ENAM

744 Kata
Setelah mengisi perutnya, Nara segera pergi ke tempat penyewaan kamar untuk menyewa salah satu kamar sampai besok. "Apa kau yakin tidak mau bermalam di rumah ku saja?" tanya Finn, setelah melihat kondisi kamar sewaan itu. Kamar itu agak lembab, baunya pun sedikit apek. Maklum, harga yang ditawarkan terbilang cukup murah. Hal itu sebenernya tak menjadi masalah untuk Nara. Ia sudah biasa tidur di hutan beralaskan batu sebagai bantal kepala. Nara sudah terbiasa untuk beradaptasi dengan cepat. Asal ia bisa berbaring atau hanya sekedar duduk, ia bisa tidur dengan lelap. Bahkan ia sering tidur di atas pohon, jika ia melihat keadaan tanah di hutan tak memungkinkan untuk ditiduri. "Aku sudah biasa tidur di tempat yang tidak nyaman. Aku akan baik baik saja disini." kata Nara. "Kau tidak mau aku temani? Yah, setidaknya untuk malam ini." ucap Finn, duduk di ranjang yang saat diduduki langsung berdecit. Karna kalimatnya, Finn berhasil mendapat tatapan tajam dari Nara. Tatapan yang seakan akan ingin menusuk bola matanya. "Aku bukan p*****r yang bisa kau tiduri dengan bayaran kepingan emas." "Orang membayar ku untuk membawakan jantung atau kepala, bukan untuk memuaskan nafsu birahi." kata Nara, membuka baju luarnya. Bajunya di buat khusus untuk orang orang Utara, artinya baju itu tebal karna udara di Utara sangat dingin. Saat ia memakai baju itu di wilayah Barat dengan cuaca yang cukup hangat, hal itu membuatnya mudah kepanasan. Melihat Nara melepas baju luarnya sampai hanya tersisa baju yang terbuat dari kain agak tebal namun tanpa lengan membuat Finn menelan ludahnya dengan kasar. "Aku tahu kau berfikir jorok, sekarang keluar dari kamar ku." kata Nara, membuyarkan tatapan Finn. "Ak... Ak... Aku tidak berfikir jorok! Kenapa kau menuduhku seperti itu?" elak Finn. "Bukan kau saja laki laki yang menatapku seperti itu, bodoh. Sekarang keluar atau ku patahkan hidungmu!" perintah Nara. Finn pun mengalah, ia melangkah keluar dari kamar sewaan Nara. Dan Nara pun langsung mengunci pintu kayu kamar itu. "Kenapa orang orang Utara selalu kaku seperti itu sih? Menyebalkan." "Apa udara dingin disana benar benar membuat orang disana menjadi kaku?" Tepat di depan pintu, Finn terus terusan menggerutu. Tanpa ia sadari, Nara bisa mendengar semua gerutuan Finn karna pintu itu cukup tipis. Bahkan Nara bisa merobohkan pintu itu dengan satu tendangan pelan. "Aku bisa mendengar mu, bodoh!" teriak Nara, dari dalam kamar. Hal itu membuat Finn kaget dan refleks menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia pun langsung kabur menjauh dari sana, takut Nara keluar kamar dan langsung menghajarnya. Setelah mengantar Nara ke tempat penyewaan kamar, Finn memutuskan untuk kembali ke mansion, karna ia sudah berjanji kepada Atlas untuk pulang saat makan malam. Namun ketika dalam perjalanan pulang, ia bertemu dengan Clara, wanita bayaran favorite nya. Setidaknya sebelum ia bertemu Nara pagi ini. "Hai, Mr. Darion. Aku ada waktu kosong malam ini." ucap Clara, dengan nada sedikit menggoda. Biasanya ia akan langsung membuat tawaran dan membayar uang muka agar Clara datang ke kamarnya nanti malam. Tapi saat Clara ingin menggoda Finn, dengan menyentuh bagian pundak nya. Finn langsung menepis tangan halus Clara, wanita itu pun langsung menatap Finn bingung. "No, sorry." kata Finn pelan, kemudian ia pergi meninggalkan Clara yang masih menatapnya bingung. Entah apa yang terjadi, di pikiran Finn hanya ada Nara. Ia tak ingin wanita lain, ia hanya menginginkan Nara. "Aku bisa dibuat gila kalau begini." gumam Finn. Tak lama kemudian, Finn sampai di depan pintu masuk mansion tempat tinggalnya. Pintu itu terbuat dari kayu yang sangat tebal, besar, dan sangat kokoh. Di cat berwarna coklat gelap, matching dengan cat warna putih di dinding mansion itu. "Kau sudah tahu apa yang dilakukan Ms. Northent di kota kita, Finn?" kata Atlas, ketika melihat adik bungsunya bergabung di meja makan. "Kau mengikuti ku? Aku sudah bilang jangan mengikuti ku! Akun bukan anak kecil lagi!" murka Finn. "Secara teknis, kau memintaku untuk tidak mencari mu. Dan yang mengikuti mu adalah Reo, bukan aku." balas Atlas, dengan wajah tenangnya. "Terserah kau." ucap Finn, ketus. Usianya sudah 22 tahun, tapi Finn masih merasa diperlakukan sepertu anak kecil oleh kakak kakaknya, terutama Atlas. Kadang ia merasa jengkel, Atlas selalu ingin tahu kemana ia pergi, atau apa yang akan ia lakukan. "Ia hanya singgah sebentar, misi nya bukan di kota ini." kata Finn, setelah meneguk wine yang tersedia di meja makan. "Kau tidak makan?" tanya Jack, yang melihat Finn meninggalkan ruangan itu tanpa menyentuh makanan sama sekali. "Aku sudah makan." jawab Finn, lalu langsung menuju kamarnya. "Aku akan bicara padanya nanti." kata Jack, kepada Atlas yang masih menatap punggung Finn yang menjauh dari sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN