Bab 8

2014 Kata
Alicia terisak tanpa sadar. Ketakutan akan marahnya Adam padanya membuat gadis itu menangis tanpa disadarinya. Air mata Alicia mengalir dengan sendirinya. Apa ia terlalu menggantungkan hidupnya pada Adam sehingga rasanya ia tak bisa bertahan kalau pemuda itu tak berada di sisinya? Alicia menggeleng samar, gadis itu menggigit bibirnya kuat sampai ia merasakan asin dan karat yang sangat kentara di lidah. Bibirnya berdarah. Alicia mendongak, membuka mulut dan mengembuskan napas dari sana. Berharap sesak yang menghimpit dadanya reda. Membiarkan semilir angin menerpa lehernya. Lumayan sejuk terasa, sesaknya juga berkurang. Tapi air matanya masih merembes. Sekali lagi Alicia mengembuskan napas melalui mulut. Kepalanya masih terdongak dengan bahu yang masih saja bergetar. Alicia tidak sadar kalau ada seseorang mengendap di belakangnya. Seseorang itu menyergap Alicia dari belakang begitu mereka sudah dekat. Alicia yang terkejut mencoba berontak. Seseorang itu sekarang malah menutup mulutnya, sehingga ia tidak bisa berteriak. Panik dan takut menjadi satu membuat tangis Alicia kembali deras. *** Matahari sudah hampir tenggelam di ufuk barat. Adam sekali lagi melirik jam dinding jam terpasang di dinding di belakangnya. Sudah sore, sudah waktunya ia berganti jaga. Itu kalau ia tidak ketiduran tadi pagi. Seandainya saja ia tidak teledor tadi pagi, sekarang pasti ia sudah pulang atau berada di bukit bersama Alicia. Ingat Alicia, Adam mengembuskan napas entah sudah yang keberapa kali. Gadisnya itu pasti sudah menunggunya di atas bukit. Atau mungkin Alicia sudah pulang, karena Adam tak juga datang. Tunggu aku beberapa menit lagi, Alicia, pinta Adam dalam hati. Mr. Hulk menghukum Adam yang sudah tertidur saat jam kerja dengan menambah waktu kerjanya menjadi satu jam lebih lama. Alhasil saat jam menunjukkan pukul empat sore Adam masih berada di restoran. Biasanya ia sudah bersiap-siap untuk pulang, bukannya masih memakai seragam restoran. Setidaknya Adam bersyukur, hanya ia yang tertidur saja yang dihukum. Padahal tadi pagi ia juga terlambat lebih dari satu jam. Sepertinya Adam harus benar-benar membereskan masalah tawaran dari pencari bakat itu, agar ia tidak mendapat masalah lagi dilain hari. Tepat jam lima sore tugas Adam digantikan oleh Shawn May. Shawn sempat menepuk bahu Adam pelan sebelum mengambil alih tempat pemuda itu. "Terima kasih sudah menggantikan tugasku satu jam ini," kelakar Shawn. Adam hanya menanggapinya dengan kekehan. Ia harus segera menanggalkan seragam restoran dan berganti dengan bajunya sendiri. Alicia pasti menunggunya di atas bukit. Setelah yakin ia sudah rapi, Adam bergegas meninggalkan restoran. Matahari sudah semakin bergulir, sebentar lagi akan gelap. Ia khawatir kalau Alicia masih di atas bukit menunggunya. Ia tadi tidak mengatajan pada Alicia akan terlambat. Ponselnya mati kehabisan daya, ia lupa mengisi dayanya tadi malam. Adam melajukan motornya dengan kecepatan lebih dari biasanya. Ia ingin cepat sampai di bukit. Adam memarkirkan motornya sembarangan. Tergesa pemuda itu menaiki bukit. Kalau biasanya Adam akan berjalan santai atau setengah berlari sekarang ia berlari. Sinar matahari sudah tak terlihat lagi. Sepertinya sang raja siang sudah terbenam beberapa menit yang lalu. Adam tiba di atas bukit dengan napas putus-putus, jantungnya berdetak lebih cepat. Tubuhnya kembali dipenuhi keringat. Tetapi dadanya menghangat. Alicia berdiri di bawah pohon dan mendongak. Pelan Adam mendekati gadis itu. Langkahnya sangat hati-hati agar Alicia tak mengetahui kedatangannya. Dan benar saja, meskipun ia sudah berdiri tepat di belakangnya, Alicia tetap tidak menyadari kehadirannya. Cepat Adam merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. Adam memeluk pinggang Alicia menggunakan sebelah tangan. Sebelah tangan yang lain membekap mulut gadis itu. Memang kesannya seperti penculikan, tetapi Adam hanya bercanda. Ia ingin mengagetkan Alicia. Dan berhasil tentu saja. Alicia memberontak dalam rengkuhannya. Adam tersenyum lebar. Dan senyumnya mengambang manakala merasakan basah dan hangat di tangannya yang membekap mulut Alicia. Apakah Alicia menangis? Astaga, apa yang sudah ia lakukan? Bukan hanya menangis, tetapi Adam juga merasakan kalau tubuh di dalam pelukannya ini menggigil. Cepat Adam menjauhkan tangannya dari mulut Alicia. "Adam! Adam! Tolong!" Teriakan itu yang didengar Adam begitu tangannya terlepas dari mulut Alicia. Adam mengumpat dalam hati, gadisnya ketakutan. Alicia pasti mengira ada orang yang benar-benar ingin menculiknya. Adam memeluk Alicia makin erat menggunakan kedua lengan besarnya. Sungguh ia menyesali perbuatannya. Ternyata lawakannya menakuti gadis yang dicintainya. "Adam!" Alicia masih menjerit, bahkan setelah Adam memutar tubuh gadis itu dengan sebelah tangan agar menghadapnya. Setelah mereka berhadapan Adam baru sadar kalau Alicia memejamkan matanya. "Adam!" "Alicia!" Adam menyentuh pipi Alicia dan gadis itu bergerak refleks menghindari sentuhannya. "Jangan sentuh aku!" bentak Alicia masih dengan matanya yang tertutup. "Pergi!" "Alicia, ini aku!" Adam meninggikan suaranya. "Buka matamu," bisiknya begitu Alicia mulai terlihat tenang. Alicia perlahan membuka mata. Pelan-pelan seolah sesuatu di depannya sangat menakutkan. Gadis itu memeluk Adam erat begitu matanya terbuka dan menemukan Adam yang berdiri di depannya. Pemuda itu tersenyum manis ke arahnya. Adam membalas pelukan Alicia tak kalah erat. Pemuda itu sangat menyesal telah melakukan candaan yang sangat tidak lucu. Candaannya menakuti Alicia. "Maafkan aku," bisik Adam sambil terus menciumi pucuk kepala Alicia. "Aku tidak bermaksud menakutimu, Alicia. Aku tadi hanya ingin bercanda. Aku sungguh menyesal. Aku mohon, maafkan aku." Alicia tidak menjawab. Dadanya sesak karena tangis yang semakin deras. Hanya tangannya saja yang mencengkeram erat jaket Adam. Adam semakin merasa bersalah. Alicia benar-benar ketakutan, tubuh mungil itu menggigil di dalam pelukannya. "Alicia aku mohon bicaralah padaku." Adam membingkai pipi Alicia yang penuh air mata. Mendongakkan wajah gadis itu agar menatapnya. "Aku mohon maafkan aku. Aku sungguh menyesal, Alicia. Aku mohon bicaralah, jangan diam saja." Bukannya menjawab perkataan Adam, Alicia malah semakin menangis deras. Gadis itu juga masih belum menemukan suaranya sehingga ia diam saja sampai sekarang. "Aku mohon, Alicia. Jangan membuatku takut, bicaralah padaku." Adam panik. Alicia masih belum bersuara, bahkan beberapa saat setelah tangis gadis itu reda. Adam membawa Alicia turun dari atas bukit. Mendudukkan gadis itu di atas sadel motornya, Adam memberikan sebotol air mineral untuk diminum Alicia. Walaupun sudah meminum habis isi botol yang diberikannya, Alicia masih belum menjawab semua perkataannya. Matahari sudah benar-benar tenggelam saat Adam memutuskan untuk mengantar Alicia pulang ke rumahnya. Ia takut terjadi sesuatu pada gadisnya. Adam sungguh merasa bersalah. Ia tak menyangka kalau lawakannya bisa menyebabkan gadisnya seperti ini. "Maaf, Alicia. Aku sungguh menyesal," ucap Adam sambil sebelah tangannya mengusap tangan Alicia yang melingkari pinggangnya. Mereka di atas motor. Adam sengaja menjalankan motornya tidak terlalu kencang, ia tidak mau Alicia kedinginan. Gadis itu tidak membawa jaket atau sweater ataupun pakaian lain yang bisa membuatnya lebih hangat. Alicia menempelkan pipinya ke punggung Adam sebagai jawaban. Juga ia ingin mengatakan kalau ia sudah baik-baik saja. Alicia juga mengeratkan pelukannya di pinggang Adam. Menggenggam tangan besar Adam yang tadi mengusap lengannya. "Kau tidak apa-apa?" tanya Adam. Pemuda itu menoleh sekilas. Alicia tersenyum. Dadanya menghangat tahu kalau Adam mengkhawatirkannya. Dari suaranya yang masih bergetar Alicia tahu kalau Adam masih cemas. Padahal tadi ia yang takut jika Adam marah padanya sehingga pemuda itu tidak menghubungi dan menemuinya. Alicia menggekeng di punggung Adam, mengatakan bahwa ia sudah tidak apa-apa lagi. Tadi ia hanya terkejut dan ketakutan. Kalau masalah suaranya yang sampai sekarang belum juga mau keluar, mungkin hanya karena terkejutnya tadi. Alicia membuka mulut, mencoba untuk berbicara. "A.. dam!" Alicia nyaris menjerit saking senangnya. Ia sudah mendapatkan suaranya kembali. Meskipun masih putus-putus tetapi suaranya sudah keluar. "Adam!" Adam menghentikan laju motornya mendadak. Apa ia tidak salah dengar? Alicia kan yang memanggilnya tadi? Adam menoleh ke belakang, pandangannya bertemu dengan Alicia yang sedang mengusap dahinya. Sepertinya tadi dahi Alicia terbentur punggungnya sehingga gadis itu mengusap dahinya. Ia sendiri tidak merasakan apa-apa tadi, mungkin saking terkejut dan senangnya. "Apa kau yang memanggilku tadi?" tanya Adam was-was, takut kalau ia salah dengar. Motor mereka sudah menepi. Ia menepikannya segera setelah menoleh Alicia tadi. Alicia mengangguk manis, bibirnya mengulum senyum. "Sungguh?" tanya Adam tak percaya. Pemuda itu melebarkan matanya. Adam bahkan sudah memutar seluruh tubuhnya menghadap Alicia. Sekarang ia sudah menapak di jalanan beraspal. Alicia mengangguk lagi. Kali ini disertai senyuman, bukan senyum dikulum seperti tadi. "Kau tidak membohongiku kan?" tanya Adam lagi memastikan. Alicia menggeleng pelan. "Mungkin saja kau hanya ingin agar aku tidak khawatir lagi." "Tidak," ucap Alicia. Gadis itu berdehem sekali, suaranya masih serak. Adam menaikkan kedua alisnya dengan mata melebar. Alicia tidak membohonginya. Gadisnya memang benar-benar sudah bisa bersuara lagi. Adam memeluk Alicia yang masih duduk di atas sadel motor. Mengecup pucuk kepala bersurai pirang itu beberapa kali. "Maafkan aku, Alicia. Aku sungguh menyesal." Alicia mengerucutkan bibir. Kesal karena Adam selalu mengulang permintaan maafnya. Ia tidak memerlukan kata-kata itu, cukup sekali saja Adam mengatakannya ia sudah tahu kalau pemuda itu benar-benar menyesali perbuatannya. "Berhenti mengucapkan itu!" sentak Alicia. Gadis itu cemberut. Pipinya menggembung lucu. Tampak sangat menggemaskan di mata Adam. "Atau aku tidak akan memaafkanmu!" ancamnya. Adam tersenyum. Tangannya terangkat mengusap pipi yang terlihat dua kali lebih besar dari biasanya. Adam mencubit pipi itu gemas kemudian kembali menguapnya. "Aku sangat takut kau kenapa-kenapa," ucap Adam. "Aku juga sangat menyesali perbuatanku. Aku tak bermaksud menakutimu, Alicia. Sungguh. Aku hanya..." "Bercanda?" potong Alicia. Adam mengangkat bahu. "Yeah, begitulah." Pemuda itu mengusap tengkuk. "Lawakanmu sangat tidak lucu!" Alicia memukul d**a Adam pelan. "Aku tidak mau lagi." Adam menggeleng, memeluk Alicia erat. "Tidak lagi," bisiknya. Alicia mendongak. Kedua tangannya terangkat membingkai wajah tampan pemuda yang masih memeluk pinggangnya. Alicia selalu mengagumi pahatan wajah Adam yang dinilainya sangat sempurna. Pantas saja pencari bakat itu menawarkan Adam untuk bergabung dengan agensinya. Mengingat orang itu membuat Alicia kesal. Gadis itu mendengus. "Kenapa?" tanya Adam bingung. Alisnya mengerut. Alicia menggeleng. "Tidak apa-apa," jawabnya. "Aku hanya teringat pencari bakat yang kau ceritakan itu. Dan itu sungguh membuatku kesal." "Kesal?" Adam semakin bingung. "Kesal karena pria itu benar. Kau sangat tampan dan pekerjaan sebagai model lebih cocok untukmu daripada menjadi pelayan restoran cepat saji." Hari Adam berdesir. Detak jantungnya berpacu. Mungkinkah Alicia menyetujui keinginannya? "Hanya saja aku tidak mau kau pergi dari kota ini." Binar di mata biru Adam luntur. Pemuda itu menaikkan sedikit sudut bibirnya sehingga membentuk senyum untuk menutupi kekecewaannya. "Aku masih belum bisa percaya dengan hubungan jarak jauh. Itu terlalu sulit bagiku." "Kau tidak percaya padaku?" tanya Adam bergetar. Alicia menggeleng. "Bukan itu." Tangannya yang membingkai pipi Adam merosot. Gadis itu menundukkan kepalanya. "Aku percaya padamu. Hanya saja aku..." Adam diam, menunggu Alicia melanjutkan perkataannya. Bahkan setelah beberapa helaan napas Alicia masih belum melanjutkan, Adam tetap tidak bersuara. Alicia mengangkat kepala. Matanya kembali berkaca-kaca. "Aku tidak percaya kepada para gadis-gadis kota besar itu. Mereka pasti akan berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatianmu. Lalu kau akan melupakanku dan tak pernah kembali ke kota ini lagi." Adam menggeleng. Menggerakkan kedua tangannya memeluk Alicia yang kembali terisak. "Aku tidak akan seperti itu, Alicia," jawab Adam lembut. Ia berusaha meyakinkan Alicia. "Aku akan menjemputmu kalau aku berhasil. Kita akan tinggal bersama di LA. Kau mau kan?" Harapan di hati Adam mengembang melihat Alicia mengangguk. Tetapi kembali layu begitu mendengar kata-kata yang keluar dari mulut mungil Alicia. "Di mana saja bagiku tidak masalah asal itu bersamamu. Di LA ataupun di kota kita ini juga tidak masalah kan?" Adam mengembuskan napas dari mulut pelan. Sekali lagi Alicia membuatnya kecewa dengan jawaban gadis itu. Alicia mendongak menatap Adam. Ia tahu pemuda itu pasti kecewa pada jawabannya tadi. Di mata birunya itu tampak. Juga dari senyumnya yang terkesan dipaksakan. Alicia kembali menundukkan kepala. Gadis itu menggigit bibir. "Maaf," ucapnya lirih. "Kau pasti berpikir kalau aku menghalangi jalanmu untuk meraih yang kau inginkan. Tetapi aku matih belum bisa melihatmu jauh. Aku sudah terbiasa dengan kau selalu di sisiku. Aku tidak bisa kalau kau tidak ada. Hanya kau laki-laki yang kumiliki di dunia ini." Bahu mungil itu bergetar. Adam beberapa kali melayangkan kecupan di bahu Alicia untuk menenangkan gadis itu. Rasanya ia mengerti bagaimana perasaan Alicia. Yang tidak ia pahami adalah Alicia yang masih meragukan kesetiaannya. Ia sungguh tidak peduli dengan gadis mana pun. Hatinya sudah terisi penuh oleh Alicia. Tak ada tempat kosong lagi yang bisa diisi perempuan lain. "Percayakah padaku, Alicia," bisik Adam di pucuk kepala gadis itu. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku melakukan semua ini untukmu, untuk masa depan kita. Agar kau dan anak-anak kita kelak bisa memiliki kehidupan yang lebih layak." Tak ada jawaban dari Alicia. Gadis itu kembali diam. Adam hanya merasakan remasan di jaketnya yang semakin menguat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN