Bab 06. Berakhir

925 Kata
"Tolong dengarkan aku, Brian! Please ...." Karin meraih lengan mantan tunangannya dan memohon. Wajahnya penuh dengan ketidakberdayaan dan juga berharap kalau laki-laki dihadapannya mau mengerti dirinya. Namun, tidak. Tangannya ditepis dan laki-laki yang dipanggilnya Brian itu bahkan sedikit mendorongnya. "Mendengar apa?!" bentak Brian dengan rasa kecewa yang mendalam. Bagaimana tidak. Mereka baru saja melangsungkan pertunangan, tapi beberapa minggu kemudian dan sekarang, kekasihnya Karin malah menikah dengan orang lain secara tiba-tiba. "Mendengar bagaimana kamu mengkhianati dan sudah menghina keluargaku? Kamu pikir setelah semua ini aku dan keluargaku bisa melupakan semuanya, bisa menganggapnya bukan masalah besar?!" Brian menatap gusar, seraya mengusap rambutnya kasar kebelakang. "Kau!" ujar Brian menekan sambil menunjuk Karin dengan telunjuk, dan menatapnya tajam. "Perempuan penghianat dan tidak punya perasaan. Aku pikir polos, ternyata kau perempuan iblish yang tidak punya hati. Cinta dan semua janji manismu selama ini ternyata cuma bualan semata!" Karin geleng kepala. Wajahnya tampak sedih dan terluka mendengar mantannya sangat kecewa dan enggan mempercayainya. "Aku juga tidak mau melakukan hal itu dan melukaimu, Brian. Aku terpaksa. Ayah dijebak sampai terancam masuk penjara. Dia bahkan tidak bekerja lagi karena kasus itu dan agar ayah berhenti mendapat tuntutan, aku terpaksa menikah dan mengkhianati kamu," ujar Karin memberitahu. Awalnya Brian terlihat diam, seperti sedang memikirkan ucapan Karin dan seolah akan mempercayai. Namun, beberapa detik kemudian, Brian terkekeh sembari bertepuk tangan. "Drama yang bagus, tapi maaf aku bukan laki-laki bodoh yang dengan mudah kau tipu!" ungkap Brian. Dia menarik pergelangan tangan Karin tanpa babibu, lalu mengambil cincin dari jari manisnya. Ternyata meski menikah gadis ini masih menggunakan cincin tunangan mereka ketimbang cincin pernikahan. Sayang sekali, hati Brian tak tersentuh dengan hal itu. Dia terlanjur muak pada Karin. Mengambil cincinnya kembali dan menghempaskan tangan Karin. "Mulai saat ini kita putus, aku tidak sudi menjalin hubungan dengan istri orang. Berhenti mengganggu hidupku, dan bahagialah dengan suami barumu yang kaya raya itu!" "Brian!!" panggil Karin saat mantan kekasihnya itu berbalik hendak meninggalkannya. Namun, laki-laki itu enggan berhenti dan membuat Karin merasa lemas. Tubuhnya mendadak kaku dan tak berdaya. "Bagaimana, apa kekasihmu masih menginginkanmu? Ckckck, sudahlah Karin. Terima saja nasibmu. Menjadi istriku juga hal yang menguntungkan untukmu," ujar Adrian tiba-tiba muncul dari belakang Karin. Karin menghela nafasnya kasar berbalik, dan menatap suaminya dengan kesal. "Apa kau sudah puas? Senang akhirnya bisa merusak hubungan orang lain. Hari ini aku yang menangis karena ditinggalkan oleh orang yang aku cintai, tapi ingatlah Tuan Adrian, suatu hari nanti mungkin adikmu yang merasakannya dan bahkan lebih buruk. Brian mungkin tidak bisa aku miliki lagi, tapi adikmu, apa kamu pikir Brian bisa mencintainya?" "Berhenti bicara perempuan sialan!" umpat Adrian yang justru jadi kesal. "Lebih baik kau ikut aku!" Adrian menarik Karin dan membawanya ke tempat kerja laki-laki itu. Mereka langsung ke ruang kerja khusus untuk CEO. "Sebagai pelayan pribadiku, mulailah membersihkan tempat ini dan jangan sampai meninggalkan setitik debu pun!" perintah Adrian dengan bossy. "Cepat! Lakukanlah dengan baik. Ingat masalah ayahmu! Hutang tidak bisa lunas dengan pernikahan kita, tapi kau harus melakukan tugasmu sebagai pelayan dan jika aku butuh, jadilah penghangat ranjangku!" jelas Adrian. Karin begitu muak mendengar kalimat itu, sudah lebih dari seminggu, tapi Adrian masih saja betah menggunakan kalimat ancaman yang sama untuk menekannya. "Sayang kamu kok sulit di--" Seorang wanita tiba-tiba menyelinap masuk, tanpa izin. Di mengerutkan dahi dan menatap Karin dengan bingung. "Siapa dia, kenapa perempuan ini berada di ruang kerjamu, bukankah kau paling tidak suka orang asing masuk kemari selain sekretarismu dan OB di kantor ini?" Adrian melirik Karin sekilas. Sebenarnya dia kurang suka dengan sosok yang baru datang. Dia itu adalah putri dari teman ibunya, mereka dijodohkan Rini, tapi sampai sekarang Adrian tak mengiyakannya. Namun, kali ini kehadiran wanita itu membuat Adrian punya ide untuk memanas-manasi Karin. Dia tersenyum menyeringai dan menghampiri wanita itu. "Dia cuma pela--" "Istrinya! Aku istrinya, kenapa? Harusnya di sini aku yang bingung, bagaimana wanita asing tiba-tiba masuk ke ruang kerja suamiku, apa kalian berselingkuh?!" jawab Karin menyela dan tiba-tiba menghadang Adrian. Wanita itu langsung menggelengkan kepala, sementara Adrian masih dalam keterkejutannya. Tak menyangka jika Karin istrinya yang suka menurut di atas ancamannya, cukup berani mengungkapkan fakta tersebut. "Tidak mungkin, aku tunangannya kau pasti ngaku-ngaku? Dasar jala**!!" Wanita itu menoleh dan meminta penjelasan Adrian. "Jawab sayang, katakan sejujurnya, wanita ini pasti bicara omong kosong!" "Kamu bena--" "Mas!" Tiba-tiba Karin mengubah nada suaranya. Berbalik, sambil mengikis jarak diantaranya dan Adrian lalu mengusap dad* bidang suaminya. "Apa kamu benar-benar berselingkuh, setelah janji manis dan anak ini?" ujar Karin sambil membawa telapak tangan Adrian ke perutnya. Hal itu membuat Adrian lebih terkejut lagi, tapi dia tak menyerah, dan menginginkan Karin menyadari posisinya. "Dia cuma pela--" Tiba-tiba Karin menciumnya sampai Adrian berhenti bicara, dan sebenarnya Adrian ingin mendorongnya. Namun, anehnya dia malah tak bisa mengendalikan diri. "Hiks-hiks, apa yang kalian lakukan?" kaget wanita itu. Namun, dia malah diabaikan, dan membuatnya merasa terhina hingga pergi dari sana begitu saja. "Ssstt ... kau sangat buruk, seperti tidak pernah cium*n saja!" kesal Adrian kesal. Ternyata, Karin tak sengaja mengigit bibirnya sampai sedikit berdarah. "Apakah itu buruk, setidaknya aku tidak haus belain, seperti adikmu yang melakukan apa saja untuk mendapatkan Brian," cibir Karin mengejek. Bukannya tidak malu, sebenarnya Karin sangat malu setelah mereka melakukan hal itu, tapi dia tak mau menunjukkannya. Dia tak mau Adrian menang dan merasa puas. Suaminya itu sudah cukup mengejek dan menghinanya selama seminggu ini. "Berhenti bicara omong kosong, lakukan saja tugasmu mulai sekarang!" geram Adrian yang ternyata memilih menahan diri. Dia ke meja kerjanya, lalu duduk di kursi kebesarannya. Membuka laptop, dan memulai pekerjaannya di sana. Sementara itu, Karin juga mulai menyibukkan diri dengan mulai membersihkan ruangan suaminya. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN