Zefanya tak bisa menahan rasa terkejut. Masih enak tertidur, mendadak sudah didatangi seorang bocah lelaki tampan yang kemudian ... disusul dengan ibunya.
Napas berhenti untuk sesaat ketika beradu pandang dengan seorang wanita yang dirasa usianya tidak jauh berbeda. Hanya saja, sosok yang masih mematung di depan pintu itu memiliki paras wanita asia dengan rambut panjang nyaris menyentuh pinggang, berbeda dengan dia yang memiliki wajah Eropa.
Yang ada dalam pikiran Zefanya adalah jika wanita cantik itu ibu dari bocah yang bernama Reagan, berarti .... ‘Dia mantan kekasih, atau mantan istrinya Sean? Kemarin katanya baru saja bercerai beberapa bulan lalu?’
“Daddy! Ayo, jalan-jalan!” pemuda mungil bernama Reagan terus merengek dan memeluk ayahnya.
Suara sang wanita terdengar berucap, “Reagan, ayo, kemari, Nak. Jangan mengganggu Daddy yang sedang bersama ... uhm ... bersama teman wanitanya. Maafkan kami, Sean.”
Ada nada suara yang tidak biasa dalam ucapan itu.
“Reagan boleh menggangguku kapan saja dia mau, Ghea,” sahut sang mafia tersenyum lirih, memanggil nama sosok gemulai di dekat pintu.
Zefanya memperhatikan interaksi di antara keduanya. Ia berucap dalam hati, ‘Oh, namanya Ghea. Dan ... hmm, menurutku Hot Stuff masih memiliki rasa terpendam. Dari sorotnya jelas terlihat begitu. Kalau dia masih cinta, kenapa mereka bercerai, ya?’
Yang bernama Ghea itu menggeleng, tersenyum lirih juga. “No, dia harus belajar sopan santun agar mengetuk dulu sebelum memasuki kamarmu atau kamar siapa pun juga. Kemarilah, Reagan!”
Zefanya mencolek pundak Sean, kemudian berbisik, “Kamu tidak mau mengenalkan aku padanya? Apa dia tahu kita sudah menikah? Sudah kutanyakan dari kemarin apa kamu ada simpanan wanita atau tidak! Kamu malah diam dan seka—“
“Diamlah!” dengkus Sean menatap kesal. “Kamu mau kukenalkan? Fine! Akan kukenalkan! Ghea! Kemarilah! Aku ingin kamu berkenalan dengan Zefanya!”
Wanita berambut cokelat panjang itu turun dari ranjang, berjalan menuju Ghea sembari mengulurkan tangan. “Hai, aku Zefanya Anelda Giovanny. Aku baru saja kembali dari Italia dengan ... uhm, dengan Sean. Senang bertemu denganmu, dan anak lelakimu tampan sekali!” cerocosnya tersenyum salah tingkah, belum mengatakan apa-apa tentang pernikahan mereka.
Ghea mengangguk, wanita ini nampak lebih kalem dan tenang daripada Zefanya yang meledak-ledak. “Hai, Zefanya. Aku Ghea Avery Xu, senang bertemu denganmu juga. Maaf karena putraku memasuki kamar tiba-tiba. Aku ... aku juga tidak mengira kalau ada wanita di sini.”
Ghea menatap Sean sekilas, “Aku kira dia baru pulang dari urusan bisnis di Italia. Aku tidak tahu kalau dia ada hubungan dengan wanita mana pun. Sekali lagi, maafkan putraku, ya?”
“Oh, tidak masalah!” tawa Zefanya. “Toh kami tidak melakukan apa-apa hingga waktu yang tak terbatas!”
“Hah?” Ghea bingung mendengarnya. “Maksudnya?”
Sean turun dari ranjang sambil menggendong Reagan di lengan kekar berototnya. Ia ... masih hanya memakai boxer saja hingga Ghea memalingkan wajah, berusaha tidak melihat ke arah bawah.
Tuan Besar Lycus kemudian menurunkan Reagan di depan ibunya dan berucap, “Zefanya adalah ... istriku.”
Yang tadinya berpaling, kini sontak menoleh. “Kamu ... kamu sudah menikah?” Wajah Ghea benar-benar kaget mendengar ucapan itu.
Sean mengangguk, lalu menyeringai, “Ya, aku sudah menikah dengan Zefanya kemarin. Dia keponakan Massimo. Kenapa kamu nampak terkejut, hmm?”
Ghea menggeleng, “Aku terkejut karena ... uhm ... saat kamu berangkat ke Italia, aku tidak tahu sama sekali kamu akan menikah.”
“Begitu pun denganku, tidak tahu kalau akan menikah. Apa pernikahanku menjadi masalah bagimu?” tanya Sean tersenyum penuh makna. Sorotnya lekat menatap ibu dari anaknya.
Zefanya menoleh ke kanan dan ke kiri saat Sean berbicara dengan Ghea, mengikuti siapa pun yang sedang berbicara. Jika Sean yang berbicara, maka dia akan melihat pada mafia itu. Jika Ghea yang berbicara, maka dia pun akan melihat pada wanita cantik tersebut.
Ia ada di sebelah pundak dua orang yang berhadapan, yang saling menatap dengan pandang tak ia mengerti. Keningnya mengerut, ‘Ada apa dengan mereka? Kenapa saling tatap begini? Kenapa Sean berbicara dengan nada suara yang seolah menggoda, merayu, dan Ghea seperti menolak, menyangkal? Aku penasaran ... hmm, ada apa di antara mereka?’
Ghea kembali menggeleng, menjawab pertanyaan Tuan Besar Lycus. “Aku tidak ada masalah dengan pernikahanmu. Kuucapkan selamat untukmu, Sean dan Zefanya. Semoga cinta kalian langgeng hingga maut memisahkan,” ucapnya tersenyum datar, menahan rasa terkejut yang masih ada menaungi raga.
Tawa Zefanya berkumandang, ia seakan menjadi wasit di antara Sean dan Ghea. “Oke, hahaha! Sepertinya kita harus meluruskan sesuatu di sini, Ghea. Aku tidak mau dicap sebagai perebut kekasih orang, hahaha!” kekehnya salah tingkah.
Ghea menoleh dengan mata terbelalak, “Hah? Kamu bicara apa? Siapa yang menuduhmu menjadi perebut kekasih orang?”
“Aku dan Sean menikah karena dijodohkan. Uhm ... aku tidak kenal dengan dia, baru bertemu di altar untuk menikah dan a—“
Sean memotong sambil tertawa, “No, you’re not. Kamu sudah bertemu denganku sebelumnya saat di klub malam. Kamu mabuk, dan aku membawamu ke hotel. Ah, ya, kamu terlalu mabuk untuk mengingat malam yang panas itu!” kekehnya sambil sesekali melirik pada Ghea.
“Oke, jadi kalian sebenarnya sudah saling kenal dan tidur bersama sebelum menikah?” ulang Ghea memandang pada Zefanya dan Sean.
Zefanya menggaruk kepala yang tidak gatal, ia menggeleng dan tertawa, “Itu sebuah kesalahan, Ghea. You see, aku mabuk dan kamu tahu sendiri bagaimana orang mabuk, bukan? Tapi, aku tidak ada niatan merebut kekasihmu.”
“Sean bukan kekasihku,” tukas Ghea menggeleng. Ia tersenyum datar, “Kami ... uhm, dulu kami memang sepasang kekasih. Kami menjalin cinta hingga lahirlah Reagan. Tapi, sekarang kami hanya bersahabat saja.”
“Hah?” Ganti Zefanya yang melongo. “Ja-jadi ... jadi kalian ... uhm ... kalian bukan pasangan kekasih atau sejenisnya?”
“Sean dan aku ada perjanjian untuk membesarkan Reagan bersama. Setiap minggu kesatu dan ketiga, Sean akan bersama Reagan di weekend. Itulah kenapa aku mengantarnya kemari.” Ghea menjelaskan sekaligus menegaskan.
“Ha?” Zefanya tetap melongo. “Perjanjian bersama?”
Ketika sang wanita sedang melongo, tiba-tiba bajunya ditarik-tarik dari arah bawah. “Aunty Zefanya adalah istri Daddy Sean?”
Menoleh ke bawah, dengan wajah bingung dan kalut, Zefanya menjawab, “I-iya, aku istri Daddy Sean.”
“Kalau begitu, Tristan memiliki mommy baru! Horeee!” seru Reagan melonjak girang.
Saat Reagan melonjak girang, Zefanya semakin bingung. “T-Tris ... Tristan?” engahnya menoleh pada Sean, lalu pada Ghea. “Siapa lagi Tristan?”
Menjawab pertanyaan Zefanya, dari arah pintu muncul satu bocah lelaki tampan lain yang lebih mungil daripada Reagan. Sekali lagi napas sang wanita berhenti karena terkejut.
“Tristan adalah adikku! Dia anaknya Daddy Sean dengan Mommy Abigail!” jelas Reagan berlari ke arah adiknya. Kedua lengan mungil berpelukan, “Tristan, kamu punya Mommy baru, namanya Mommy Zefanya!”
Bocah berambut pirang melonjak riang bersama Reagan. “Yeaay! Mommy baru! Mommy baru!”
Zefanya kembali menggaruk kepala, lalu bertanya pada Ghea. “Oke, kamu Asia berambut hitam, dan Sean eropa berambut cokelat. Kenapa anak itu rambutnya pirang?”
Tawa Ghea meluncur pelan, “Tristan bukan anakku. Seperti kata Reagan, dia anaknya Abigail. Uhm, kamu tidak menceritakan apa pun pada istri barumu, Sean?” liriknya pada Tuan Besar Lycus.
“A-Abigail? Siapa pula dia?” jengah Zefanya mengusap wajah yang mendadak pias. Terlalu banyak nama yang muncul, terlalu banyak kejutan. Bertemu mantan kekasih dan dua anak Sean sungguh adalah kejutan yang berat.
Sean mengendikkan bahu, “Well, kurasa biar dia tahu sendiri.”
Mata Zefanya melotot pada sang suami, “Tahu sendiri? Kamu gila! Kamu memiliki dua anak dari wanita yang berbeda dan tidak mengatakan apa pun kepadaku!” pekiknya memukul lengan kekar.
Lirik Tuan Lycus menyorot Zefanya, “Kalau aku cerita, lalu kenapa? Kamu tidak akan mau dijodohkan denganku?” kekehnya dingin. “Tristan! Kemarilah, Nak! Temui ibu barumu!”
“Ibu baru? My God, kamu ... aduh ... entahlah!” erang Zefanya menggeleng kebingungan, mengusap wajah dengan dua telapak tangan. “Kenapa aku harus jadi ibunya?”
Tristan datang bergandengan tangan dengan kakaknya. Lelaki mungil berusia 2 tahun itu mendongakkan kepala, lalu tersenyum lebar dan melambaikan tangan, “Hai, Mommy!”
Lemas tubuh Zefanya mendengar panggilan itu. ‘Aku masih 25 tahun dan sudah mempunyai dua anak tiri? Sial! Sepertinya aku harus menagih lebih kepada Amanda karena sudah menyelamatkannya dari situasi horor begini!’ keluh sang wanita dalam hati.
Ia menundukkan kepala sembari bersimpuh. Hati boleh kesal, tetapi anak di hadapannya tidak tahu apa-apa. Saat berhadapan dengan Reagan dan Tristan, ia bisa melihat wajah Sean di sana. Sepertinya dua anak itu menurun dari ayah mereka sebanyak 99%.
“Hai, Reagan. Hai, Tristan, kalian bisa memanggilku Zefa, oke? Tidak perlu pakai kata Mommy,” ucapnya tersenyum, merasa risih dipanggil Mommy karena itu membuatnya merasa 15 tahun lebih tua.
Sean menyela, “Nope! Mereka harus memanggilmu Mommy, karena kamu akan menjadi ibu mereka, dan keduanya harus menghormatimu. Jika tidak memanggil Mommy dan hanya memanggil Zefa, apa bedanya dengan teman?”
“Mommy Zefa kalau begitu!” kekeh Reagan memeluk Zefanya.
Bingung dan risih dipeluk oleh dua anak kecil, Nyonya Besar Lycus pasrah saja. Ia mendongakkan kepala dan melihat Ghea sedang menatap kepadanya dengan lekat dan senyum tipis. ‘Great! Sekarang dia menatapku seperti ini apa jangan-jangan cemburu?’ engahnya kian bingung.
‘Sean memang gila! Brengse3k! Bisa-bisanya dia tidak mengatakan apa pun padaku!’
Jemari Ghea kemudian menarik tubuh Reagan dari pelukan Zefanya. “Ayo, kita kembali ke kamarmu dan biarkan Daddy ... uhm ... entah Daddy mau apa sekarang?” liriknya pada Sean.
“Aku akan mandi dulu. Tunggu saja di kamar bermain. Aku akan menyusul ke sana. Maria! Bawa Tristan dan Reagan ke kamar bermain!” perintah Tuan Besar Lycus pada seorang baby sitter yang sejak tadi berdiri di depan pintu tak berani masuk ke dalam kamar.
Zefanya kembali berdiri dengan wajah piasnya. Mata mengikuti gerakan Reagan dan Tristan dengan d**a sedikit kembang kempis. “Aku ... aku akan ... uhm ... aku akan menonton televisi saja.”
Ghea mengangguk, “Aku pamit dulu kalau begitu, Sean, Zefanya. Aku titip anakku, ya?” senyumnya menjabat tangan lentik putri mafia tersebut.
“Yeah ... uhm ... baiklah!” jawab Zefanya hanya tertawa gugup akibat dititipi anak.
Sean bertanya, “Kamu mau pulang? Tidak mau ikut kami jalan-jalan?”
“Tidak, Sean. Aku mau pulang saja. Akan kubiarkan dia bersamamu dan ... istrimu,” senyum Ghea melirik pada Zefanya.
“Istri perjodohan, hahaha! Bukan istri sungguhan!” utas Zefanya menggaruk tengkuk dan tertawa salah tingkah. Ia masih merasa seakan berdiri di tengah kisah cinta seseorang.
“Reagan akan bersenang-senang denganku, tenang saja. Kalau kamu bertemu Evan, katakan aku membutuhkannya sebentar pagi ini. Tolong minta dia datang kemari,” tandas Sean dengan suara datar dan kembali dingin seiring kepergian Ghea melangkah menuju pintu keluar.
“Oke, akan kukatakan pada Evan untuk datang kemari. Bye!” lambai Ghea tersenyum singkat.
***
Setelah Ghea keluar dari kamar, Zefanya spontan memukuli lengan Sean sekali lagi. “Bisa-bisanya kamu tidak mengatakan apa pun kalau sudah punya anak! Kamu membuatku terkejut setengah mati!”
Sean mencengkeram pergelangan tangan istrinya, lalu menarik tubuh Zefanya hingga menubruk d**a bidangnya dan kemudian mengunci dengan sebuah pelukan sangat erat. “Kamu tidak mau menikah denganku kalau kutakakan aku sudah punya anak, hah?”
Desis suara Sean terdengar bagai ular cobra sedang bergerak. “Aku benci pernikahan ini, sama sepertimu! Tapi, karena kamu sudah menjadi istriku, maka kamu juga akan menjadi ibu dari anak-anakku!”
“Anak-anakku tidak tahu kalau kita dijodohkan! Yang mereka tahu adalah kamu istriku, berarti kamu juga ibu mereka, paham!” engah sang lelaki mendekatkan wajahnya pada Zefanya, mengintimidasi lewat sorot menusuk dan pelukan yang kian menggenggam raga mungil istrinya.
Zefanya menatap tajam walau tahu sedang diintimidasi oleh Sean. “Aku tidak siap punya anak, oleh karena itu aku tidak mau menjadi ibu mereka. Aku punya pekerjaan yang sangat kusenangi, aku sedang membangun karir, dan memiliki anak tidak ada dalam kamusku saat ini!”
“Kalau aku tahu kamu punya anak, iya, mungkin saja aku tidak mau menikah denganmu! Aku tidak akan bisa menjadi ibu yang baik bagi anak mana pun karena ibuku sudah meninggal sejak aku berumur 10 tahun!”
“Satu-satunya row model ibu yang aku punya adalah Lilith! Dan please ..., aku yakin kamu tidak mau kalau anakmu memiliki ibu seperti Lilith! Jadi, sebaiknya kamu jangan berharap apa-apa dariku!” dengkusnya terengah.
Sean tidak peduli, “Aku tidak suka dibantah! Apa kamu lupa itu?” seringainya dengan wajah memaksa.
“Tidak, aku tidak lupa. Aku tidak membantahmu, aku menolakmu! Itu adalah sebuah perbedaan. Kalau membantah, kita berdebat. Kalau sekarang, aku bukan membantah, tetapi menolak jadi ibu untuk anak-anakmu!”
“Aku tidak peduli dengan penolakanmu! Rumah ini adalah rumahku! Semua yang hidup di sini harus ikut peraturanku! Termasuk kamu! Jadi, sebaiknya kamu menurut kalau tidak ingin bernasib sama dengan mantan istriku!” kekeh sang mafia terdengar bengis.
Zefanya mengerutkan kening, “Mantan istrimu? Mommy-nya Tristan? Siapa namanya tadi? Abigail?”
“Apa yang kamu lakukan kepadanya? Menembak hingga kepala pecah seperti semangka? Membuang tubuhnya ke laut dengan pemberat? Atau memasukkannya hidup-hidup ke dalam tungku pembakaran mayat?”
Ganti Sean yang mengernyit dengan mata memicing, “Kenapa otakmu bisa sesadis itu, hah? Aku memenjarakan dia beberapa saat dan membuangnya ke kota kecil, melarang dia untuk kembali ke sini lagi!”
Zefanya terkikik, “Apa kamu lupa aku datang dari keluarga mafia sama sepertimu? You see, Hot Stuff, kamu mungkin bisa mengintimidasi wanita lain, tetapi tidak denganku. Kita berasal dari dunia yang sama.”
“Dan kalau kamu menyakitiku ... cukup satu telepon pada Paman Massimo and than ... game over! End Game, seperti judul film Marvel!”
Sean menarik napas panjang. Seperti yang pernah ia pikirkan sebelum ini. Jika berbuat macam-macam, urusan bisnis akan kacau dan ia bisa bermusuhan dengan Klan Giovanny.
Maka, ia menegaskan sekali lagi, “Pernikahan kita adalah sandiwara, tapi anak-anak tidak mengerti itu. Kalau kamu menolak menjadi ibu mereka, yang didapat hanyalah kenangan buruk tentangmu. Apa itu yang kamu inginkan, Mi Amor?” desisnya memandang lekat, jengkel, sebal, tetapi ... butuh.
“Kamu memanggilku apa?” gelak Zefanya. “Mi Amor? Wow, pantas saja kamu sudah memiliki dua anak. Ternyata kamu romantis juga!”
“Shut the fuuck up!” kesal Sean memeluk Zefanya lebih ketat lagi. Kali ini, bibirnya diletakkan di leher sang wanita sembari mengulang kalimat, “Kamu adalah istriku, jadi bersikaplah seperti itu di depan semua orang, termasuk anak-anakku!”
Kalimat Sean sebelumnya masih tertinggal di benak Zefanya. Bahwa jika dia tidak bisa berbuat baik pada kedua anak lelaki itu, maka Reagan dan Tristan akan tumbuh dengan kenangan buruk bahwa ibu tiri mereka tidak mengiginkan kehadirannya.
Teringat akan kisahnya sendiri dengan Lilith. Bagaimana saat berusia 10 tahun ia terus dimarahi tanpa sebab. Terkadang, kepalanya didorong hingga menghantam berbagai barang. Meski pelan, meski hanya meninggalkan nyeri sesaat di kepala, tetapi nyeri di hati tetap terasa sampai sekarang meski sudah 15 tahun berlalu. Satu hal yang ia rasa saat itu adalah dirinya tidak diinginkan.
Lengannya mendorong tubuh Sean, sedikit merasa merinding karena embusan napas hangat yang menyentuh leher dan tengkuknya. Akan tetapi, tentu saja suaminya tidak bisa didorong. Badan itu terlalu tegap dan kokoh.
“Lepaskan aku, Sean!” kesalnya kembali mendorong-dorong. “Napasmu itu membuat leherku merinding!”
“Kita belum selesai berdebat, aku tidak mau melepasmu!” geleng sang lelaki tetap mengurung erat.
Zefanya menghela napas jengkel, “Oke! Aku akan berusaha menjadi ibu mereka meski aku tidak tahu bagaimana! Aku akan Google or something tentang bagaimana cara menjadi seorang ibu!”
Tuan Besar Lycus terkekeh puas, “Nah, itu lebih baik! Sudah kubilang, aku tidak mau didebat!” ucapnya sembari melepas pelukan di tubuh istrinya. “Aku pegang ucapanmu!”
“Ya, ya, ya, whatever! Aku mau mandi dulu!” cuek Zefanya berjalan menuju koper besar miliknya.
Saat ia berjalan, mendadak teleponnya berbunyi. Nama Bajinggan sialaan nampak di layar. Matanya terbelalak dan napas tersendat di kerongkongan. ‘Sial4n! Kenapa dia menelepon sepagi ini!’
Melirik pada Sean, ‘Dia tidak boleh tahu kalau aku ada hutang! Dia bisa curiga ini adalah alasanku menerima perjodohan kami! Mati saja aku! Apa yang harus kulakukan?’