Bau yang menggugah selera

1306 Kata
Beberapa hari berlalu sejak diskusi teori konspirasi yang membuat sakit kepala itu. Jay belakangan menyibukkan dirinya dengan urusan kantor. Dia menerima semua klien yang berkunjung dan mengikuti pertemuan bahkan ke luar negeri sekalipun. Dalam satu hari dia bisa berada di Bangkok saat siang hari, sorenya berada di Singapore dan malamnya dia ke Jakarta lagi. Biasanya jadwal Jay memang padat, tapi belakangan ini lebih dari padat. Mawes saja sudah tak sanggup mencatat semua kegiatan Jay. Bahkan tablet yang selalu dia bawa mengalami error beberapa kali, karena terlalu sering digunakan. Istirahat siang, Mawes yang baru saja menjejakkan kakinya di kantor setelah berkeliaran dengan Jay, segera melarikan dirinya ke kantin belakang tempat karyawan biasanya berkumpul untuk makan. "Cupu! sini, duduk!" Ijul yang sudah lebih dulu di kantin, memanggil Mawes dengan mulutnya yang penuh makanan. "Hah, capek banget! Bude es jeruknya satu," ucap Mawes kepada wanita paruh baya, pemilik kantin tersebut. "Gak makan siang bareng Khun Jay? tumben," ucap Ijul sambil menyuap sesendok sayur kangkung ke mulutnya. "Adoh, jangan ngomongin Tuan Jay dah. Pening pala Gua. Belakangan dia jadi workaholic," Mawes meneguk es jeruk yang baru saja diberikan oleh Bude kantin ke mejanya. "Mawes, dunia persilatan aman?" Pak Pras yang baru saja tiba, segera duduk di samping Mawes. "Nih Pak Pras nih saksinya, masak tiap menit Tuan Jay nemuin klien. Bengek Gua hampir kumat gara-gara dia njir," Pak Pras mengambil gorengan bakwan di depannya. Lalu memasukkan semua bagian bakwan ke mulutnya. Hingga mulutnya menggembung, "Jadi, kalian udah dapat titik terang? masalah Si A, B ama C?" tanya Pak Pras dengan suara yang tidak jelas, karena dia bicara sambil terus saja mengunyah. "Nah iya, gara masalah A, B ama C. Khun Jay jadi aneh, e*k!" Ijul bersendawa. "Jul, jorok banget sih, sendawa gak tau tempat," Mawes mengibas-ngibaskan tangan ke wajahnya. "Astagfirullah, mon maap, Juliana khilaf," ucap Ijul sambil nyengir kuda. "Mungkin gak sih, si A itu Pak Bos sendiri?" Pak Pras mulai berpikir dengan serius. "Nah iya, kalau gak, gak mungkin dia mencak-mencak waktu si A gua coret," Ijul ikut berpikir. "Mulai, mulai, imajinasi kalian liar kemana-mana. Kalian pikirlah, emanknya Tuan punya temen deket gitu? siapa coba cewe yang deket ama Tuan? sejauh Gua ngekorin dia kemana-mana. Dia gak pernah akrab ama cewe, kecuali ..." Mawes berpikir. "Kecuali ..." sambung Ijul. "Lika?!" ucap Pak Pras dan Mawes bersamaan. Ijul terbelalak, hampir saja dia tersedak telur dadar yang baru saja dia masukkan ke mulutnya, "L-Lika? maksudnya si cewe yang kayak anak TK itu? karyawannya Pak Jamy Baskara?" Belum sempat mereka berpikir, tiba-tiba gawai Mawes berbunyi. Mawes kelabakan. Dengan cepat dia mengangkat panggilan masuk ke gawainya. "S-siang Tuan," "Mawes, suruh Pak Pras standbay, kita ke bandara sepuluh menit lagi," "Bandara? mau luar negeri lagi Tuan?" "Ke Malaysia. Lu juga ikut Gua. Cuman sehari, besok sore kita udah balik ke Jakarta lagi." Jay menutup teleponnya. Mawes menghela nafas kesal, "Anjir, Gua aja belum sempat makan," Mawes dengan berat hati bergerak dari duduknya, "Pak Pras dengar kan? standbay yak, kita mau ke bandara." Mawes mengelap tabletnya dengan hati-hati, lalu berjalan lesu menuju ke kantornya. *** Setelah menempuh hampir dua jam tiga puluh menit penerbangan, Jay akhirnya tiba di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia. Sesampainya dibandara, Jay langsung menaiki taxi yang sudah dipesan sebelumnya oleh Mawes, menuju ke hotel tempat mereka menginap. Dua puluh lima menit kemudian, Jay tiba di hotel dan langsung mengambil kunci kamar, yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh petugas hotel. "Mawes, hubungi Tuan Abdul. Infoin ke dia Gua ngundang dia makan malam di hotel ini, jam 7, jangan sampe telat, and Lu siapin semua keperluannya," perintah Jay, lalu berjalan santai menuju kamarnya. "Tuan Jay benar-benar gak waras kali ya? Ke Malaysia cuman buat makan malam? Gua kirain pertemuan bisnis serius," Mawes menggelengkan kepalanya, lalu segera menghubungi orang yang dimaksud Jay. Mawes tersiksa lahir batin beberapa hari ini karena ulah Jay. Setelah menyelesaikan semuanya, pukul 4 sore, Mawes baru bisa makan siang mungkin saja bakal di rapel dengan makan malam. *** Seorang wanita dengan rambut kuncir kuda, serta memakai hoodie yang merupakan gaya khasnya memasuki lobi hotel. "Gila, Lu kok gak bilang sih, Bokap Lu pindah rumah? capek nih Gua keliaran di KL nyariin alamat bokap Lu, ude kayak anak ilang aja," ocehnya, sambil menjepit gawai diantara pipi dan bahu, karena dia harus menenteng tas bawaannya. "Kan Gua udah bilang anjir, Lu aja yang gak denger. Kesenengan Lu Gua tugasin ke Luar Negeri," Jamy balik mengomel. Iya, Lika ditugaskan Jamy untuk menemui Tuan Baskara. Ayah Jamy yang sekarang lebih sering menetap di Kuala Lumpur. Jamy sudah menjelaskan pada Ayahnya tentang dokumen kerjasama, dan sudah mengirimkan salinan dokumen melalui surel. Namun, Tuan Baskara bersikeras agar Jamy datang ke Malaysia. Jamy sudah mengetahui maksud ayahnya tersebut. Jika bukan masalah pindah rumah, pasti masalah calon menantu. Jamy sudah jengah atas permintaan Tuan Baskara yang menyuruhnya cepat menikah. Untuk mentralisir keadaan, karena Tuan Baskara tidak akan mudah menyerah, Jamy mengirim Lika. Lika hanya menuruti semua perintah Jamy, dan dia sudah kesenangan karena bisa ke Malaysia gratis, tanpa biaya sendiri. Hitung-hitung nambah destinasi kunjungan katanya. "Btw Jam, Bokap Lu baiknya gak berubah ya? ramah banget gitu ama Gua, manggil Gua calon menantu lagi," "Hati-hati Lu, ntar dijadiin calon mantu beneran," "Merid ama Lu gitu? Oh No, tiduck cudi," Lika sudah berada di depan resepsionis. Dia tersenyum sejenak, melihat petugas yang berdiri di depannya, "Ahem, Premeos ... excuse me, I dah booking room, Aaa ... atas nama Jamy Baskara," ucap Lika, lalu nyengir kuda. "Selamat malam Puan, pemesan atas nama Mr. Jamy Baskara? I'll check, wait a minute, please," "Ok, no problem, mau semenit, dua menit, lima menit lagi, dia mau datang ke rumahku juga, no masalah, it's ok," "Eh bangsul, Lu ngomong biasa aja napa, mereka ngerti kali, bahasa Indo," "Ye, Gua pan mau mengakrabkan diri, Lu gak tau kan, gini cara Gua mengakrabkan diri waktu hampir nyasar tadi, untung gua orangnya humble (ramah)." "Puan, this is your key, please write your name, and sign here," "Oh Sign, ude kayak seleb aja Gua disuruh sign," Lika menaruh gawainya ke atas meja, lalu mulai menandatangi berkas tang diperlukan, "Ok, finish, Jam udah dulu ye, Gua mau masuk kamar nih," "Ya udah, jangan buat masalah ye disana," "Aman, Gua pulangnya dua hari lagi yak, kan tanggung ude kesini gak jalan-jalan, ya, ya, ya, Jamy ganteng," "Iye, iye, suka-suka Elu dah, Gua tutup." Panggilan dimatikan, Lika berlonjak kegirangan karena dia punya kesempatan untuk jalan-jalan gratis, emank Jamy adalah bos terbaik. "Puan, ini bilik anda, jika butuh ape-ape sahaje bisa call receptionist," "Ok, if I need ape-ape sahaje, I will talipun you," "Not me, Puan. Receptionist, you can call the receptionist, here's the number," ucap bellboy tersebut, sambil menunjuk telepon di samping tempat tidur. "Ok, I will talipun resepsi," "Receptionist Puan," "Yes, I understand. Sengaja Gua nyebut resepsi, soalnya receptionist kepanjangan," (tapi disebut juga *tepok jidat) "Baik Puan, saya permisi," "Ok, bye bye, see you next next, good malam," Lika merebahkan dirinya ke matras empuk di bawahnya, "Wah ... mantap bener ini, hotel berbintang emank beda." Lika mengambil gawainya, lalu berfoto ria di setiap sudut kamar itu, bahkan sampai ke kamar mandi. Klik, tuit ... tuit ... Lika terdiam sejenak. Ditatapnya gagang pintu yang entah sejak kapan diputar dari luar, seperti ada yang berusaha masuk ke kamarnya. "S-siapa tuh," Lika waspada dia mengambil tong sampah, lalu mengendap di samping pintu, bersiap menyerang. Beberapa detik kemudian, Lika mengendus pintu tersebut, "Anjir ... bau yang menggugah selera ini, rasanya kayak kenal," Dum! dum! pintu Lika digedor dari luar, Lika mengangkat tong sampahnya, lalu tiba-tiba membuka pintu," Aaaa!" Lika berteriak. "Aaaa!" orang yang berada di luar pintu juga berteriak. Buk! Lika menghantam kepala orang itu dengan tong sampah. Tampak laki-laki dengan stelan biru terang tersebut jatuh pingsan. "T-tunggu dulu! baunya semakin menggugah selera," Lika membalik tubuh laki-laki tersebut dengan susah payah, "Anjir!" TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN