Bab 03. Menahan Lapar

1019 Kata
Byur!! "Bangun pemalas, apa yang kau tunggu bangkit dari sana dan segera siapkan sarapan!" omel ibu mertuanya setelah menguyur basah Karin yang tertidur. Gadis itu terkejut dan syok menatap kondisinya yang telah basah. Namun, wanita paruh baya masih tak membiarkannya. Rini mendekat dan menyentak pergelangan tangan Karin, sehingga bangkit dengan terpaksa. "Entah perempuan macam apa yang sudah dinikahi anakku, gadis miskin yang pemalas. Harusnya dia masih bersama tunangannya, tapi malah menikah denganmu. Aku yakin kau pasti sudah menjebaknya!" tuduh Rini dengan geram. Karin yang baru saja sadar dan dipaksa bangun itu langsung geleng kepala. Dia sudah ingin menjelaskan, tapi wanita paruh baya itu, tak memberinya kesempatan. Brugh! Setelah ditarik sampai berdiri, Rini mendorong Karin sampai jatuh terjerembab di atas lantai. "Bersihkan dirimu dengan cepat, ganti baju, lalu turun ke bawah dan siapkan sarapan!" Blam! Setelah berkata demikian Rini pergi begitu saja, meninggalkan Karin yang masih belum bangkit. Dia terlihat mengenaskan dan juga sedih. Mengusap wajahnya kasar lalu menahan air matanya. Karin bangkit dan berusaha untuk tegar, kemudian melakukan semua yang ibu mertuanya perintahkan. "Enak juga sarapan yang kamu masak. Pantas jadi babu, tapi sayangnya malah jadi menantu keluarga ini!" cibir Rini. Karin terdiam dan memilih untuk tidak menjawab. Dia cukup sadar untuk tidak meladeni ibu mertuanya, sebab dia pikir percuma saja. "Pergilah dari sini, aku cukup muak melihatmu menatapku makan seperti ini. Lebih baik kerjakan hal yang bermanfaat lainnya, pel lantai, dan siram tanaman sana!" omel Rini memerintah. Lagi-lagi Karin menurut dan melakukannya. Bukan tidak bisa melawan, tapi dia menahan diri dan mengingat batasannya. Rini sudah tua, dan Karin selalu diajarkan untuk tidak melawan orang tua. Akan tetapi tak lama kemudian, tetap saat dirinya giliran menyiram tanaman hias di taman. Dari ruang tengah terdengar suara teriakan seseorang. Karin yang kaget, langsung berlari masuk. Namun, yang ditemukannya hal yang sangat buruk. Ibu mertuanya sepertinya habis terpeleset karena menginjak lantai yang baru dipel oleh Karin. Masalahnya Adrian sudah di sana, dan sepertinya sudah salah paham. "Hiks-hiks ... Mommy sudah setua ini, tapi tega-teganya istri barumu malah melakukan hal seperti ini. Lihatlah lantainya, Adrian. Sangat basah, dan air di mana-mana. Mommy sampai terpeleset karenanya," ungkap Rini. Bukan cuma Adrian yang langsung memeriksa sekitar, tapi juga Karin. Sebenarnya semua lantai tidak basah dan bahkan sudah kering dengan cepat setelah dipel oleh Karin. Namun, disekitar ibu mertuanya memang terdapat air yang mengenang di sana. Seolah seperti sengaja ditumpahkan untuk membuat orang terpeleset. "Kemarilah, Mom. Ayo, Adrian bawa ke sana," ujar Adrian langsung memapah ibunya berjalan ke sofa. Lantas membantunya duduk di sana, dan dengan sigap memeriksa lukanya. "Mommy tidak kenapa-napa, Nak. Namun, Mommy tidak tahu kedepannya. Mungkin menantu baru Mommy akan melakukan hal lainnya yang lebih buruk lagi!" Perasaan Adrian langsung mendidih mendengar itu. Sehingga setelah memastikan ibunya baik-baik saja, dia segera menghampiri istrinya. "Aku tidak melakukan apapun pada ibumu, percayalah dia jatuh sendiri!" Brugh! Adrian tidak perduli pembelaan yang Karin lakukan pada dirinya sendiri, dan mendorongnya hingga terjerembab jatuh. "Dari tadi kau diam saja dan tidak melakukan apapun, bahkan tidak membantu Mommy bangkit. Apa kau pikir aku bodoh?!" geram Adrian. Adrian sedikit menunduk, meraih tangan Karin lalu menyeret istrinya dengan paksa dan membawanya ke kamar. Blam! Adrian menutup pintu kamarnya dengan kasar lalu melemparkan Karin ke atas tempat tidur. "Kau benar-benar perempuan sial*n dan tak tahu diuntung. Beraninya melakukan hal sekeji itu pada Mommy, apa kau mau balas dendam karena semalam?" geram Adrian. Karin menggelengkan kepala, dan bergerak menjauh, tapi Adrian segera menindihnya dan mengunci pergerakannya. "Aku sudah bilang dia jatuh sendiri!" jelas Karin sambil berusaha melepaskan diri. Mendengar itu Adrian langsung mencengkam rahangnya kasar. "Aku juga sudah bilang, aku tidak bodoh. Aku tahu perempuan seperti apa dirimu! Dengar Karin, aku tidak suka main-main, dan jika kejadian ini terulang aku tidak akan segan padamu!" Adrian bangkit setelah merasa cukup. Sementara Karin segera mengusap rahangnya yang terasa nyeri setelah di cengkraman cukup keras dan lumayan lama. "Terserah saja. Jika kamu bersikeras percaya pada ibumu yang gila itu, silahkan aku tidak perduli!" Plak! Adrian tak suka keberanian Karin dan langsung menampar wajahnya. Gadis itu langsung mengulum bibirnya dan menatap Adrian sambil berkaca-kaca. Namun, suaminya itu seolah tak punya empati, langsung pergi begitu saja setelah menamparnya. Sementara Karin yang masih di sana, langsung mengusap pipinya yang barusan ditampar dan berjalan menghadap meja rias. Kemudian menatap wajah menyedihkannya. "Aku bermimpi menikah denganmu Brian, tapi kenapa aku malah menikah dengan orang asing yang kejam?" ujarnya dengan sedih. Namun, tak hanya itu. Ketika merasa sedikit baikan, Karin segera ke dapur untuk sarapan. Sudah hampir siang tentu saja perutnya lapar. Sayangnya semua sarapan yang sudah dia masak, habis tanpa sisa. "Nyonya mau dibuatkan sesuatu?" tanya asisten rumah tangga di sana. Karin hampir saja punya harapan dan tersenyum ingin mengangguk, tapi tak jadi. "Jangan berikan makanan apapun untuk perempuan tidak tahu diri itu. Biarkan dia kelaparan. Itu hukuman yang pantas untuk pembangkang dan orang yang berani melukai Mommy!" tegas Adrian tiba-tiba saja sudah berdiri dibelakang Karin. Karin berbalik, lantas berbalik pergi dari sana karena tak mau menciptakan masalah. Namun, dia juga tak bodoh. Sampai mau-maunya tertindas begitu saja. Segera setelahnya Karin mengendap-endap keluar rumah dan pergi makan di luar. Dia sampai di tempat makan pinggir jalan dan makan di sana. Mie instan siap saji. Itu makanan favoritnya. Namun, sebelum menikah Karin selalu diam-diam memakannya karena ayahnya selalu melarangnya. Karena makanan mie instan siap saji demikian dianggap kurang sehat. Lalu sekarang Karin juga memakannya, tapi bukan karena keinginan pribadi. Melainkan terpaksa, karena Karin pikir sepertinya dia mungkin akan terbiasa makan makanan seperti itu mulai sekarang. Dia harus berhemat, sebab secepatnya Karin berpikir harus melunasi hutang ayahnya. Dia harus terbebas dari pernikahan gila yang Adrian lakukan. "Ternyata kamu di sini, Sayang!" Tiba-tiba suara bas dan terdengar berat bergema dan menakutkan bagi Karin. Dia tahu siapa itu tanpa menoleh, dan siapa lagi jika bukan Adrian. "Kaget, aku bisa sampai di sini?" ujar Adrian kembali sambil menyeringai. "Berdirilah dan ikut denganku, atau kamu mau aku menciptakan kerusuhan di tempat ini?!" ancam Adrian melanjutkan. Padahal Karin sudah pergi dengan hati-hati, dan sekarang baru memakan sedikit mienya. Dia masih sangat lapar, dan menatap makanannya dengan penuh minat, tapi sedetik kemudian Adrian sudah menarik tangannya agar mengikutinya. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN