4

1422 Kata
Ternyata Putra mengajak Vani ke lokasi syuting terakhir film sialan itu. Judul filmnya bukan sialan, hanya saja Vani merasa film itu sejenis film sialan yang mengakibatkan dirinya terjebak bersama orang-orang yang sama sekali tidak dikenalnya. “Put.. ini penyanyi cilik kita itu kan? Kamu beneran pacaran sama gadis imut ini?” “Hahaha iya, bang.. ini Vanesha Biandra Mahardika, pacarku. Jangan dikatain imut dong bang, dia ini bengkak,” semua orang yang mendengarnya tertawa. Sedangkan Vani berusaha mati-matian untuk tidak mencakar-cakar wajah songong Putra. “Put.. aku.. mau.. putus,” celetuk Vani sambil mengunyah bakso yang sengaja d iberikan salah satu fans putra padanya, lengkap dengan doa 'semoga langgeng' fenomenal yang selalu disemogakan untuk hubungan yang sebenarnya tidak pernah ada. Semua orang terdiam menyaksikan pernyataan putus dari gadis yang bukan siapa-siapa kecuali penyanyi cilik pada masanya memutuskan hubungan dengan artis muda yang sedang naik daun. >>>>  “Udah sampe kapan kalian mau nonton gosip sialan itu?” teriak Putra pada teman-temannya. Ia kesal karena Vani membuatnya tidak bisa berkata-kata, beruntung Vani sendirilah yang kemudian menyelamatkannya dengan berkata 'happy anniv sayangg'  sambil berteriak, memecah kesunyian dan mencairkan suasana. “Dan kenapa lo pake nyium pipi Vani segala?” teriak Deva sambil melempar Putra dengan piring makan Imam, entah itu milik Imam atau Alif, Deva kurang yakin. “Eh kampret.. lo sama Rian boleh aja tuh nyium dia,” ucap Putra tanpa peduli orang yang sedang mereka bicarakan sedang menunduk dengan aura mengerikan. Ya, Putra menambahkan improvisasi dari aksi penyelamatan Vani dengan mencium pipi gembul gadis itu. “Dia udah kami angap adek,” ucap Rian membela diri. “Alasan gue lebih logis dong? Gue nyium Vani karena dia cewek gue, nah kalian? Darimana adeknya? Orang badan Vani aja udah ga pantes di bil-” “Bilang apa lo soal badan gue?” teriak Vani pada akhirnya. “Badan lo itu masalahnya? setahun belakangan ini lo makan banyak banget. lo pikir gue ga tau berapa kali lo muntah karena maksain itu makanan masuk ke perut sempit lo?” bentak Putra. “Woi woi woi.. kalian ga jadian beneran kan? Kenapa masalah ini jadi serius banget?” tanya Cinta heran. “Ehem.. pokoknya,” jeda sejenak karena Putra menatap semua anggota gengnya, “dalam waktu yang ga bisa gue tentuin, orang-orang diluar sana taunya cuma satu. Vanesha adalah pacarnya Putra,” setelah menyampaikan keputusannya yang tidak bisa diganggu gugat, Putra meraih tas dan seragamnya. Gara-gara kejadian yang dibuat Vani ia terpaksa harus antar-jemput temannya itu karena tidak ingin disangka hubungan mereka sedang tidak baik. “Ga usah liat-liat gue,” gertak Vani karena ketiga temannya itu menatap prihatin padanya karena harus terjebak dalam keegoisan Putra. “Gue ngerti kok Van.. elo cuma ga bisa bilang engga ke Putra karena kalian seumuran dan orang yang seumuran itu saling ngerti satu-sama lain,” ucap Cinta lengkap dengan cengiran polosnya. Padahal Putra satu tingkat diatas Vani -_- “Ngomong apa lo, Ta?” tanya Vani dengan muka datar. >>>>   Vani mendapat sorotan lagi untuk kedua kalinya karena ulah orang-orang disekitarnya. Pertama saat orang tuanya bercerai delapan tahun lalu. Saat itu Vani yang baru kelas empat SD yang sedang sangat disenangi oleh anak-anak seumurannya ditanyai ini-itu yang tidak dimengerti oleh bocah sepertinya. Para pemburu berita tidak sadar jika yang ditanyainya di depan kantor pengadilan agama hanyalah anak kecil biasa. Sejak saat itu Vani tidak ingin lagi terlibat dengan orang-orang yang selalu membawa kamera. Keputusannya di hormati oleh keempat temannya dan merekapun berhenti menjadi penyanyi cilik. Dan sekarang Putra menyeretnya kembali ke tengah-tengah publik. Ia benci menjadi seseorang yang tidak mampu bicara di depan orang banyak. Vani kehilangan keberaniannya untuk bicara di depan kamera dan Putra memanfaatkannya dengan baik agar cewek-cewek yang tidak masuk kategori tidak berani mendekatinya. Vani dijadikan tameng. Ppertanyaannya adalah pantaskan seorang Vanesha Biandra Mahardika yang dijadikan tameng? “Pantes lo kalo pulang nyelonong aja ya, Van.. lo ga mau berbagi pangeran sih,” celetuk Dea pada Vani yang hanya diam. Kedua temannya -Ayi dan Kito- sudah susah payah mengkode Dea agar jangan membahas hal itu tapi emang dasar Dea ini ga peka. “Cup, gue ikut,” ucap Vani melihat Ucup yang sudah beranjak dari bangkunya. “Orang