Bab 8 Periksa

1500 Kata
"Regan?!" Mulutku ternganga, ketika melihat lelaki yang memesan kue donat adalah Regan. Aku baru sadar saat memasuki rumah sakit, ternyata tempat dia bertugas. Aku bingung harus berbuat apa. Regan memakai akun f*******: dua, yang satu lagi akun pribadi, dan yang satu lagi buat bisnis dengan nama samaran. Saat memesan kue donat dalam nama itu, bernama Arga. Sedikit pun aku tidak menaruh rasa curiga, jika pria pemesan orang yang sama. Bagaimana mungkin, aku menemui Regan dalam keadaan seperti ini. Aku tidak mau dia melihatku sedang berjualan donat. Dia pasti akan berpikir, untuk memborong dagangan ku semua. Meski lelaki itu tidak mungkin menghabiskan dengan memakannya sendiri. Regan sangat menyukai kue donat. Dia pasti akan langsung membeli kue kesukaannya, saat tahu donat buatan ini enak. "Bagaimana ini? Tidak mungkin aku memberikan kue donat pesanan kepada Regan secara langsung. Bisa saja nanti dia akan mengadu kepada Mas Raja, dan kedua orang tuanya," gumamku dalam hati. Otakku terpaksa berpikir keras, untuk mengantar kue donat kepada Regan. Bagaimanapun caranya kue ini harus sampai kepada dokter Regan, namun bukan aku yang mengantarnya. Kubalikkan badan, dan kembali menuju arah parkiran. Sampai di halaman depan rumah sakit, aku meminta tolong pada tukang ojek online, agar bersedia mengantarkan kue pesanan Regan. "Maaf, Bang. Bisakah abang mengantarkan kue pesanan ini ke dalam?" tanyaku ragu-ragu. Abang tukang ojek langsung memandang ke arahku. "Siapa namanya, Dek?" tanya abang ojek. Dia pun bersedia membantuku, mengantarkan pesanan Regan. "Dokter Regan, bertugas di ruang atas lantai dua. Nanti abang belok kanan terus lurus. Dokter Regan sudah lama menunggu." "Kenapa adek gak ngantar sendiri ke sana?" "Aku takut dengan bau obat-obatan. Sejak kecil aku tidak mau ikut ke rumah sakit," jelasku pada abang ojek. Alasan senatural mungkin agar tukang ojek tidak curiga. Abang tukang ojek pun pergi, mengantarkan kepada Regan tanpa bertanya lagi. Aku menunggu di tempat parkir, sembari berteduh di bawah pohon beringin. Perutku terasa mual saat sedang duduk. Serasa isi dalamnya akan keluar semua. Kumuntahkan sedari tadi yang ingin mendesak keluar. Kepala terasa berdenyut, merasakan mual pada masa kehamilan. Kuusap perut yang masih rata, dan berbicara pada janin dalam kandungan. "Nak, jangan buat Bunda susah. Bunda sedang berjuang untuk mencari nafkah buat kita berdua. Kamu yang tenang ya. Buat perut Bunda nyaman, " gumamku. Aku berbicara sendiri dengan janin, yang masih belum jelas bentuknya dan mengelus. Mataku fokus menatap sebuah mobil sedan, yang tidak asing lagi berwarna putih. Mobil itu berhenti tepat di parkiran, tidak jauh dari tempatku berteduh. Seorang wanita muda dan cantik turun, dari dalam mobil dengan seorang pria. "Mas Raja?!" Tidak kusangka, wanita yang tadi turun dari mobil adalah wanita yang sama dalam i********: Mas Raja. Ia tunangan sekaligus calon istri. Mereka akan menikah minggu depan, pesta diadakan dengan meriah. Kuremas d**a ini, yang terasa sakit melihat Mas Raja bergandengan mesra, dengan seorang gadis. Mas Raja memperlakukan ia dengan sangat manja. "Sayang, makasih kamu sudah mau mengantarku untuk periksa," ucap calon istri Mas Raja. "Apa pun akan aku lakukan buat kamu sayang," sahut Mas Raja sembari menggandeng tangannya. Seperti ada duri yang menusuk kulitku, hingga berdarah. Di saat kehamilan ini sedang memasuki masa rentan, dan butuh perhatian, sang ayah malah pergi dan memilih perempuan lain. Bagi pasangan yang baru menikah, pasti bisa merasakan bagaimana bahagianya, menyambut kehadiran sang buah hati. Suami akan dengan senang hati, mengantarkan sang istri untuk periksa kandungan, dan membelikan apa yang diinginkan. Berbeda denganku, yang melalui semua ini dengan sendiri tanpa pendamping, tanpa orang tua dan sanak saudara. Air mata jatuh m*****i pipi, mengingat perjuangan sendiri dalam mengandung, dan membesarkan buah hati. Buru-buru kuhapus cairan bening ini yang tadi menetes. Melihat abang tukang ojek baru kembali, mengantar donat pada Regan. Dia tersenyum ke arahku, sembari mengeluarkan kunci motor dari dalam saku celana. "Ini, Dek uangnya." Abang tukang ojek menyerahkan hasil uang donat tadi. "Makasih banyak karena sudah membantuku, Bang," balasku tersenyum. Abang tukang ojek mengembangkan bibir, dan mengangguk tanpa bicara. Kami pun kembali pulang setelah selesai mengantar pesanan. Donat yang diantar pada Regan adalah pelanggan terakhir. Sepanjang perjalanan, aku hanya diam dan memikirkan kejadian yang barusan dialami. Bayangan Mas Raja bersama wanita tadi, tidak lepas dari pikiran. *** "Zahra, kamu gak periksa kehamilan? Hari ini ada dokter dari kota datang ke Puskesmas untuk penyuluhan. Mereka ditugaskan di sini untuk memeriksa ibu hamil dan wanita lansia. Nenek juga nanti akan pergi ke Puskesmas untuk periksa kesehatan," jelas nenek. Nenek baru saja pulang dari pasar. Mendapat informasi kalau ada dokter dari kota, yang akan datang ke puskesmas. Mengadakan pengobatan gratis, dan periksa ibu hamil. Sudah menjadi kebiasaan para tim medis, yang datang dari kota untuk memeriksa warga desa ini. Sebulan sekali para dokter dari kota akan datang, dengan bekerja sama dengan pihak puskesmas, untuk memberi pelayanan pada masyarakat kurang mampu. Mereka akan memberi penyuluhan tentang gizi pada ibu hamil, dan memberikan makanan sehat. Aku berencana akan memeriksakan kandungan ke puskesmas. Sejak aku tahu hami,l belum pernah sekali pun periksa. "Iya, Nek. Nanti aku ikut dengan Nenek untuk periksa kandungan." Nenek pun berlalu dari hadapanku, untuk bersih-bersih dan bersiap pergi ke puskesmas. Sementara aku mengemas kue donat, yang tadi sudah dipersiapkan. Dari hari ke hari permintaan donat buatanku makin meningkat. Hari ini ada dua puluh pesanan, yang siap diantar pada pelanggan. Mereka semua pada suka kue buatanku, yang katanya gak kalah dari toko roti. Harga juga terjangkau, cuma sepuluh ribu per boks isi delapan. Siang ini kami berjalan menyusuri desa menuju ke puskesmas. Letak balai pengobatan dengan rumah nenek tidak begitu jauh. Aku dan nenek berjalan kaki menuju ke sana sembari olah raga. Apalagi yang bisa kami lakukan karena memang kenderaan tidak punya. Mungkin nanti setelah usahaku maju, akan bisa membeli sebuah motor. "Nek, kenapa sedari tadi jantungku berdebar-debar dan berdetak dengan kencang. Ada perasaan yang mengusik hatiku," ucapku pada nenek. Kami mengobrol sambil berjalan menyusuri kampung. "Orang dulu berkata, jika kita merasakan perasaan berdebar-debar maka orang spesial sedang memikirkan kita. Bisa jadi ada seseorang yang sedang merindukanmu Zahra," jelas nenek. Aku tersenyum mendengar ucapan wanita sepuh itu. Seingatku, hanya Mas Raja saja orang spesial dalam hidup. Tidak ada yang istimewa selain dia. Entah mengapa jantung ini, sedari tadi berdetak dengan kencang. Seperti ada seseorang yang sedang menunggu kedatanganku. Makin mendekat ke arah puskesmas makin pula berdebar. "Nek, apakah dulu sewaktu muda Nenek juga merasakan hal seperti yang aku rasakan?" tanyaku sedikit ragu. Nenek berhenti berjalan dan menoleh ke arahku. Dia tersenyum sambil mengerutkan dahi. "Iya, Nduk. Setiap orang yang jatuh cinta pasti akan merasakan ikatan batin yang kuat terhadap pasangannya." Mungkin memang betul apa yang dikatakan nenek. Ada ikatan batin antara pasangan masing-masing. Terbukti degup jantung ini, tidak bisa dinetralkan sedari tadi meski sudah dicoba. "Sebentar, Nduk," ucap nenek yang tiba-tiba berhenti. "Ada apa, Nek?" Nenek mengambil bulu mataku yang jatuh, dari kelopaknya, menempel di pipi. "Ada bulu mata kamu yang jatuh. Menurut orang terdahulu, jika ada bulu mata kita yang jatuh maka ada seseorang yang sedang merindukan kita," jelas nenek. Apa pun akan dikaitkan nenek dengan mitos. Aku tidak percaya dengan hal yang menurut primbon Jawa. Aku tersenyum, mendengar penuturan nenek. Adat dan tradisi orang Jawa tidak pernah lepas yang namanya mitos. Entah itu benar atau tidak, apa yang dikatakan nenek, bagiku hanyalah sebuah hiburan. Tidak ada orang yang spesial dalam hidup selain Mas Raja. Mungkinkah dia merindukan juga? Aku dan nenek menuju perjalanan ke tempat tujuan, membuat kami sesekali bercanda sambil tersenyum. Nenek seperti teman bagiku yang siap kapan saja menjadi tempat curhat. "Nek, kita berhenti sebentar ya. Aku merasa lelah dan haus," ucapku pada nenek. Wanita yang berambut putih tersebut, hanya mengangguk dengan pelan. Sejak hamil aktivitas sedikit terbatas, gerakkan tidak leluasa. Masa ini sering terjadi pada ibu hamil. Tubuh wanita mengandung tidak sama dengan perempuan biasa. Butuh ekstra, dan tenaga yang kuat untuk mengasuh, dan menjaga bayinya. "Iya, boleh," sahut nenek. Dia pun mengikuti saranku untuk berteduh di pinggir jalan. Kami duduk di bawah pohon mahoni, yang berdiri kokoh dan rindang. Lima menit kemudian, aku dan nenek melanjutkan perjalanan menuju puskesmas. Dari kejauhan, terlihat para warga berantusias ingin berobat. Kebanyakkan pesertanya adalah wanita. Aku segera mengambil nomor antrian, seperti lainnya untuk berobat. Petugas medis yang memakai seragam putih melayani dengan setulus hati. Ada dua orang dokter, dan empat perawat yang mendata pasien. Perasaanku semakin tidak menentu, merasakan detak jantung yang makin kuat. Sedari tadi sudah mencoba menetralkan debarannya, namun tak jua reda. Mata ini menatap sosok berbaju abu-abu, dan memakai jas dokter. Dokter itu sudah tidak asing lagi bagiku. Seorang pria muda, dan tampan dengan penampilan rapi, dan wangi sedang melayani para pasien wanita hamil. Sementara dokter yang satunya lagi memeriksa usia lansia. Dokter yang melayani orang tua adalah seorang wanita muda, dan cantik. "Regan?!" "Ada apa, Nduk? Kenapa kamu menyebut nama Regan. Siapa Regan itu?" tanya nenek yang duduk di sebelahku. Aku terdiam tidak menjawab pertanyaan nenek. Mungkinkah ini jawabanya. Dag-dig-dug terasa berdebar dengan kuat, ingin bertemu Regan? Benarkah apa yang dikatakan wanita sepuh itu, jika ada bulu mata yang jatuh ada seseorang sedang rindu? Sepertinya tidak. Kuremas jari-jemari yang mengeluarkan keringat dingin. Kenapa harus dokter Regan, yang datang ke sini untuk bertugas. *** Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN