Selamat membaca!
Setibanya di depan kamar yang akan ditempati oleh Alan, Laura pun langsung melepas genggamannya dari lengan pria itu.
"Ini kamar kamu, kamu bisa kan masuk sendiri? Apa perlu aku antar?" tanya Laura sambil tersenyum.
"Tidak perlu. Aku bisa sendiri, Laura."
"Baiklah. Kalau kamu butuh sesuatu, ada bel di samping ranjang kamu bisa gunakan itu. Nanti akan ada pelayan yang akan datang ke kamar kamu," ujar Laura memberitahu bahwa Alan tidak perlu repot jika menginginkan sesuatu selama tinggal di rumahnya.
"Terima kasih ya, Laura."
"Iya, sama-sama. Ya, sudah kalau begitu aku izin ke kamar dulu ya."
"Iya, Laura."
Laura pun beranjak pergi, meninggalkan Alan yang mulai membuka pintu kamar sambil terus melihat kepergian Laura hingga wanita itu tak lagi terlihat dalam pandangannya. "Kebaikan Laura benar-benar mengingatkan aku pada Emilia. Em, semoga kamu bahagia di surga sana, aku janji! Aku pasti akan menemukan orang-orang itu dan membalaskan dendam kita. Lagipula aku juga tidak ingin jika dikambinghitamkan atas kejahatan yang mereka lakukan." Dengan tertatih dan perlahan, Alan melangkah masuk setelah menutup kembali pintu kamar. Langkahnya kini tertuju pada ranjang besar berukuran king size yang ada di sisi kanannya.
"Hanya untuk kamar tamu, mereka menempatkan ranjang semewah ini," ucap Alan sesaat setelah duduk di tepi ranjang.
Hanya beberapa detik duduk, kini Alan mulai merebahkan tubuh lelahnya di atas ranjang. Tubuh yang masih terasa sakit jika ia terlalu banyak bergerak.
"Sepertinya aku memang harus melatih tubuh Andrew agar tidak selemah ini." Alan coba memejamkan matanya. Namun tak lama berselang, suara langkah kaki terdengar semakin mendekat ke arahnya. "Sepertinya ada yang datang."
Baru saja selesai mengatakan hal itu, suara ketukan pintu pun mulai terdengar. Membuat Alan seketika langsung bangkit dari posisi duduknya untuk kembali duduk di tepi ranjang.
"Silahkan masuk!" jawab Alan.
Pintu kamar terbuka, seorang pria dengan stelan jas tampak berdiri di ambang pintu dan mulai menyapa Alan dengan ramah. "Hai, Andrew. Apa saya mengganggu waktu istirahatmu?" tanya Jeff dengan senyum di kedua
"Tidak, Tuan Jeff. Ada apa ya?" jawab Alan diakhiri sebuah pertanyaan akan maksud kedatangan Jeff.
Jeff pun mulai melangkah menuju sebuah sofa yang berada tepat saling bersebelahan dengan ranjang di mana Alan duduk. "Saya ingin berterima kasih karena kamu telah menyelamatkan putri saya. Saya juga minta maaf karena tidak sempat menemui kamu waktu di rumah sakit. Saat itu, mendadak ada urusan kantor yang tidak bisa saya tunda."
"Tidak perlu minta maaf, Tuan Jeff. Lagipula putri Anda selalu menemani saya di rumah sakit. Jadi saya rasa itu sudah cukup mewakilkan."
"Kamu ini memang pemuda yang baik. Sepertinya selama ini saya sudah salah menilaimu," puji Jeff yang selama ini selalu memandang rendah Andrew.
"Memang sebelumnya Anda menilai saya seperti apa, Tuan?" tanya Alan penasaran.
"Saya pikir, kamu itu mendekati Laura hanya karena kamu menginginkan harta saya saja. Kamu pasti tahu, kan? Kalau Laura adalah putri semata wayang saya. Itu artinya, seluruh harta dan aset-aset yang saya punya pasti akan saya wariskan kepada putri saya," ungkap Jeff. Membuat Alan mulai menghubungkan semua itu dengan peristiwa penculikan yang menimpa Laura.
"Mungkin ini alasannya, kenapa Laura sampai diculik? Sekarang aku sudah mulai curiga jika ini adalah rencana dia," batin Alan yang masih menduga-duga setelah menganalisa dari apa yang dikatakan oleh Jeff.
Setelah sempat bergelut dengan pikirannya, kini Alan pun kembali melihat Jeff yang tengah menunggu jawabannya. "Saya tahu kalau Laura adalah anak satu-satunya di keluarga ini, tapi saya sama sekali tidak punya pikiran apa pun. Apalagi sampai memikirkan masalah harta. Alasan saya bisa dekat dengan Laura murni karena saya mencintainya. Tidak ada alasan lain di balik itu," ungkap Alan menjawab perkataan Jeff setelah sempat bergelut dengan pikirannya tentang penculikan Laura.
"Sekarang saya baru mengerti setelah saya melihat sendiri kondisi kamu di rumah sakit. Kamu terluka sangat parah hanya demi menyelamatkan putri saya. Hal yang mustahil dilakukan oleh pria yang hanya memandang harta sebagai tujuannya. Sekarang saya merestui hubungan kalian, tapi pesan saya, tolong jaga putri saya! Jangan sakiti dia dan saya juga berharap kejadian kemarin itu tidak lagi terulang."
"Tuan, tenang saja. Saya pasti akan menjaga putri Anda dengan baik," jawab Alan penuh keyakinan.
"Ya sudah kalau begitu. Saya tinggal dulu agar kamu bisa melanjutkan istirahatmu!"
"Terima kasih karena Anda sudah mengizinkan saya untuk bisa tinggal di sini sementara waktu," jawab Alan dengan senyum yang mengembang.
"Tidak perlu berterima kasih, Andrew. Ini sudah sepantasnya kamu dapatkan setelah semua yang telah kamu lakukan. Keberanianmu dalam menyelamatkan putri saya, benar-benar membuka pikiran saya bahwa selama ini saya telah salah menilaimu. Sekarang anggap saja ini rumahmu sendiri ya, tidak perlu sungkan!" Jeff pun mulai bangkit untuk keluar dari kamar. Namun baru beberapa langkah, pria itu kembali melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat Alan seketika bingung untuk menjawabnya.
"Oh ya, waktu itu kamu bilang tentang agen MI6, apa kamu memang pernah menjadi agen MI6?" tanya Jeff memutuskan kembali duduk di sofa.
"Sekarang aku harus jawab apa? Waktu itu aku tidak sengaja mengatakannya," batin Alan penuh dilema.
"Andrew, kenapa kamu malah diam saja? Apa kamu tidak mau jujur sama saya?" tanya Jeff penasaran.
"Sebaiknya aku tidak usah menjawabnya," gumam Alan memutuskan.
"Daripada membahasa hal itu, mungkin pembahasan ini jauh lebih penting, Tuan." Alan coba mengalihkan pembicaraan agar ia tak perlu menjawab pertanyaan Jeff tentang statusnya sebagai agen MI6.
"Pembahasan apa? Tentang apa?" tanya Jeff sambil mengedikkan bahunya dengan raut wajah yang mengerut heran.
"Penculikan Laura sepertinya adalah sebuah rencana yang memang sudah direncanakan sejak lama. Kalau saya tebak, ini ada kaitannya dengan harta yang Tuan miliki."
Spontan saja perkataan Alan langsung membuat Jeff sangat terkejut. Pria itu bahkan sampai menegakkan posisi duduknya yang sebelumnya bersandar pada sandaran sofa. Kini sambil menatap wajah Andrew dengan sorot matanya yang tajam, pria itu pun balik bertanya mengenai apa yang baru didengarnya.
"Maksud kamu? Penculikan Laura adalah rencana dari seseorang? Siapa? Katakan! Aku pastikan orang itu akan menanggung akibat dari segala perbuatannya. Dia benar-benar sudah membahayakan nyawa putriku! Aku tidak akan pernah memaafkannya." Dengan sangat tegas dan penuh penekanan, Jeff mengatakan hal itu kepada Alan.
"Apa Anda bisa menghukum orang itu? Saya rasa Anda mungkin bisa berubah pikiran setelah mengetahuinya atau bahkan Anda akan menjadi tidak tega padanya."
"Ini benar-benar membingungkan. Sebenarnya apa maksud kamu, Andrew?"
"Maksud saya, orang yang sengaja ingin melenyapkan putri Anda adalah seseorang yang sangat dekat dan memiliki akses untuk melihat CCTV di rumah ini dari ponselnya. Makanya, orang itu bisa mengetahui saat Laura keluar dari rumah."
"Siapa orangnya? Katakan!" titah Jeff yang mulai tersulut amarahnya. Terlebih Alan mengatakan bahwa dalang di balik penculikan putrinya adalah orang-orang yang dekat dengannya.
"Sebenarnya kau sudah bisa menebaknya, Tuan. Hanya saja hatimu masih ragu untuk mengakuinya," jawab Alan sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Apa benar Diana?" batin Jeff masih tak percaya jika wanita yang telah dinikahinya dalam satu tahun ini adalah otak di balik penculikan putrinya.
Bersambung ✍️