gue mau ke toilet,” ucap Ucup mengelak. “Lo mau keselatan kan? Gue ikut,” ucap Vani memimpin jalan. Ucup ingin sekali menyentil kening teman songongnya itu. Padahal ia belum setuju membawa Vani. “Woi.. ngapain lo ke toilet?” teriak Ucup kesal pada Vani yang bergegas ke toilet cowok. “Lo mau ke toilet dulu kan sebelum kita jalan?” tanya Vani sok tau. “Jalan nenek lo atlet, bisa masuk infotainment gue kalo ngajak jalan pacar artis,” celetuk Ucup. Kali ini cowok itu sengaja menyinggung perasaan Vani agar dia tidak jadi ikut dengannya. “Gue tetep ikut kok, Cup.. pacar gue kan ga ada disini” ucap Vani mendahului Ucup menuruni tangga. Ucup geleng-geleng kepala melihat bagaimana tingkah Vani yang sangat jelas tidak masalah dengan semua pemberitaan. Tanpa bertanya apapun cowok itu tau bahwa Vani dan temannya yang sedang naik daun itu tidak terlibat hubungan perasaan. Sebaliknya, Vani justru terlibat perasaan dengan sahabatnya yang lain, Fiki Nugraha. Siapalagi kalau bukan orang yang akan ditemui Vani saat ini? “Kalo aja informasi tentang lo yang sukanya sama Fiki bisa bikin gue kaya mendadak, udah gue jual tuh informasi,” gumam Ucup mempercepat langkahnya. >>>  Vani kesal. Fiki lagi-lagi mengabaikannya dan kali ini ia sedang bicara dengan mantan pacarnya sahabatnya itu. Vani terang-terangan mengusir Melati. “Lo apa-apaan?” tanya Fiki kesal. “Apa? omongan kalian penting banget ya? mau balikan? perlu gue panggilin Melati lagi?” tanya Vani kesal dan berbalik. Ia akan menurutinya jika itu kemauan Fiki. Cewek itu sedang butuh sahabatnya tapi jika momennya salah maka Vani akan menebus kesalahannya detik itu juga. Sampai di ambang pintu tangan Vani di tarik oleh Fiki untuk menghentikan langkah dan juga emosi cewek itu. “Lo kesal banget ya sama gue?” tanya Vani setelah Fiki mengajaknya duduk di pojok. Tipikal bad boy sekali. “Ya! Lo bilang risih sama kamera tapi kemaren siang mama bilang ke gue kalo elo muncul di tv dan dicium,” ucap Fiki tak lagi menyembunyikan ketidak sukaannya. “Gue beneran janjian sama Rian tapi pas gue udah nyampe gerbang yang muncul malah Putra dan gue ga bisa nolak ajakan dia. Lo juga ga ada di lapangan waktu itu,” rajuk Vani. Fiki tersenyum geli melihat tingkah Vani, sahabatnya. Sahabat yang dikenalnya sejak cewek itu memutuskan pindah ke sekolahnya dengan alasan tidak tahan diatur-atur oleh Putra. Saat itu semester satu kelas sembilan di SMP Pertiwi. Anak pindahan dari Garuda itu, seseorang yang cukup membuat Fiki terpukau dengan lagaknya ketika masih menjadi penyayi cilik menyapanya dan memintanya untuk menjadi sahabat baru cewek itu. “Van..” “Hm?” “Makannya udahan ya yang?” pinta Fiki, ia akan selalu menggunakan kata sayang agar Vani menuruti permintaannya. “Jangan mulai deh.. lama-lama lo mirip Putra aja,” ketus Vani dan segera berlari menuju pintu karena Ucup sudah berdiri bosan sambil mengetuk-ngetuk pintu. Pertanda supaya Vani segera menyelesaikan urusannya dengan Fiki. Padahal Vani belum sempat cerita apa-apa pada Fiki namun bebannya terasa hilang seketika hanya bicara dengan sahabatnya itu. “Itu dari siapa Cup?” tanya Vani girang melihat kotak bekal berwarna pink yang berada dalam genggamannya. “Udah baikan aja lo? ajaib juga ya si Fiki,” kekeh Ucup sambil mengangkat kotak bekal dari gebetannya tinggi-tinggi agar Vani tidak bisa menjangkaunya. “Pelit lo” Vani masih saja berusaha mendapatkan apa yang ada di dalam kotak itu. dalam hatinya Vani berkata 'kotaknya aja udah menggoda, apalagi isinya'. gadis itu terus saja melompat-lompat untuk mendapatkannya. “Eheemmmm,” keduanya terdiam mendengar suara deheman itu. Ucuplah yang paling kenal dengan suara ini. “Eh ibu.. misi bu,” ucap Ucup pada mamanya dan menarik pergelangan tangan Vani agar segera menjauh dari jangkauan penglihatan mamanya. Bisa gawat jika mereka sampai dipanggil, apalagi sampai dibawa ke ruang BK. “Yusuf Fairuz Amzari.” “Ya bu?” “Kasih makanan itu ke Vanesha, bukan gitu caranya nak,” ucap Tari. Ucup tak mampu berkata-kata karena mamanya mengira jika makanan itu adalah bekal milik Vani dan Ucup sengaja merampasnya agar mendapat perhatian Vani. “Wahh.. makasih bu,” teriak Vani dan berlari menuju tangga. “Dan Yusuf..” “Ya bu..” jawab Ucup dengan ekspresi ingin menangis. “Vanesha Biandra Mahardika itu anak utara, nak. Bukan anak selatan,” ucap Tari mengejek. “Tapi ma.. aku beneran ga-” “Sst.. masuk kelas kamu sana.”   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN