BAB 2 | Lucas Menyebalkan

1739 Kata
*** Permasalahan yang terjadi dalam keluarga Alexander's seakan berhasil memporak-porandakan kehidupan Brianna yang selama beberapa tahun ini tampak aman dan tenang. Beberapa tahun lalu Brianna pernah terpuruk akibat perlakukan buruk Lucas padanya. Namun setelah itu, Brianna pun bangkit dan memutuskan untuk melupakan kejadian buruk itu. Brianna juga menghindari pertemuan dengan Lucas karena ia sangat membenci lelaki itu. Setelah beberapa tahun Brianna menjalani kehidupan dengan normal seperti biasanya, ia pikir nasib buruk tidak akan lagi menghampirinya. Tapi rupanya ia salah, sebab musibah yang menimpa keluarganya saat ini justru kembali mempertemukan dirinya dengan lelaki itu. Mungkin bukan juga maunya Lucas yang ingin bertemu dengannya, iya Brianna tahu. Tapi apapun itu, tetap saja Lucas telah kembali terlibat dalam hidupnya. Setelah pembicaraan Brianna dengan Ayahnya dan adiknya, membuat perempuan itu sadar kalau ternyata ia benar-benar tidak memiliki pilihan selain harus menemui Lucas kembali. Beberapa bulan yang lalu ia sudah menolak bantuan dari pria itu karena Brianna pikir keluarga yang lain dapat membantu kesulitan yang dialaminya saat ini. Namun ternyata Brianna salah, mereka tidak bisa membantu sama sekali, entah apa alasan yang sebenarnya. Rasanya Brianna sulit percaya kalau keluarganya tidak dapat menyuntik sebagian dana ke perusahaannya. Tetapi Brianna juga tidak menaruh curiga apapun kepada mereka. Dan setelah mendengar penjelasan sang Grandpa kalau perusahaannya Alexander's Corporation memang benar-benar membutuhkan suntikan dana yang tidak sedikit, Brianna pun akhirnya memaklumi. Kini hanya Blaxton yang bisa membantunya, hanya mereka yang memiliki kuasa untuk bisa memulihkan kondisi perusahaannya. Brianna tidak membenci Blaxton, dia hanya enggan bertemu kembali dengan Lucas. Lebih tepatnya dia tidak mau berurusan dengan lelaki itu. Lelaki yang pernah merendahkan harga dirinya di masa lalu. °°° Beberapa hari kemudian,. Pagi ini Brianna sudah rapi. Beberapa menit sudah ia menghabiskan waktu di dalam walk in closet di kamarnya. Brianna bangkit dari kursi meja rias lalu berjalan menuju sebuah cermin full body di sana. Brianna berdiri sambil menatap lurus ke arah depan melihat pantulannya di cermin itu. Tak ada guratan senyum walau sedikit saja yang terlihat di bibirnya. Ekspresinya terlihat dingin ketika lagi-lagi mengingat kalau pagi ini dia akan bertemu kembali dengan lelaki itu. Lucas Spencer Blaxton. Iya lelaki itu lagi. Setelah pertemuan terakhir Brianna sekitar beberapa bulan yang lalu, pagi ini dia terpaksa menemuinya lagi dengan tujuan akan memohon bantuan. Memalukan bukan? Tentu saja, tapi apa yang bisa Brianna lakukan selain harus pasrah dan melakukannya saja? Kini Brianna seolah-olah sedang menjilat ludahnya sendiri. Beberapa waktu lalu ia dengan lantang menolak bantuan dari Lucas, tapi kini dia justru kembali dengan sendirinya tanpa diminta oleh lelaki itu. Setelah pembicaraannya kemarin dengan sang Daddy dan Michael, ditambah lagi melihat kondisi sang Grandpa yang kembali drop karena stress memikirkan kondisi perusahaan mereka, akhirnya Brianna pun mengambil keputusan, yaitu dia akan menemui Lucas. Brianna akan berbicara dengan lelaki itu. Dia akan memohon bantuan kepada Lucas dan menawarkan apa saja pada pria itu. Bahkan mungkin Brianna akan menuruti apapun yang akan diminta oleh Lucas kepadanya. Dan itu semua Brianna lakukan demi keluarganya. Menit berlalu Brianna menarik diri dari depan cermin itu lalu beralih menuju meja rias. Ia mengambil ponsel yang tergeletak di ujung meja, lalu setelah itu Brianna terus melangkah dan keluar dari kamarnya menuju lantai dasar. °°° "Selamat pagi, sayang." Sebuah suara menyambut kehadiran Brianna di ruang makan. Brianna menarik kedua sudut bibir mengulas senyum sambil menghampiri sang Grandma, Kayla. "Pagi, Grandma." Brianna membalas, kemudian merundukan tubuh dan mendekatkan wajah lalu mengecup kedua pipi sang Grandma seperti biasanya. Setelahnya Brianna menarik diri dan beralih pada sang Grandpa, Marchell. "Bagaimana kondisi Grandpa pagi ini?" tanya Brianna setelah melabuhkan kecupan hangat di atas kepala pria senja itu. Marchell mengulas senyum dan menjawab, "Kondisi Grandpa sedikit lebih baik, sayang." "Aku senang mendengarnya. Semoga setelah hari ini, kondisimu semakin jauh lebih baik, Grandpa." Ungkap Brianna penuh harap. Marchell mengaminkan doa tulus dari cucu sulungnya itu. Setelah menyapa kedua orang tuanya, Brianna pun lekas menarik salah satu kursi meja makan disamping Michael. Ia mendaratkan bokongnya disana. "Lucas sudah di London," ucap Michael kemudian memasukkan potongan sandwich di ujung garpu kedalam mulutnya. Brianna meraih satu slice roti dan juga selai coklat favoritnya. "Aku tahu," jawabnya sambil mengoles selai coklat itu diatas roti. Kemudian Brianna melipat dan langsung menggigit tanpa menggunakan pisau dan garpu seperti yang lain. Michael melirik sebentar, memperhatikan cara makan Brianna yang sedikit urakan. "Terlalu lama berhubungan dengan kekasihmu yang tidak seberapa itu, sepertinya mampu merubah karaktermu. Urakan!" Desisnya. Brianna menoleh dan menatap tajam. Sementara Arabella, sang Mommy mereka lantas menghela nafas lelah. "Michael?!" Hardik wanita paruh baya itu. Michael beralih menatap sang Mommy, kemudian mengedikkan bahu ceuk. "Dasar menyebalkan!" ketus Brianna, Michael tidak menghiraukan. Seperti itulah mereka. Brianna dan Michael hampir tidak pernah akur. Brianna yang terkadang bermulut pedas, sedangkan Michael yang juga menyebalkan. Bahkan tak jarang Brianna menangis saking kesalnya pada Michael. °°° "Anna menuju ke tempatmu sekarang," ucap Michael pada seseorang di seberang telepon. "Oke!" Pria disana membalas singkat. Michael menjauhkan ponsel dari telinga kanannya dan menyimpan benda pipih itu kedalam saku celana. Sedangkan pandangannya tertuju pada sebuah mobil yang melaju keluar dari area Mansion. Mobil milik Brianna. Kemudian Michael bergegas melangkah menuju mobilnya. Ia menoleh sebentar melihat sang Daddy berdiri di teras depan. Pandangan keduanya beradu. Hanya itu saja tanpa mengatakan apapun dan setelahnya Michael bergegas masuk ke dalam mobilnya. Ia menyalakan mesin kendaraannya itu dan langsung melaju keluar dari Mansion. Michael mengikuti mobil Brianna dari kejauhan agar gadis itu tidak menyadari kehadirannya. Bukan apa-apa, Michael hanya ingin memastikan keselamatan sang kakak. Sementara di mobil lain, Brianna fokus menyetir dan memperhatikan jalan di depannya. Tak lama berselang tiba-tiba ponselnya berdering. Brianna menarik handbag yang tergeletak di atas jok di sampingnya. Ia merogoh benda itu dari dalam sana. Brianna lantas mengerutkan kening saat melihat nama kontak seseorang yang menghubunginya saat ini. Arnes is calling... Iya, Arnes namanya. Dan lelaki itu adalah kekasihnya Brianna yang cukup lama menjalin hubungan dengan gadis itu. Tak ingin berlama-lama, pun Brianna bergegas menggeser layar berwarna hijau itu dan menekan tombol loudspeaker di ponselnya. "Hallo, Arnes." seru Brianna menyapa sang kekasih. "Hay, good morning." Brianna tersenyum dan membalas, "Morning too." "Kita jadi bertemu 'kan pagi ini?" tanya Arnes disana. Hening … Brianna tidak langsung menjawab karena bingung. Dan ternyata ia melupakan janji temunya dengan sang kekasih karena terlalu fokus memikirkan pertemuannya dengan Lucas. "Bri?" Panggil lelaki itu di seberang telepon. "Iya, aku masih di sini. Eum, dan aku minta maaf sepertinya pagi ini kita tidak bisa bertemu, Arnes." "Kenapa?" tanya Arnes. "Aku ada urusan sebentar. Tepatnya ada sesuatu yang harus aku selesaikan. Grandpa yang memintanya, jadi aku tidak bisa menolak," jawab Brianna. "Oke kalau begitu." "Aku harap kamu mengerti," ucap Brianna. "Tentu, Honey." Arnes membalas dengan mesra. Brianna tersenyum, ia merasa Arnes adalah pria yang sangat baik dan pengertian. Itulah alasannya kenapa dulu Brianna tetap memilih Arnes meskipun Lucas mengatakan kalau Arnes bukanlah pria baik-baik. Dan selama beberapa tahun ini Brianna menjalin hubungan dengan Arnes, tak ada satupun sifat buruk pria itu yang ia temui, sehingga tak ada alasan bagi Brianna untuk percaya bahwa Arnes adalah pria yang buruk seperti apa yang pernah dikatakan oleh Lucas dan juga Michael, adiknya. "Terima kasih, tapi aku janji setelah urusanku selesai kita pasti akan bertemu," ucap Brianna. "Hem, aku menunggu kabarmu." Arnes menjawab. "Tentu. Aku akan mengabarimu nanti," balas Brianna. Setelah itu ia mengakhiri panggilan dengan Arnes dan kembali menyimpan ponsel ke dalam handbag-nya. Brianna mencengkram kuat setir mobil. Ia merasa bersalah kepada Arnes. 'Tidak. Aku tidak menghianati Arnes sama sekali. Aku memang akan menemui Lucas, tapi untuk meminta bantuannya bukan untuk melakukan sesuatu yang tidak sewajarnya.' Brianna membatin. °°° Beberapa menit yang lalu Brianna tiba di sebuah Cafe tempat ia akan bertemu dengan Lucas. Brianna memesan secangkir teh hangat sebagai teman menunggu Lucas. Dua kali pertemuannya dengan lelaki itu, Briana selalu dibuat menunggu. Yang pertama 13 detik dan yang sekarang entah akan berapa lama. Semoga saja tidak sampai berjam-jam. Harap Brianna ada dalam hati. Drett ... drett ... drett Ponsel Brianna berdering, ia menyambar benda pipih itu di samping cangkir tehnya dan membawa ke depan wajah. Makhluk Brengsekk is calling… Iya, seperti itulah Brianna menamai nama kontak Lucas di ponselnya. Sebelum menjawab panggilan itu, Brianna menyapu pandangan ke sana kemari, mungkin saja Lucas sudah di tempat ini, pikirnya. Namun pandangannya tak kunjung menemukan sosok yang dicari, kemudian Brianna bergegas menggeser tombol berwarna hijau itu dan membawa ponsel menempel di telinga kanannya. "Halo," seru Brianna menyapa. "Kau sudah sampai di Cafe?" Suara berat itu bertanya tanpa dosa. "Iya, aku sudah 20 menit di sini," jawab Brianna sejujur-jujurnya. Meskipun perasaannya sedikit dongkol, tapi Brianna berusaha menahannya, sebab tidak ingin membuat lelaki itu marah. "Aku tidak bisa datang kesana. Kalau kau bersedia, maka temui aku di tempat penginapanku saja. Aku sedang malas keluar," ucap Lucas. Kedua mata Brianna sontak membelalak lebar, sedangkan sebelah tangan yang terbebas seketika mengepal kuat. Ingin rasanya Brianna menampar wajah tampan itu berkali-kali. Tampan? Ck, dasar sialan! Lelaki itu memang tampan, sehingga membuat Brianna pernah melayangkan protes kepada Tuhan, kenapa harus memberi paras yang nyaris sempurna kepada manusia macam Lucas. "Sudah 20 menit aku menunggu disini, Lucas! Kenapa kau malah mempermainkanku seperti ini?!" Brianna meluapkan rasa kesal. Ia tidak bisa menahannya lagi. "Jangan banyak protes Nona Brianna. Bukankah tujuan mu menemuiku karena ingin meminta bantuanku? Well, rendahkan nadamu saat kau berbicara denganku. Kau mengerti?" Deg! Tubuh Brianna sontak menegang kaku. Sedangkan Lucas kembali melanjutkan. "Iya, itu terserah padamu. Kalau kau merasa membutuhkan bantuan, maka temuilah aku. Tapi kalau tidak, justru aku senang, karena itu artinya aku tidak perlu repot-repot membantumu. Aku benar, bukan?" 'Kurang ajar! Lama-lama dia memang semakin menyebalkan! Ya Tuhan kenapa aku harus berurusan dengan iblis macam ini?!' maki Brianna dalam hati. "Satu detik lagi kau tidak menjawabku, maka aku akan akhiri panggilan ini," ancam Lucas. "Aku akan ke tempatmu sekarang juga. Terima kasih karena kau sudah memberitahuku setelah 20 menit lamanya aku menunggu seperti orang bodoh di sini," ujar Brianna seraya menahan geram. Ditambah lagi ia mendengar suara kekehan Lucas di seberang telepon. "Sama-sama. Kalau begitu aku menunggumu," balas Lucas di sana. Kemudian sambungan telepon pun berakhir. Lucas yang memutuskan secara sepihak sehingga membuat Brianna melongo tak percaya. 'Ya Tuhan, tolong beri aku kesabaran lebih banyak dari sebelumnya, karena yang aku hadapi kali ini sepertinya benar-benar bukan manusia.' Batin Brianna sambil mengusap d**a perlahan, ia berusaha menyabarkan hati. Brianna bangkit, lalu meraih handbag-nya dan menyimpan ponsel disana. Brianna bergegas melangkah meninggalkan Cafe. Dan tujuannya setelah ini adalah penginapan Lucas. Entah apa yang akan terjadi setelah mereka bertemu nanti. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN