ENAM BELAS

1254 Kata
Selesai mengobati luka lebam di pahanya, Nara merapihkan alat alat medical kit yang sebelumnya Atlas berikan kepadanya,kemudian ia segera bersiap keluar dari ruangan itu untuk meninggalkan mansion. Kalau boleh jujur, Nara sebenarnya lebih suka berada di ruangan dengan pendingin udara itu dibanding harus kembali ke kamar sewaannya yang sempit dan lembab. Tapi Nara sudah memutuskan untuk tidak tinggal satu atap lagi dengan keluarga mafia seperti keluarga Darion. Jadi Nara akan kembali menghabiskan malamnya di kamar sewaan lagi sebelum berangkat ke wilayah Timur untuk menemui Derry besok pagi. Tepat saat Nara membuka pintu ruangan itu untuk keluar, ternyata Atlas masih menunggunya di balik pintu. Dengan wajah datar dan bentuk rahang kotaknya yang kokoh, ia menatap Nara dengan tatapan yang aneh bagi Nara. “Aku sudah selesai, terimakasih untuk obatnya. Aku akan kembali ke penginapan.” Ucap Nara, sedikit kikuk karna ditatap seperti itu. “Tinggal lah sebentar lagi untuk makan malam.” Pinta Atlas. “Aku masih punya beberapa buah apel di kamarku untuk makan malam.” Balas Nara. Nara yang ingin melengos dan pergi begitu saja meninggalkan Atlas seperti ia meninggalkan Finn tak bisa berkutik ketika Atlas menggeser badannya untuk menghalangi langkah Nara. “Kenapa kau menghalangi jalanku?” tanya Nara, sedikit kesal. “Aku tidak seperti Finn yang akan membiarkan mu pergi meninggalkanku begitu saja dengan wajah tanpa dosamu.” Jawab Atlas. Lagi lagi Nara menatap mata Atlas dengan mantap, yang mana tidak akan bisa dilakukan wanita lain selain dirinya karna aura Atlas biasanya membuat wanita biasa hanya bisa menunduk di hadapannya. Tahu hal itu hanya bisa dilakukan oleh Nara membuat jantung Atlas berdegup tak karuan. Walaupun raut wajahnya terlihat datar, namun ia bisa merasakan jantungnya hampir meledak ketika mata Nara bertemu tatap dengan matanya. Ingin rasanya Atlas meneriakan perasaannya kepada Nara yang sudah ia simpan sejak 10 tahun lamanya yang masih belum berubah sampai sekarang di hadapan Nara, tapi ia sadar ini bukanlah waktu yang tepat. Mereka baru bertemu lagi kemarin setelah 10 tahun lamanya. Wajah Atlas memang tidak banyak berubah selama 10 tahun mereka tidak bertemu, karna bisa dibilang Atlas cukup awet muda dibanding kedua saudaranya walaupun ia adalah anak tertua di keluarganya. Kini ia tak tahu apakah Nara memiliki perasaan kepadanya, ia juga benci penolakan. Jadi ia memilih untuk tetap menyimpan perasaanya lagi saat itu tanpa memberi tahu kepada siapapun. Perasaannya kepada Nara tak pernah berubah selama 10 tahun sejak mereka pertama kali bertemu. Seperti pesan Aaron, ia harus menunggu sekitar 10 tahunan lagi jika ingin mengencani Nara karna Nara akan menjadi gadis yang sangat cantik dan pintar. Mendiang sahabatnya benar, Nara tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik dan jenius serta pemberani. Saat inilah yang Atlas tunggu selama bertahun-tahun. Ia bahkan rela untuk tidak menyentuh wanita manapun demi menunggu Nara. Ya, ia masih perjaka di usianya yang mengginjak 28 tahun. Sangat berbeda dengan kedua saudaranya yang sudah sering berhubungan intim dengan wanita wanita lain. Bahkan jika ia ditawarkan bermalam dengan wanita sebagai “hadiah” oleh rekan bisnisnya, ia akan langsung memberikan wanita itu kepada salah satu adiknya dan ia akan memilih pergi ke sebuah Pub untuk meminum beberapa minuman sambil memikirkan dan membayangkan keadaan Nara saat itu. “Baiklah Mr. Darion, acara tatap menatapnya sudah selesai, aku mau pulang.” Ucap Nara ketus, membuyarkan pikiran Atlas. Di saat yang tepat, Nara berhasil melangkah menjauh dari hadapan Atlas. Namun Atlas tetap mengejarnya dan menghadangnya lagi dengan badannya yang tentu saja lebih besar dari badan Nara. “Baiklah baiklah... Ku mohon, tinggal lah setidaknya untuk makan malam.” Pinta Atlas lagi, yang kini sambil memegang tangan Nara dengan lembut. Nara tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Bukan, bukan karna Atlas menggenggam tangannya. Tapi ia baru saja mendengar seorang Atlas Darion memohon padanya. “Aku tidak salah dengar kan?” batin Nara. Nara pun menatap mata Atlas lagi untuk memastikan orang yang di hadapannya itu benar benar seorang Atlas Darion, bukan orang lain atau seseorang yang menyamar. Di sisi lain, Atlas malah salah fokus ke arah bibir ranum Nara. Ingin sekali ia merasakan sentuhan bibir Nara pada bibir tipisnya. Tanpa sadar Atlas menutup matanya dan mendekatkan kepalanya ke arah wajah Nara perlahan-lahan. “Baiklah dimana ruang makannya? Ayo kita makan, aku sudah lapar. Ayo ayo kita makan sekarang juga.” Teriak Nara, tiba-tiba ketika wajah Atlas semakin mendekat ke wajahnya. Hal itu membuat Atlas menarik kepalanya lagi untuk menjauh dari wajah Nara. Saat itu juga ia bisa melihat dengan jelas gadis manis di hadapannya yang sedang salah tingkah dengan wajah yang bersemu merah. “Ayo ayo cepat kita makan saja, ak.. aku.. aku lapar.” Ucap Nara, menutupi ke gugupannya itu. Tapi tanpa ia sadar, ia malah menggenggam dan menarik tangan Atlas menjauh dari lorong itu. Atlas yang melihat Nara tak sadar menggandengnya pun tersenyum lebar. Baru beberapa langkah Nara menarik tangan Atlas, Atlas malah menghentikan langkahnya yang membuat Nara ikut berhenti dan akhirnya gadis itu tersadar ia tak sengaja menggandeng Atlas. Refleks Nara melepaskan gandengannya dan membuatnya lebih salah tingkah lagi. Atlas hanya bisa terkekeh melihat Nara yang wajahnya sudah semerah tomat matang. “Kenapa kau berhenti?” tanya Nara, yang masih berusaha menutupi ekspresinya itu. “Ruang makannya bukan ke arah sana, itu arah kamarku. Tapi kalau kau mau kesana, akan aku temani.” Jawab Atlas, sambil tersenyum tipis. “Semua Darion sama saja, sama sama mesum.” Balas Nara, memutar badannya ke arah sebaliknya untuk menuju ruang makan. Tak mau terlihat salah tingkah di depan Atlas lagi, Nara berjalan dengan cepat di depan Atlas yang berjalan santai di belakangnya sambil menatap punggung gadis itu. “Bukan salah ku kalau aku tersesat, siapa suruh punya rumah sebesar ini.” Gerutu Nara, yang membuat Atlas semakin tersenyum mendengar gerutuan gadis di depannya. Beberapa saat kemudian, mereka berdua sampai di ruang makan, ternyata Jack sudah berada di sana terlebih dulu. Tapi tidak dengan Finn, pemuda jangkung itu tidak berada disana. “Jack, dimana Finn? Dia belum kembali?” tanya Atlas, kepada adiknya yang sedang asik makan daging ayam panggang. Belum sempat Jack mengeluarkan kalimat dari mulutnya, tiba tiba salah seorang anggota Black Hat menerobos masuk kedalam ruang makan. “Hey! Kau tidak tahu ini saatnya makan malam?!” bentak jack, yang merasa terganggu. “Maaf, Mr. Darion. Tapi ini gawat!” ucap pria itu. “Ada apa?” tanya Atlas, yang kembali menjadi dingin lagi. “Aku baru saja ke lapangan tempat yang seharusnya dipakai untuk mengubur mayat mayat tadi untuk mengecek pekerjaan Finn. Tapi mayat mayat itu tak ada disana, Mr. Darion.” Jelas Pria itu, sambil terengah-engah. Jack, Atlas, bahkan Nara pun terkejut mendengar laporan dari pria tersebut. Atlas hanya terdiam sejenak dengan wajah datarnya yang menandakan dirinya sedang berfikir keras. “Dimana Finn sekarang?” tanya Jack, yang sudah kehilangan nafsu makan karna kelakuan adik bungsunya itu. “Saya tidak tahu, Mr. Darion.” Jawab pria itu. Nara yang tadinya diam, kini menatap kearah Atlas yang kelihatannya masih berfikir keras. Hal itu juga membuatnya ikut berfikir, apa yang sebenarnya dilakukan oleh Finn. “s**t!” pekik Nara, tiba-tiba membuat semua orang yang ada di ruangan itu menatapnya. Dengan raut wajah panik, Nara pergi meninggalkan ruang makan itu dan secepat mungkin berlari ke ruangan bawah tanah tempat ia mengurung Susan tadi, diikuti oleh Atlas dan Jack yang ingin tahu. Kerangkeng berjeruji besi itu kosong, pintunya sudah dibuka dan gembok yang dipakai untuk mengunci pintu kerangkeng itu sudah dibobol. Susan tak ada disana lagi, ia berhasil kabur dari tempat itu. “k*****t! Ini perbuatan adikmu! Tawananku lepas, dia bagian dari rencanaku!” teriak Nara, ke wajah Atlas sambil menarik kerah kemeja Atlas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN