlihat jika luka itu bekas sebuah luka pukulan benda tumpul dan sebagian lagi seperti di sayat oleh benda tajam. Johnathan menyingkap kain tipis yang menutupi lengan bocah itu perlahan membuat ringisan kecil keluar dari bibir merahnya.   "Kau tidak minta diobati oleh ibumu?" tanya Johnathan saat mengoleskan obat merah.   "Ayah dan ibuku ada di New York, mereka bilang akan mengantarku ke sana," jawab bocah perempuan itu diiringi ringisannya.   "Kalau ayah dan ibumu di New York, kenapa kau ada di sini?"   Bocah perempuan itu diam sejenak mengingat bagaimana dirinya pergi dari rumah serta bertemu dengan segerombolan orang yang membawanya ke tempat ini. Perlahan dia menggelengkan kepalanya saat mengingat ancaman orang-orang yang menyekapnya.   "Ada apa?" tanya Johnathan bingung melihat ketakutan di raut wajah bocah perempuan tersebut.   Bocah itu langsung menarik lengannya, "Lukaku tidak boleh diobati. Kalau mereka melihatnya, mereka akan terus menambahkan pukulannya."   Johnathan tidak mengerti maksud ucapan bocah perempuan yang ada di sampingnya. Dia meletakkan kapas bekas obat merah di atas meja dan kembali memperhatikan teman barunya tersebut. Bocah perempuan itu hanya diam sembari menatap sekitar kamar.   "Itu bonekamu?" tanya Johnathan untuk menghilangkan kesunyian diantara mereka.   Bocah itu menganggukkan kepalanya, "Iya. Namanya Jo," jawabnya.   "Jo?" Johnathan menaikkan kedua alisnya terkejut. Tiba-tiba saja dirinya merasa senang dan bersemangat, "Seperti namaku," ucapnya dan mengulurkan tangannya, "Tadi kita belum berkenalan. Siapa namamu? Namaku Johnathan."   Seulas senyum menghiasi wajah bocah perempuan itu. Dia ikut mengulurkan tangannya untuk menerima uluran tangan Johnathan.   "Namamu hampir mirip seperti nama bonekaku-"   "Bagaimana kalau aku memanggilmu boneka beruang dan kau memanggilku Jo?" tawar Johnathan cepat sebelum bocah perempuan itu menyebutkan namanya.   Bocah perempuan itu mengangguk semangat. Mereka saling tersenyum hingga beberapa saat mereka kembali diam saat merasakan guncangan kecil di dalam kapal.   "Apa yang terjadi?" gumam Johnathan lalu menoleh ke arah temannya, "Kau tidak apa-apa?"   "Tidak," jawabnya dan menggelengkan kepala.   Sunyi. Mereka kembali diam. Bocah perempuan itu kembali memeluk boneka beruangnya yang memiliki bulu berwarna cokelat.   "Sebenarnya... aku ingin kapal ini tenggelam," gumam bocah perempuan itu membuat Johnathan tertegun dan langsung menatapnya.   "Kenapa?"   "Kalau kapal ini tenggelam, aku bisa keluar dari kapal ini. Dan aku bisa kembali pulang ke rumah. Ayah dan ibuku pasti sangat merindukanku di rumah. Moly juga, aku sangat rindu dengan mereka."   "Moly? Siapa Moly?"   "Dia anjingku. Bulunya berwarna putih dan kami selalu bermain bersama."   Benar. Bukan dirinya yang menginginkan kecelakaan itu. Tapi bocah perempuan berusia sekitar 8 tahun yang menginginkannya. Karena keinginan bocah itu, kebahagiaan yang Johnathan rasakan bersama ayahnya hanya berlangsung selama dua tahun saja.   Di mana keberadaan temannya itu? Apa saat ini bocah perempuan itu sudah kembali pulang ke rumahnya atau justru ikut menjadi korban dalam kecelakaan itu? Mengingat tentang kecelakaan tersebut membuat Johnathan kembali merasa penasaran tentang temannya itu. Setidaknya dia ingin tahu apakah temannya itu masih hidup atau sudah meninggal.   Sampainya di apartemen, Johnathan langsung melepaskan jasnya dan melemparkannya ke sembarang arah. Dia juga melepaskan kemejanya yang kehilangan beberapa kancing akibat pergelutannya dengan Philip.   Johnathan pergi ke kamar mandi untuk membasuh tubuhnya. Selang lima belas menit dia sudah keluar dari kamar dengan pakaian lengkap. Johnathan menuruni anak tangga dan duduk di salah satu sofa yang berada di ruang tamu. Dia mulai mengecek ponselnya untuk mencari kontak email Sabrina karena tidak mempunyai nomer telepon wanita itu.   Setelah berbalas-balasan pesan di email dengan Sabrina, ponselnya berdering tanpa panggilan masuk. Di layar ponsel tertera nomer baru tanpa nama dan Johnathan langsung mengangkatnya.   "Ada apa John?" tanya Sabrina saat tahu Johnathan langsung mengangkat telepon darinya.   Johnathan menghela napas pelan. Sebelah tangannya mengelus ujung bibirnya yang masih terlihat luka lebam di sana, "Aku tidak bisa makan malam denganmu. Mungkin lain waktu kita bisa makan malam bersama."   "Tapi kenapa John? Apa terjadi sesuatu? Apa jangan-jangan kau sudah membuat janji dengan wanita lain?"   Johnathan tersenyum tipis mendengar nada suara Sabrina yang menunjukkan wanita itu merasa cemburu, "Tidak. Aku hanya ingin istirahat saja. Nanti aku akan menghubungimu lagi."   "Tunggu!" sergah Sabrina mengetahui Johnathan akan memutuskan sambungan teleponnya, "Kau tinggal di mana? Apa kau tinggal bersama Philip dan Bibi Lynette?"   "Aku tinggal di apartemen."   "Apa aku boleh mampir ke apartemenmu?"   Johnathan diam sejenak. Jika Sabrina datang menemuinya, wanita itu pasti akan banyak bertanya melihat keadaan dirinya saat ini. Sedangkan Johnathan tidak ingin Sabrina tahu jika hubungannya dengan Philip sangat buruk, meskipun Johnathan tidak yakin jika Sabrina tidak mengetahui hal itu.   "Nanti aku akan memberitahu alamatnya padamu."   "Jangan nanti, tapi sekarang John. Sudah 15 tahun kita tidak bertemu, apa kau tidak ingin lagi berteman denganku?"   Akhirnya Johnathan menghela napas pelan dan memberitahu alamat apartemennya pada Sabrina dengan syarat jangan datang ke apartemennya bersama dengan Philip. Sabrina pun mengiyakan syarat tersebut dan langsung mematikan sambungan teleponnya.    ~   Casey duduk dengan gusar. Dia terus menggigit ujung-ujung kukunya karena merasa cemas. Bagaimana jika besok saat dia berangkat bekerja, semua karyawan di kantor menghujatnya dengan banyak pertanyaan. Bagaimana jika Casey tidak bisa menjawabnya?   Buru-buru Casey langsung menggeser layar ponselnya untuk membuka kunci layar. Dia mulai iseng mencari akun sosial media milik lelaki yang bernama Johnathan. Casey tidak yakin akan menemukannya, namun apa salahnya jika mencoba?   Satu jam Casey mencari akun sosial media lelaki itu namun tidak menemukannya. Beberapa kali Casey menggeram kesal saat melihat akun yang hampir mirip dengan Johnathan namun saat di perhatikan fotonya dengan seksama, dia tidak menemukannya.   "Apa yang akan kau lakukan, Cas? Bagaimana kalau mereka bertanya tentang pria itu?" gumam Casey cemas.   Biasanya Casey akan melakukan pertemuan bersama lelaki-lelaki yang akan menjadi kekasih bayarannya. Membicarakan mengenai data diri serta semua hal yang menyangkut keduanya sehingga jika nanti dirinya mendapat pertanyaan dari teman-temannya, Casey bisa dengan lancar menjawabnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN