Gede Rasa

1756 Kata
• Gede Rasa Tak hanya berhasil mendapatkan sebuah Tungku Penyulingan Obat, Ye Shao juga berhasil membawa pulang kepercayaan mutlak dari seorang Kakek tua terpandang, Meng Gu Cao. Dengan Kakek Meng yang berhasil dia rangkul, relasi yang dimiliki Ye Shao akan menjadi semakin luas, dengan begitu akan mudah menyebarkan pengaruhnya. Dengan semakin banyaknya pengaruh yang ia dapat, maka semakin banyak keuntungan yang bisa ia raih. “Lewat Kakek Meng aku bisa belajar banyak hal, tapi kesimpulan yang aku dapat dari semua yang kupelajari hanya satu. Keuntungan yang tiada batas!” Sambil melihat langit-langit Ye Shao merebahkan dirinya di atas kasurnya yang lembut, memikirkan banyak hal, terutama hal apa yang bisa ia lakukan. “Herbal yang tumbuh liar di dalam gudang harta saja bisa di hargai lebih mahal dari ginseng yang berusia lebih dari seratus tahun. Bukankah kalau aku menjual semua itu, kekayaan yang aku dapat akan lebih banyak daripada apa yang di dapat oleh Pak Tua Ye Tianlong. Haha... Jalan menjadi patriark keluarga Ye tidak pernah aku sangka akan menjadi semudah ini,” pikir Ye Shao. “Kaisar Bintang Huang Pu Yun Shao... Ntah itu takdir yang mempertemukan kita, atau hanya sebuah kebetulan belaka. Hanya satu hal yang bisa aku katakan padamu, aku sangat bersyukur... Berkatmu aku sadar dan dapat melihat kekuranganku.” “Kaisar... Semua lubang yang aku buat, telah kau tutupi dengan sempurna...” “Terimakasih.” Kemudian Ye Shao terlelap tanpa ia sadari. “Bangun... Ayahanda bangun... Kau harus melihat ini,” samar-samar kalimat itu di dengar oleh Ye Shao. Meskipun dia tidak tau siapa itu, tapi dia paham bahwa suara yang sayup-sayup terdengar itu adalah suara seorang gadis kecil. Ye Shao membuka matanya untuk memastikan sendiri, tapi ketika matanya ia buka tempat awal yang dia saksikan sangat berbeda dengan tempat terakhir yang ia pandang. Jelas kain sutra lembut dengan warna cerah di hadapan matanya bukanlah sesuatu yang sengaja di gantung di langit-langit kamarnya. Kasur yang begitu luas yang ia raba juga bukan kasur yang biasa ia tiduri. Ye Shao terbangun menghadap sebuah cermin besar, tapi yang ia lihat bukan wajahnya, melainkan wajah sang Kaisar Bintang. Sontak Ye Shao kaget... Pemuda itu tersadar dengan keadaan keringat dingin membasahi wajah dan juga punggungnya. Ye Shao terengah-engah, kemudian dia mencoba untuk bersikap tenang. Perlahan ia menjatuhkan dirinya ke atas kasur dan membenamkan wajahnya sendiri ke bantal. “Siapa diriku? Huang Pu Yun Shao... Atau Ye Shao...” **** Ye Shao menjadi orang tercepat yang sampai di kelas pada hari itu, semua siswa lain dapat melihat dirinya hanya terdiam, semenjak Ye Shao pertama kali duduk di kelas, dia hanya menggunakan kedua tangannya untuk menopang dahi. “Kenapa?” “Ntahlah... Tapi sejak aku datang ke kelas dia sudah seperti itu, sepertinya dia memikirkan sesuatu yang berat.” “Ah... Aku mengerti, bukankah kita akan segera melakukan Ujian Akhir, dua bulan... Tapi itu akan menjadi segera. Ye Shao adalah ranking terakhir, dia adalah kandidat tidak lulus yang paling jelas.” “Ya... Aku juga berpikir ini tentang nilai, seorang Tuan Muda dari keluarga kelas atas, tidak lulus, dan menjadi satu-satunya yang tidak bisa lulus. Bayangkan tekanan seperti apa yang akan dia hadapi.” Tapi bukan hal itu yang di pikirkan oleh Ye Shao. “Namaku Ye Shao, aku lahir di kota M pada bulan Februari tanggal dua di tahun dua ribu tiga. Nama ayahku adalah Ye Tianlong, nama ibuku adalah Wen Rou, Nona Dong adalah nama pengasuhku. Aku pernah memasukkan sikat gigi Pak Tua Ye ke toilet, tanpa mencucinya aku menaruh kembali sikat itu ke tempatnya. Kemudian Pak Tua Ye sakit tepat setelah hari dimana aku menjatuhkan sikatnya.” “Aku pernah menaruh celana dalam Nona Dong di tas kerja Pak Tua Ye, Ibu tidak sengaja menemukan benda itu. Kemudian kesalah pahaman besar terjadi, hal itu yang membuat ibu manarikku pergi ke rumah keluarga Wen.” “Aku ingat semua kejadian yang pernah aku alami, aku adalah Ye Shao, aku bukan orang lain.” “Kenapa aku menanyakan siapa diriku? Ini seperti aku mulai ragu akan keberadaanku. Mimpi itu benar-benar membuatku merasa tidak nyaman. Kekuatan yang ku miliki secara tidak sengaja, apakah itu berkah... Atau sebenarnya adalah sebuah kutukan?” Merasa bingung, Ye Shao mengusap-usap rambutnya dengan cepat hingga membuatnya berantakan. Sebuah tangan yang lembut kemudian membelai rambut Ye Shao, dengan sela-sela jari lembut itu, rambut yang berantakan di rapikan secara perlahan-lahan. “Masih ada waktu, jika kau mau... Aku akan membantumu belajar!” ucap seorang gadis dengan sangat optimis. “Masih belum terlambat, mari gunakan sisa waktu yang kau miliki untuk belajar dengan serius, aku yakin kau bisa lulus, Teman Sekelas Ye!” imbuh gadis yang tidak lain adalah Xia Ning Chan. Angin seakan-akan berhenti, cuitan burung serasa tak terdengar lagi. Senyap, dunia menjadi hening seketika. Xia Ning Chan yang di kenal sebagai orang yang tidak mungkin bicara sebelum ada orang yang mengajaknya bicara duluan, Tiba-tiba memulai sebuah pembicaraan. “Kita selalu menjadi orang yang menyapa Dewi Xia.” “Dewi Xia akan menyapa kita kembali dengan ramah ketika kita melakukannya.” “Kita para pengagum Xia Ning Chan yang paling mengerti bagaimana sikap dewi kita, dia bukan orang yang akan memulai pembicaraan terlebih dulu. Batas pembicaraan yang pernah aku lakukan dengan Dewi Xia saja sebatas saling sapa.” “Itupun Dewi Xia hanya menjawab Hai selamat pagi atau dia akan bilang hari yang indah.” “Mendapatkan senyum dari Dewi Xia saja adalah berkah, tapi Ye Shao ini... Dia mendapat kepedulian dari sang dewi. Tidak hanya berkah, tapi dia sudah menjadi orang yang di berkati.” Semua anak laki-laki di kelas mulai melihat Ye Shao dengan perasaan cemburu, bagaimanapun juga perlakuan Xia Ning Chan pada Ye Shao itu memantik rasa iri. Tak hanya Dewi mereka memulai pembicaraan terlebih dulu, tapi Dewi mereka bahkan sampai membelai rambut Ye Shao. “Sial, harusnya aku menjadi orang yang bodoh saja.” “Kau benar, kenapa nilai kita semua berada di atas rata-rata?” “Teman sekelas Xia... Kau sedang apa?” tanya Ye Shao, dia mendongakan kepalanya sedikit untuk melihat Xia Ning Chan yang berdiri tepat di depannya. Tatapan Polos Ye Shao pada Xia Ning Chan membuat gadis itu sangat bersemangat, sejak Ye Shao tersenyum pada Xia Ning Chan dengan cara yang normal, gadis itu telah jatuh hati. “Aku sedang menghiburmu,” jawab gadis itu dengan singkat. Perasaan cemburu, iri dan jengkel bercampur menjadi satu. Jika kalian berada di dalam kelas Ye Shao pada saat itu, mungkin kalian dapat mendengar suara pulpen yang patah, tak hanya satu, tapi suara pulpen itu seperti saling bersahutan. “Kenapa?” tanya Ye Shao dengan wajah bingung. “Karena kau tampak sangat kesulitan, kau kehilangan semangat karena ujian akhir sudah dekat. Kau pasti sedang memikirkan bagaimana dengan nilaimu, kan?” ucap Xia Ning Chan, dia mengambil kursi yang ada di belakangnya, membalik kursi itu dan duduk di atasnya. “Pasti sulit sekali, bukan? Hidup menjadi seorang Tuan atau Nona Muda dari keluarga terpandang. Akupun merasakan hal seperti itu dulu, orangtuaku menuntut agar aku menjadi yang terbaik, aku harus belajar etika, belajar bersosialisasi, dan banyak hal lain yang sebenarnya tak ingin ku pelajari, tapi tetap harus aku kuasai.” “Aku tertekan pada awalnya, bagaimanapun juga aku hanyalah seorang gadis kecil saat itu. Tapi seiring waktu aku mulai menyadari, menjadi Tuan atau Nona Muda dari Keluarga Besar, butuh tanggung jawab yang besar pula. Kita dibebani oleh nama yang harus dijaga.” “Jika kau sampai tidak lulus, maka nama Keluarga Ye akan tercoreng, mereka pasti berpikir Tuan Ye Tianlong memiliki anak yang tidak kompeten, hal itu bisa mempengaruhi ayahmu dalam banyak hal, kau pasti tidak ingin itu terjadi, kan? Itu sebabnya kau terbebani dan bersikap keras pada dirimu sendiri,” ujar Xia Ning Chan sambil memperagakan bagaimana Ye Shao memberantakan rambutnya tanpa menyentuh rambut. “Kau salah,” ucap Ye Shao. “Eh? Apa?” “Aku sama sekali tidak memikirkan sesuatu seperti itu,” jawab Ye Shao. “Be-begitu ya... Hehe... Ku kira kau...” perlahan Xia Ning Chan memalingkan wajahnya dan berbalik dengan perasaan malu. “Dewi Xia ke-GR-an.” “Dia ke-GR-an.” “Benar, dia pasti ke-GR-an.” Pergejolakan hebat terjadi dalam diri gadis itu, baru kali ini dia mengalami guncangan mental yang biasa di sebut sebagai... Rasa malu. “Sial, apa yang aku lakukan? Aku datang dengan rasa percaya diri yang besar hingga aku ingin menyombongkannya, aku yakin dengan apa yang aku lakukan. Aku merasa benar tapi kenyataannya... Aku salah? Seseorang tolong bunuh aku,” ucap gadis itu dalam hatinya dengan sangat pesimis. “Teman sekelas Xia... Aku sama sekali tidak memikirkan soal nilai ataupun ujian akhir itu. Aku hanya merasa sedang ragu pada diriku sendiri. Aku merasa ada orang lain, selain diriku di dalam sini,” kata Ye Shao. Xia Ning Chan terhenti. “Apa ini? Ye Shao... Apa dia sedang membuka dirinya untukku? Dia mau aku mendengarkan curhatannya. Sudah kuduga, dia pasti tertarik juga padaku. Bagaimanapun aku adalah gadis paling mempesona di sekolah ini,” pikir Xia Ning Chan. Xia Ning Chan berbalik dan kembali menarik kursinya, dia duduk di hadapan Ye Shao sekali lagi, tapi kali ini dia seperti membuat pesonanya lebih keluar, dengan cara bersikap lebih anggun. “Ehmmm... Jadi kau sedang mengalami konflik batin dengan dirimu sendiri? Semua orang pasti mengalaminya, aku pun pernah sebelum akhirnya aku berhasil melewati masa itu. Aku cukup percaya diri untuk memberimu saran, Teman Sekelas Ye.” Ye Shao menjetik-jentikan jarinya, memberi isyarat pada Xia Ning Chan untuk mendekat. “Eh? Apa ini? Apa Ye Shao malu untuk mengatakan masalahnya? Apa dia tidak ingin orang lain juga ikut tau masalah yang dia alami? Apa dia percaya padaku sehingga hanya aku yang di perkenankan untuk mendengar masalahnya? Tidak banyak orang yang Ye Shao kenal di kelas ini, bahkan semua orang menjauhinya. Aku... Aku bisa dekat dengan Ye Shao!” kata gadis itu dalam hati, ke optimistisannya kembali namun... Xia Ning Chan mendekatkan kepalanya pada Ye Shao, kemudian pemuda itu berbisik. “Sebenarnya aku hanya mengatakan hal itu tanpa berpikir panjang. Kau baru saja curhat padaku, kan? Tapi kau nampaknya salah paham dengan masalah yang aku alami. Jujur saja teman sekelas Xia... Semua orang memperhatikanmu, dan apa yang baru kau lakukan itu cukup memalukan.” “Aku sedang berpura-pura curhat padamu, agar kau tidak merasa terlalu malu. Maaf ya... Hehe,” ucap Ye Shao. Wajah gadis itu memerah, baru kali ini dia merasa di permainkan oleh seorang pria. Perasaan gadis itu seketika langsung kesal, dia ingin marah pada Ye Shao, tapi bel masuk berbunyi. Seorang guru masuk membawa sebuah berita yang cukup mengejutkan bersamanya. Apa itu... Mungkin kalian bisa menebaknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN