• Sebuah Tantangan
Ye Shao tidak tau kalau kediaman Meng Gu Cao itu sebenarnya terletak di atas sebuah gunung, begitu dia melihat bangunan seperti kuil di atas gunung, dia merasa takjub.
“Wah... Bangunan yang sangat keren,” ucap Ye Shao terpukau.
“Walaupun terlihat seperti sebuah kuil, tapi sebenarnya itu adalah kediaman Ketua Meng Gu Cao, di sana juga dijadikan tempat pelatihan seni beladiri keluarga. Kita akan kesana sebentar lagi,” jawab Hao Di.
“Jadi disana tujuan kita? Wah... Paman Di, aku sangat tidak sabar.”
Mobil di parkirkan di bawah kaki gunung, disana terdapat sebuah lahan parkir bagi kendaraan, tidak ada jalan lain untuk kendaraan, yang artinya... Pemberhentian terakhirnya adalah di bawah kaki gunung.
“Paman? Kenapa jalannya berakhir disini?”
“Ketua Meng melarang semua muridnya pergi menggunakan kendaraan, semua murid harus berjalan kaki dari sini, melewati tangga untuk sampai ke puncak pelatihan. Ketua Meng melatih stamina murid-muridnya seperti itu. Bahkan aku juga melakukannya,” jawab Hao Di.
“Be-begitu ya,” ucap Ye Shao.
“Gunungnya sangat tinggi, harus naik berapa ratus anak tangga untuk bisa sampai ke tempat itu? Tak apa! Lagi pula aku cukup percaya diri dengan staminaku, selama ini aku pulang pergi ke sekolah dimana rumahku yang letaknya di atas bukit, dan aku tidak pernah merasa kelelahan sedikitpun,” kata Ye Shao dalam hati sambil melihat ke arah kuil di atas gunung.
“Ye Shao... Kau tidak perlu khawatir, kau adalah seorang tamu, dan kau bukan murid di sini, jadi kau tidak akan naik lewat tangga.”
“Eh? Jadi aku tidak perlu menaiki tangga, Paman?”
“Ayo... Ikuti aku!” balas pengawal Kakek Meng itu sambil berjalan menuntun Ye Shao ke suatu tempat.
Suasana pegunungannya begitu terasa, walaupun siang hari tapi begitu gelap dan sejuk, itu karena pepohonan yang masih rimbun dan hijau. Suara-suara bising serangga, bau buah-buahan yang telah matang.
“Ye Shao, maaf... Disini banyak sekali serangga, ku harap kau tidak terganggu.”
“Tidak Paman Di, suasana di sini tidak jauh dari hutan kecil di belakang rumahku.”
“Semua tamu yang datang untuk menemui Ketua, pergi ke atas menggunakan ini,” ucap Hao Di sambil memperlihatkan sebuah gondola atau yang di kenal sebagai sebuah kereta gantung.
“Naiklah, Ye Shao. Tidak banyak orang yang memiliki pengalaman dengan benda ini,” kata Pengawal Kakek Meng itu sambil tersenyum.
“Paman benar, ini baru pertama kalinya aku naik benda seperti ini.”
Semakin tinggi, pemandangan semakin meluas dan semakin jelas. Semakin dekat pula dengan kediaman Meng Gu Cao, semakin mengerti pula Ye Shao tentang betapa megahnya tempat itu.
Bangunan kuno yang masih sangat terawat dengan baik, ada juga murid-murid dengan seragam serupa tengah berbaris rapi dan berlatih dengan giat.
Bukan hanya Ye Shao yang melihat pada murid-murid itu, tapi mereka juga melihat pada Ye Shao. Pandangan mereka teralihkan oleh gondola yang bergerak semakin mendekat.
“Lihat! Tamu Guru telah tiba, kita harus bersiap untuk memberinya sambutan.”
“Semuanya bersiap! Lakukan seperti apa yang telah kita sepakati! Jangan buat nama besar Guru di permalukan!”
Para murid itu dengan semangat pergi ke tempat di mana gondola itu akan berhenti. Mereka sangat kompak berbaris, bahkan mereka sangat teratur dan terlihat begitu rapi karena mereka mengatur berdasarkan tinggi badan.
Tanpa melihat siapa yang turun dari gondola itu, murid-murid dari Meng Gu Cao membungkuk dan memberi salam.
“Hormat pada Seni0r! Selamat datang di perguruan Keluarga Meng kami! Kami menyambut Seni0r dengan sangat terbuka!” seru para murid itu dengan serempak.
Ye Shao begitu kaget hingga dia tidak tau harus merespon seperti apa. Ye Shao hanya bisa menggaruk kepalanya melihat sambutan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
“Paman Di? Aku harus bagaimana? Apa Kakek Meng menyiapkan ini semua untukku?” bisik Ye Shao.
“Tidak, Ketua tidak pernah menyuruh mereka. Mungkin ini adalah inisiatif dan antusiasme mereka sendiri,” balas Hao Di yang juga berbisik.
“Lalu aku harus apa?”
Melihat para murid yang terus membungkuk pada Ye Shao, menbuat dirinya semakin tidak nyaman.
“Hmm... Tidak kah sebaiknya kau mengatakan pada mereka terimakasih untuk sambutan yang telah mereka siapkan.”
“Baiklah, aku akan melakukannya.”
Ye Shao menarik nafas, mencoba untuk tenang, dia mencoba berwibawa agar tidak membuat dirinya sendiri malu di hadapan kerumunan murid Meng Gu Cao itu.
“Ehhhmm!! Terimakasih atas sambutannya!”
“Kalian semua boleh...”
Mendengar suara yang tidak seperti suara seorang pria tua membuat para murid Meng Gu Cao terkejut dan segera mengangkat kepala mereka.
“Mengangkat kepala... Kalian?”
Para murid yang usianya tidak jauh daripada Ye Shao, bahkan beberapa dari mereka lebih tua. Kini mereka semua saling bertatapan dengan Ye Shao, dan suasanya menjadi canggung.
“Hai...” kata Ye Shao sambil melambaikan tangan dengan wajah bod0h.
Salah satu murid melihat pada Hao Di, Hao Di yang melihat murid itu terlihat kesal segera memalingkan wajahnya.
“Maaf Nona, tapi aku tidak bersalah dalam hal ini,” kata Hao Di dalam hati.
“Apa yang dilakukan Paman Hao? Kenapa dia malah membawa seorang bocah naik gondola, sudah tau benda itu hanya untuk tamu penting. Tidak ada Tuan Muda di seluruh provinsi ini yang di perkenankan menaikinya, bagaimana Paman Hao malah mengajak bocah dengan tampang bod0h itu naik? Dasar!” ucap Nona yang melirik ke arah Hao Di, dalam hatinya.
“Siapa kau? Anak kecil sepertimu tidak boleh naik gondola itu, itu hanya untuk tamu Kakek,” Nona itu maju dan melangkah dengan sikap yang begitu arogan.
“Anak kecil? Bukannya kita seumuran? Gadis ini terlalu angkuh. Tapi dia memanggil Kakek? Apa maksudnya Kakek Meng, jadi gadis ini sebenarnya adalah cucunya?” pikir Ye Shao.
“Namaku Ye Shao. Aku... Tamunya Kakek Meng.”
“Kau bilang apa?! Kau pikir bagaimana dirimu bisa menjadi tamu Kakekku? Dia tidak berteman dengan seorang bocah, jika kau Tuan Muda yang di kirim oleh ayahmu untuk menggantikannya menemui kakek, sebaiknya kau turun dan mulai masuk melewati tangga.”
Hao Di mendekati Ye Shao dan mulai berbisik di telinganya.
“Ye Shao, itu adalah Nona Meng Bingbing, cucunya Ketua Meng, dia adalah murid terbaik di perguruan ini. Sikapnya memang arogan, kau harus berhati-hati.”
“Paman... Aku mengerti,” balas Ye Shao.
“Kenapa kau masih diam disini? Cepat turun dan mulai naik dari tangga! Jika kau tidak mau, maka kau bisa pulang. Kau bisa menitipkan pesan ayahmu padaku, Tuan Muda Generasi kedua yang manja,” kata Meng Bingbing.
Semua murid lalu tersenyum ketus melihat Ye Shao.
“Ye Shao... Nona sangat tidak menyukai putra generasi kedua, dia menganggap bahwa tuan muda generasi kedua adalah orang pemalas yang hanya mewarisi hasil kerja keras dari ayah mereka. Kuharap kau tidak tersinggung,” bisik Hao Di.
“Aku mengerti, Paman.... Tersinggung? Tidak, tapi Nonamu ini harus di beri pelajaran.”
“Ye Shao...”
“Masih diam? Tidak mau menyampaikan pesan ayahmu? Apa kau lebih memilih naik tangga? Tapi... Apa kau kuat, Tuan Muda?” ucap Meng Bingbing dengan senyum yang memprovokasi.
“Kakak Bing, apa yang kau harapkan dari Tuan Muda yang bahkan saat mereka bangun tidur, seseorang sudah menyiapkan baju dan juga s**u di meja mereka.”
“Meminta seorang Tuan Muda naik tangga, dia akan jatuh di tangga kelima. Kemudian dia akan menangis dan merengek meminta kompensasi.”
“Hahahah....”
Ye Shao terlihat menerima setiap kalimat tidak mengenakkan yang di arahkan terhadap dirinya. Hao Di yang melihat hal itu merasa khawatir menyinggung perasaan Ye Shao.
“Dasar bocah-bocah tidak tahu diri, memangnya mereka berpikir sedang bicara dengan siapa? Tuan Muda Ye adalah orang yang paling di hormati oleh Ketua. Selama aku mengikuti ketua, aku tidak pernah melihat beliau membungkuk tiga kali. Hanya pada Tuan Muda Ye, Ketua menjaga sikapnya,” kata Hao Di dalam hati.
“Cihh... Ku kira apa? Ternyata hanya sekumpulan bayi yang meremehkan orang lain hanya karena penampilan mereka,” kata Ye Shao dengan lagak yang bahkan lebih arogan lagi.
“Kalian pikir kalian semua itu hebat? Dengan mengenakan seragam seperti murid dari Shaolin, kalian pikir sudah bisa menekan orang lain? Tapi yah... Tong yang kosong akan selalu nyaring bunyinya, sama seperti kalian semua.”
“Dan Nona yang sedang berada di tengah, Cucu Kakek Meng? Orang yang paling berlagak songong disini, yang omongannya lebih keras. Bahkan dia lebih kosong lagi,” imbuh Ye Shao.
Perempuan itu naik pitam, begitu pula dengan para murid yang mendengar perkataan Ye Shao yang lebih kasar di arahkan pada mereka.
“Ye Shao? Apa yang kau lakukan? Astaga! Sekarang bahkan keadaannya menjadi semakin buruk,” pikir Paman Di di samping Ye Shao.
“Nona, namamu Meng Bingbing, kan. Paman Di baru saja mengatakannya padaku.”
Ye Shao melangkah perlahan, berjalan membusungkan d**a dengan tingkah yang sangat sombong.
“Paman Di bilang kau adalah murid terbaik disini. Pantas saja cara bicaramu itu begitu besar. Jika kau memang percaya diri dengan kemampuanmu itu, bagaimana jika kita taruhan?”
Wajah Ye Shao berhenti di depan wajah Meng Bingbing yang menekuk alis menatap dirinya dengan kesal.
“Kita akan balapan menaiki tangga, jika kau tidak naik lebih cepat dariku... Kau akan jadi bud4kku. Seberapa lama itu? Dihitung dari seberapa banyak tangga yang bisa ku jajaki.”
“Hmmph!!! Seorang Tuan Muda, dari mana kepercayaan diri itu berasal? kau menantang Meng Bingbing yang sudah bertahun-tahun naik turun tangga itu dengan kakinya sendiri. Ini seperti kau menggali kuburanmu sendiri.”
“Jika aku menang, aku tidak sudi menjadikanmu bud4k, sebagai gantinya, aku akan memukulmu, menendangmu, dan mencabikmu sebanyak tangga yang bisa ku jajaki,” balas Meng Bingbing.
“Tidak ada yang boleh mengganggu kesepakatan kita, tidak boleh lari dan harus bertanggung jawab. Hari ini kita bersumpah pada surga, jika salah satu melanggar maka akan di sambar petir,” kata Meng Bingbing.
Ye Shao tersenyum tenang, kemudian dia menjabat tangan gadis itu.
“Deal!!!”
****