6. Tutup Mata Sialanmu, Lila!

1508 Kata
“Lilaaa! Lilaaa!” Suara Samara terdengar di luar pintu kamar yang Lila tempati. gadis yang sudah 2 jam tidur melantai di bawah ranjang itu akhirnya terjaga, mengusap bibirnya yang terbuka, Lila bergegas bangkit memunguti buku tulis yang ia peluk sedari tadi. Sebuah buku tulis yang Lila jadikan sebagai pelepas segala uneg-ungeknya dimana ini ia ingin menjadi sebuah bukti saat mungkin dia mati sebab tidak kuat lagi menahan siksaan disana, di buat dalam sebuah bahasa Jepang dimana Lila sedang mempelajari bahasa itu lewat buku-buku bekas yang ia beli di kampunganya. Samara langsung membuka pintu dan masuk kedalam kamar Lila sementara gadis itu masih menyimpan buku itu di dalam lemarnya. “Lila sedang apa kamu?” Llla dengan cepat segera menutup pintu lemarinya,”E-enggak ada mba, cuma lagi beberes lemari.” “Hemm, ini pakaian kamu. Di coba satu-satu, gimana perutnya sudah enakan? Jamu yang di beri nenek sudah di minum?” “Su-sudah mba.” Lila mengatakan perutnya sedang tidak enak saat di ajak Samara dan sang ibu berbelanja, padahal dia hanya beralasan, merasa sangat enggan menjadi bulan-bulanan kedua orang itu. Terutama sang ibu, bagaimana dia tega memperlakukan Lila seperti ini. “Ingat ya Lila, kamu harus sehat. Saya butuh kamu.” Ucap Samara memutar sendiri kursi rodanya untuk segera pergi dari sana, namun tiba-tiba dia berhenti, “Mas Ars sudah kesini? Hari ini jadwal terakhir dalam minggu ini dia disini kan? Pastikan di gunakan dengan baik Lil, terus berusaha sampai kita dapat kabar positive dan kamu tidak perlu lagi melakukannya. Kamu tahu sebenarnya saya dan mas Ars berat untuk ini tapi kami sudah kehabisan segala cara.” Hati Lila merasa sakit, ia sedikit menarik nafasnya, apakah mba Samara berfikir dia mau seperti ini. Dimana berada bersama orang seperti Arshangga membuatnya sangat tersiksa, lelaki itu tidak memanusiakannya, ia di anggap seperti barang atau wanita jalang yang bisa seenaknya saja disiksa. Lila tidak menjawab dan Samara pun segera pergi dari kamar Lila, suara pintu yang tertutup membuat Lila tersentak sadar dan mengepalakan tangannya. Ingin sekali dia berbuat jahat, berharap kehamilan tidak pernah terjadi, entah bagaimana caranya mereka semua selalu saja memberikan dia banyak obat-obatan dan pemeriksaan juga selalu di lakukan dinyatakan dia sehat dan akan bisa segera mengandung. “Tuhan, apapun itu berikan yang terbaik untukku.” Lila menjatuhkan dirinya di ranjang, ia mengis disana. Lila menatapi bungkusan pakaian-pakaian yang Samara berikan, segala macam pakaian tidur hingga pakaian sehari-hari yang pasti sangat layak pakai bukan seperti barang-barang lusuh miliknya. Samara juga memberikannya ponsel baru pagi tadi agar bisa berkomunikasi dengan lancar bersama Lila, mengigat ponsel Lila tidak bisa menggunakan internet, tapi semua tidak ada artinya buat Lila. Ini tidak sebanding dengan kesakitan yang ia dapat. “Pak, kenapa anakmu harus dilahirkan kedunia pak, ibu Lila jahat. Kenapa bapak ngga bawa Lila aja bersama bapak…” Lila berangsur menjatuhkan dirinya ke ranjang, meremasi sprei dengan air matanya yang sudah tumpah ruah. Cklak Suara pintu kamar terdenger terbuka, Lila langsung bangkit lagi, kali ini Lila langsung menebak pasti yang datang adalah orang yang sangat tidak ia inginkan hadirnya. Dan benar saja Arshangga tiba di kamar Lila, seperti biasa pasti Samara mengusirnya untuk kembali ke kamar Lila sebab ini masih jadwal untuk Arshangga bersama Lila sampai Lila hamil. Arshangga langsung berapi-api dan selalu tersulut setiap melihat wajah Lila, ia tidak berucap apapun dan langsung mengunci pintu segera masuk kedalam sana agar tidak di periksa Samara apa yang dia lakukan. Arshangga mengacuhkan Lila yang tampak gugup menundukkan kepalanya disana sembari meremasi pakaiannya sendiri, lelaki itu melewatinya demi apapun dia muak sekali melihat wajah gadis itu. Arshangga menghampiri sebuah sofa single disana menariknya menghadapkan pada televisi, ia segera duduk dan menyalakan televisi lalu mengeluarkan kotak-kotak rokoknya bersama dua kaleng beer yang ada disebalik jaket yang ia gunakan. Ingin cepat melakukan aksinya namun Arshangga masih sangat bingung dan berat melakukannya, ucapan dari Deon tentang dia harus melakukan sebuah pemansaan dulu lalu membayangkan Llla adalah Samara sepertinya bukan ide yang baik. Arshangga tidak bisa melakukan itu sebab mereka sangat berbeda, walau isi kepala memaksa untuk berbohong kepada diri sendiri tetap saja hasilnya tidak sama. Samara lebih berisi, kulitnya juga putih dan mulus. Namun Lila sangat kurus dan dia tampak masih sangat kecil sekali. “SIAL!” Arshangga kesal sendiri, ia mulai mensesap kaleng beer disana seraya mengudarakan asap rokoknya. Lila mendadak menutup hidung sebab dia tidak bisa menghirup asap rokok, Lila terbatuk kecil dan Arshangga mendengar itu, namun ia malah semakin menjadi-jadi mengudarakan asapnya dan Lila pun memilih berbalik badan menarik sebuah selimut menutupi dirinya. Menatap kosong ke layar televisi beberapa menit kemudiab Arshangga tiba-tiba mendapatkan sebuah ide, sepertinya dia harus menonton sebuah film dewasa untuk membangkitkan itu semua tanpa harus berusah payah pemanasan. Arshangga menyimpul cibiran, tidak mungkin dia melakukan foreplay, berciuman atau mencumbu wanita sialan itu, itu sangat bukan dia. Menyandarkan tubuhnya di sofa itu, Arshangga mulai membuka sebuah situs sebuah film dewasa berbayar, ia mulai melakukan p********n dan tidak lama film itu pun bisa di tonton. Gadis 18 tahun itu tidak tahu lagi apa yang di lakukan Arshangga disana, ia fikir Arshangga pasti akan seperti kemarin, berbohong lagi tentang sudah menyentuhnya. Arshangga sedang fokus menonton film dewasa itu dan kebetulan sosok perepuan disana adalah sama seorang gadis muda yang tubuhnya seperti Lila, film yang sangaat menampilkan kevulgaran dan kedominan seorang laki-laki dewasa. Arshangga melihat sisi sensitive disana yang membuatnya mulai terkotori oleh bayangan tubuh Lila yang pernah ia sentuh kemarin, masih sangat terjaga dan tampak tak terjamah. Belasan menit dia menonton akhirnya Arshangga mulai panas dingin, jujur selama 5 tahun ini dia dan Samara tidak pernah melakukan hal-hal jauh dari batasan, dimana Samara lumpuh dan dia hanya bisa menerima perlakuan Arshangga dan berbaring saja. Tapi Arshangga tetap menikmati itu, ia sudah menutup matanya untuk melihat hal lain dan selalu berusaha membuat setiap hal yang mereka lakukan menyenangkan mungkin bisa di lakukan di tempat-tempat berbeda. Arshangga mulai merasakan sesuatu yang sudah membuatnya sesak di bawahsana, ia melirik ke ranjang. Gadis itu tampaknya sudah tidur disebalik selimut itu, Arshangga tidak peduli itu bukan urusannya. Tujuan mereka adalah menjalankan hal-hal sesuai kesepakatan bukan dia harus menjadi seorang yang peka dan peduli untuk perempuan bermata duitan dan otak harta seperti Lila dan ibunya. Berjalan dengan lantang dan terburu-buru, Arshangga langsung menarik selimut yang Lila pakai menutupi wajahnya. “Bangun!” ucapnya tegas. Lila terkesiap tanganya sudah di cekat Arshangga membuatnya sedikit bangkit, lelaki itu langsung membuka celananya. Lila masih terus diam dan menunduk seperti biasa sebab di larang melihat atau membantah. Segera mungkin lelaki itu menarik kasar baju berbentuk dress rumahan yang Lila paka, Lila shock butiran kancing bertaburan di lantai, Arshangga langsung mendorong Lila ke ranjang dia sudah tidak memakai sehelai benangpun di bagian bawahnya sementara kemejanya masih ia kenakan namun sudah ia lepas sebagian kancing atasnya. Langsung memberikan wajah Lila bantal untuk menutup wajahnya itu dan segera menarik kasar celana dalam Lila dibawah sana membuatnya robek segera menyatukan dirinya yang sudah siap dan berereksi itu. Lila terlonjak, tubuhnya reflek mengerang, sakitnya bukan main. Tubuh Lila menegang berusaha menahan sakit yang datangnya mendadak, begitu sangat dipaksakan dan kali ini Arshangga berhasil melakukannya setelah beberapa kali kemarin dia gagal dan gagal lagi. Arshangga berhenti saat merasakan sebuah robekan disana, dimana darah pun ikut muncul kepermukaan, Arshangga melihat kedua tangan Lila meremas bantal yang menutupi wajahnya sangat kuat dan sekuat tenaga. Mendadak Arshangga mempunyai hati, ia merasa sudah sangat jahat, ini yang pertama untuk perempuan ini, namun kebencian tentang perjanjian membuat hati Arshangga kembali tertutup. Gadis ini mana peduli dengan ini yang penting baginya adalah uang dan uang. Arshangga kembali melancarkan aksinya menggerakkan pinggangnya semakin cepat dan kasar. Lila menangis tanpa suara sejadi-jadinya disana, seluruh tubuhnya terasa sangat sakit terutama di titik dirnya. Arshangga mendapatkan sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan, sialnya kenapa dia menyiksanya namun terasa sangat amat menikmatinya. Arshangga terdengar mendesah dan rasanya tidak ingin buru-buru mengakhirinya. Namun wajah Samara cepat menyadarkannya dia tidak bisa terlena dengan jalang seperti Lila. Arshangga mulai terburu-buru hingga ia berusaha tenang saat merasakan akan meledakkan sesuatu di dalam sana. “Bapaaaaak…” Lila terus menangis, bantal yang ia peluk nyaris basah sebab tangisan sakit hati dan sakitnya tubuhnya. Hingga akhirnya Arshangga bangkit sudah menyelesaikan aksinya, Lila yang sudah sesak nafas di bekap dengan bantal kemudian reflek menjatuhkan bantal itu, Arshangga pun menepi kesebelah Lila untuk mengatur nafasnya yang masih sangat menggebu. Llila bingung harus apa, dia masih berbaring dan melirik pada Arsangga disebelahnya. “Tutup mata sialanmu, Lila!” Pekik Arshangga tiba-tiba. Satu tangan besarnya reflek menyekik Lila dan menatap nyalang Lila disebelahnya, hanya karena tidak sengaja gadis itu menatapnya bingung. Bingung harus apa lagi setelah ini, diminta pergi atau ada hal lain lagi. “Kau adalah seorang wanita, harusnya kau punya hati dan tahu malu rela melakukan hal-hal seperti ini!” Lila saja masih shock dengan apa yang baru terjadi, kini dia sudah di buat takut dan gemetaran atas cekikan kasar dan pekikan pedas lelaki disebelahnya yang menatapnya berapi-api tampak sangat membencinya. “Ma-maaf…” ucap Lila terbata menahan sakitnya dicekik, bulir beningnya menetes keluar dengan wajah yang terus ia usahakan menunduk takut melakukan kesalahan menatap lelaki itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN