AYA VS GALA (7)

1419 Kata
"Umumkan?" Gala kaget. "Iya, lakukan konferensi pers dan jelaskan rencana pernikahan kalian," jawab Sembada. "Tapi pah, aku bahkan belum melamar Nirmala," Gala mencari pembelaan diri. "Segera lamar, nanti papa ketemu Adi untuk membahas rencana pertunangan kalian," Sembada menegaskan. "Pemberitaan ini penting untuk mendongrak nilai saham. Kamu bisa bayangkan Grup Birawa dan Grup Harja bersatu. Pasar pasti bereaksi positif!" jelas Sembada. Gala tak ingin membantah ucapan papanya. Ia hanya diam mendengarkan. Gala tahu kalau melawan ucapan papanya, yang ada pasti ribut. Sedangkan kepalanya masih terasa berat dari banyaknya persoalan akhir akhir ini. Perjodohan, pekerjaan, dan perempuan itu. Perempuan yang berani melawan dan menolaknya! Ahh.. Papanya jangan sampai tahu! Aku tak mungkin terlibat dengan urusan perempuan lain saat papa mengharapkan pertunanganku dan Nirmala. "Aku akan cari waktu yang tepat," jawab Gala pendek. "Apalagi yang kamu tunggu? Usiamu sudah semakin matang. Papa tidak berharap kamu seperti papa yang hanya memiliki satu keturunan saja. Ada usia biologis yang harus kamu pertimbangkan. Bukan hanya usiamu tapi juga usia Nirmala, " ujar Sembada panjang lebar. "Iya," Gala menjawab pendek. Ingin rasanya makan malam ini segera berakhir. Tidak selera rasanya. Papanya terus menerus bicara soal pertunangan dan pertunangan. Ia jengah! Sampai akhirnya makan malam pun berakhir. Gala bernafas lega. Ia pun berpamitan dan pergi dari kediaman papanya. Tempat tinggalnya di masa kecil hingga remaja. Ia meminta pengemudi mobil mengantarkannya kembali ke hotel. Aku tidak mau sendiri. Kembali ke apartemen selalu membuatku merasa sendiri. Mobil pun tiba di lobi hotel. Gala langsung turun dan mengabaikan beberapa staf yang membungkuk menghormatinya. Langkahnya bergerak ke arah sky lounge. Ia ingin minum. Bayangan kalau ia harus menikah, bahkan menikahi seseorang yang tidak ia cintai. Itu sangat menyiksanya. Bartender di bar sky lounge mengenali Gala dan langsung membuatkan minuman kesukaannya. Gala menenggaknya hingga habis tiga gelas. "Bapak, mohon maaf, tapi sebaiknya berhenti," bartender itu mengingatkan. Minuman yang Gala tenggak termasuk yang agak keras jadi ia harus memberitahunya. Gala ingin marah, tapi bartender itu ada benarnya. Ia meninggalkan kartunya begitu saja untuk membayar semua pesanannya. Bartender yang sudah tahu kebiasaannya hanya bisa diam menerima kartu tersebut. Setelahnya, Gala beranjak pergi. Ia hendak menuju keluar sky lounge. Tapi matanya menatap nanar ke arah balkon. Ia mengingat kejadian malam itu. Saat ia mencium perempuan bernama Kirani. Entah ada dorongan apa, tapi ia langsung bergerak turun ke basemen dan meminta pengemudi hotel untuk mempersiapkan mobil untuk mengantarnya. Mobil pun siap, pengemudi yang bertugas langsung bertanya, "Bapak mau kemana?" "Bandung," Gala menatap ke luar jendela. Pengemudi mobil itu pun menggerakkan kendaraan keluar dari basemen hotel menuju Bandung. Ada gejolak emosi yang ia rasakan. Semua seperti bercampur aduk tidak jelas. Antara kesal, marah dan juga gamang. Yang terutama, jauh di lubuk hatinya, ada rasa sedih yang ia rasakan. Gala menatap nanar jalanan. Ia tak bisa tidur, perasaannya tidak jelas. Kenapa aku marah tapi tidak bisa melupakannya? *** Aya sibuk membuat banyak desain untuk koleksi terbarunya. Ia dengan semangat terus bekerja hingga melupakan waktu hingga jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua belas malam. "Ahh!! Sudah tengah malam. Tapi, justru inspirasi selalu datang di waktu ini," Aya tersenyum. Ia menuju pantry dan membuat kopi. Saat sedang menghirup kopinya, terdengar bel berbunyi berulang kali. Aya kaget. Ada apa ini? Tengah malam begini? Ia berjalan dengan cepat menuju pintu. Matanya membelalak kaget saat melihat sosok Manggala Amarta Birawa kembali berada di depan pintu butiknya. Apa lelaki ini gila? Mau apa tengah malam begini? "Pergi! Aku tidak mau menemuimu! Apa yang kamu lakukan?" Aya berteriak. "Bukakan pintu! Kalau tidak aku akan berteriak dan menggedor pintunya!" Gala bicara dengan keras. Tubuhnya seperti sempoyongan. Mabuk? Again? "Tidak! Pergi kamu! Aku telepon polisi!" Aya bergegas mengambil ponselnya. Tapi tiba tiba saja, ia melihat sosok Gala limbung dan terduduk di depan pintu butiknya. Lelaki itu menyandar ke pintu masuk. A-apa yang terjadi? Aya langsung kaget. Ia mengintip dari jendela. Sosok Manggala Amarta Birawa terlihat terkulai lesu di pinggir jalan. Ia duduk dengan kepala tertunduk. Aya akhirnya membuka pintu secara perlahan. Tubuh lelaki itu langsung tergolek lemah. Badan bagian atasnya masuk ke area butik, sedangkan kakinya ada di trotoar. Apa tertidur? Atau pingsan? Atau malah.. Mati? Aya langsung panik. Ia mendekatkan jarinya ke hidung Manggala. Ah, masih bernafas! Aya mencoba membuatnya bangun, tapi lelaki itu bergeming. "Bangun! Kamu tidak bisa tidur di lantai begini!" Aya terus menerus menggoyangkan tubuhnya. "Ah, kamu CEO yang kelakuannya aneh!" Aya jadi kesal sendiri. "Aku masuk. Kamu aku tinggal!" Aya mencoba mengabaikannya. Ia mendorong tubuh Manggala agar kembali ke posisi duduk lalu menutup pintu butik dan menguncinya. Tapi, bagaimanapun, sebagai sesama manusia, ada rasa khawatir. Aya menyingkapkan tirai jendela dan kembali mengintip. Lelaki itu masih terkulai dan duduk dengan kepala tertunduk. Ah, kenapa sih dia jadi mengganggu hidupku begini? Aya akhirnya kembali membuka pintu. Tubuh lelaki itu kembali tergolek ke lantai butik miliknya. Ah, jadi kerjaan sekali! Aya menarik tubuh Manggala masuk ke dalam butiknya. Duh, berat sekali lagi tubuhnya. Sudah tinggi, besar pula! Ihh.. Ini lelaki tidak puas puasnya menyiksaku! Aya berusaha keras menarik tubuh Manggala masuk ke dalam butiknya. Keringat bercucuran di keningnya. Ini lelaki berapa ton sih? Kok ya berat sekali! Akhirnya setelah bersusah payah, tubuh Manggala masuk ke dalam butiknya. Ia mengunci pintu dan memastikan tidak ada siapapun yang melihatnya. Aya hanya diam menatap lelaki tinggi besar yang tertidur di tengah ruangan di atas lantai. Apa yang harus aku lakukan? Aya akhirnya menarik tubuh Manggala ke salah satu bagian ruangan dengan alas karpet. Ia tak sanggup mengangkatnya untuk tidur di sofa. Aku kasih bantal saja. Ia mengangkat kepala Manggala dan menyimpan bantal kursi di bawah kepalanya. Huuhh!! Sial sial! Kenapa aku jadi harus mengurus lelaki ini? "Kenapa sih kamu hobi mabuk mabukan?" Aya menggumam sendiri. "Dan apa yang kamu lakukan di Bandung?" Aya terdiam menatap lelaki yang sepertinya kelelahan. Dilihat lihat begini, wajahmu tampan juga. Tapi, tetap menyebalkan! Aya geleng geleng kepala. Ia pun akhirnya masuk ke ruangannya untuk meneruskan membuat desain koleksi terbarunya. Ia terus bekerja hingga waktu menunjukkan dini hari. Aya menguap beberapa kali. Aku ingin tidur! Aya terkulai di meja gambarnya. Ia pun tertidur. *** Gala terbangun dengan kaget, "Aku dimana?" Ia duduk di lantai dan melihat kalau jam di dinding menunjukkan pukul empat dini hari. Matanya menatap sekeliling ruangan. I-ini butik perempuan itu!!! Gala langsung kaget. Ia dengan cepat berdiri. Aku tertidur di lantai, di atas karpet. Lalu bantal ini? Gala memeluk bantal yang ia gunakan sebagai alas kepalanya. Ia mencoba mencerna situasi dan mengingat kejadian sebelumnya. Aku datang ke Bandung? Untuk apa? Kenapa? Apa aku gila atau apa? Manggala Amarta Birawa! Kamu bertindak di luar nalar! Apa yang kamu lakukan? "Ini gara gara aku minum terlalu banyak kemarin!" Gala menggumam sendiri. Ia lalu berdiri, "Aw.. Aw... Tidur di lantai ternyata seperti ini efeknya!" Gala memukul mukul punggungnya. Ia hendak membuka pintu dan pergi dari butik tersebut, sampai matanya menangkap sebuah ruangan yang menyala lampunya dengan pintu terbuka. Gala melangkah ke ruangan tersebut. Ia melihat kalau perempuan bernama Kirani Gayatri itu tertidur di meja gambarnya. Tanpa sadar, senyum mengembang di bibirnya. "Kamu.. Kamu.. Kamu.." Gala menyentuh lembut kening Kirani dengan ujung telunjuknya. "Satu satunya perempuan yang berani menolakku.." Gala menatapnya terus menerus. "Kamu tidak jelek." Telunjuknya turun menyentuh puncak hidung Kirani dan bibirnya. Gala terdiam. Dengan cepat ia menarik telunjuknya. Mukanya langsung merah padam. Apa yang terjadi padaku? Gala merasa kesal sendiri dengan perasaan tidak jelas yang ia rasakan. Ia hendak berbalik dan memutuskan untuk pergi. Tapi, Kirani mendadak bergerak dan alat gambarnya terjatuh ke lantai. "Ah, a-apa itu?" Aya mendadak membuka matanya. Gala menggigit bibirnya dan matanya menatap mata indah milik Kirani. Mereka saling bertatapan beberapa saat, sampai akhirnya Aya membuka mulutnya. "Kamu ya! Apa yang kamu lakukan di butik milikku? Dan kenapa kamu harus kembali ke sini?" Aya langsung mengeluarkan unek uneknya. Gala kehabisan kata kata untuk menjawabnya. Ia sendiri bingung kenapa datang ke Bandung, dan terutama kembali ke butik ini. Aya yang merasa kesal ingin mendorong lelaki di hadapannya ini agar segera keluar dari butiknya. Ia pun bangkit berdiri dari kursinya dengan cepat. Namun kakinya terkait kaki meja, hingga tubuhnya sedikit limbung. Gala dengan cepat menangkap tubuh Aya agar tidak terjatuh. Kedua tangannya melingkar di pinggang Aya. "Le-lepaskan!" Aya mencoba melepaskan diri. "Aku tidak mengganggumu! Dan aku tidak berniat melakukannya. Tapi kamu?? Kenapa kamu kembali?" Aya memberengut kesal dan memukul tangan Gala agar tidak merangkul pinggangnya. Gala yang tadinya hendak melepaskan rangkulannya, jadi berubah pikiran. Ia menarik tubuh Aya mendekat dan mendekapnya erat. Matanya menatapnya dengan kesal, "Kamu marah dan marah padaku! Aku hanya membantumu agar tidak terjatuh." Aya menggigit bibirnya, "I-iya. Sekarang lepaskan aku." Gala hanya diam menatapnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN