Bab 21. Berantakan

1260 Kata
"Ambil ini dan belikan benda apapun yang kamu. Jangan sampai membuat malu di hari ulang tahunku nanti," ucap Adrian sambil memperingatkan. Karin hanya pasrah dan menerima kartu debit yang Adrian berikan. Meskipun perasaannya cukup kesal mendengar membuat malu. "Selain itu, jaga sikapmu nanti dan tolong untuk hari itu saja jangan memancing mommy, ataupun membuat keributan," jelas Adrian sebelum pergi daru sana. Setelahnya Karin juga pergi dan menggunakan kartu suaminya itu untuk membeli hadiah seperti maunya Adrian. "Jangan buat malu itu kata suami dan ibu mertuaku, seolah-olah aku sangat memalukan dan suka menciptakan masalah," ungkap Karin dihadapan Mila. Mereka sudah bersama, setelah janjian dan bertemu di pusat perbelanjaan. Karin mau sahabatnya menemaninya atau jika memungkinkan memberinya solusi untuk masalahnya. "Nggak usah dipikirkan, ambil hikmahnya saja," jelas Mila santai. Karin langsung berdecak dan menghela nafasnya kasar. "Santai? Gimana caranya, aku ini serba salah di mata mereka. Padahal aku sudah jadi penurut selama ini dan tidak banyak membantah, meskipun aku belum menerima pernikahan ini. Mila, aku bahkan masih menghormati ibu mertuaku meskipun dia kerap kali suka mengerjai aku." "Aku paham, Rin, tapi kamu mau gimana? Posisimu udah nggak berdaya. Kamu lawan nenek sihir itu anaknya ngamuk sama kamu," jawab Mila. Dia pun iba dengan nasib sahabatnya, tapi dirinya sendiri bahkan sudah biasa mendapatkan perlakuan yang lebih buruk. Seperti contohnya pacarnya yang dijodohkan dengan kakaknya anak dari istri pertama ayahnya. Malang sekali, bahkan saat kekasihnya berjuang demi hubungan mereka, Mila cuma duduk diam di bawah tekanan. "Ah, sudahlah. Lupakan ibu mertuaku, mengingat dia suka bikin perasaan jadi buruk." "Yasudah, kalau gitu kita ke showroom mobil sekarang!" tukas Mila memecahkan suasana. "Apa?" kaget Karin tak mengerti. "Kita beli mobil buat suami kamu sekarang, bukannya katanya hadiah supaya kamu nggak malu-maluin?" "Tapi nggak gitu juga, Mil!" "Sudahlah, kita ke sana saja. Kalau masalah biaya takut kamu dipandang matre dan boros. Kamu nggak gitu juga, duduk anteng, tetap aja dibilang matre dan boros, Rin!!" ajak Mila yang langsung memaksanya. Alhasil mereka berhasil membeli mobil untuk Adrian, tapi pilihan Adrian. Karena sebelum deal ternyata Karin yang tidak seberani itu menghabiskan uang suaminya, sudah memberitahu Adrian. "Nih, ambil!" ceplos Mila sambil menyerahkan sebuah bingkisan. "Kamu ngasih hadiah buat suamiku?" "Bukan, tapi buat kamu. Itu jam tangan, tapi kasih buat suami kamu nanti." Karin mengerutkan dahinya tidak paham maksud Mila. Menyadari hal itu sahabatnya pun menjelaskan lebih detail. Itu hadiah dari Karin sendiri, tapi Mila sudah membungkusnya. Dia tak mau sahabatnya jadi bulan-bulanan suaminya karena cuma bisa menghabiskan uang, dan sekedar hadiah saja masih pakai uang Adrian. "Kalau kamu sungkan sama aku, tinggal transfer dua kali lipat untuk bayaran hadiahnya," jelas Mila. "Tapi kamu kok kepikiran sampai sana sih, Mil?" "Bukan kepikiran, tapi pengalaman pribadi. Kamu tahu sendiri gimana hidupku dan ibuku. Tahun lalu pas ayah ulang tahun, ibu cuma kasih kado yang dibeli dari uang ayah dan kamu tahu harga yang harus dibayar ibuku? Semua orang menghinanya," jelas Mila. Karin paham dan tersenyum memeluk sahabatnya. Dia paham hidup Mila dan Mila memang selalu suka mengerti dirinya. "Ngomong-ngomong kapan kamu beli itu?" tanya Karin. "Oh, ini tadi pesan sama teman kuliah kita, dia dari jurusan yang sama. Anak yang suka ngebinisnisin segalanya. Sasa. Masa kamu lupa, itu loh yang jual pernak-pernik dan segala macam hadiah." "Tukang buket, dan penjual cilok?" Mila mengangguk. "Nah, itu dia. Sasa anak orang kaya yang suka gabut itu, tadi aku cuma bilang pesan hadiah buat pasangan. Terus dia sarankan jam tangan," jelas Mila dan Karin mengangguk paham. ***** Hari ulang tahun Adrian tiba, dan dihadiri keluarga besar. Namun, ada satu-satunya yang bukan keluarga di sana, yaitu Daisy. Dia datang berkat Rini. "Wah, ternyata istrinya Adrian cantik juga," puji bibi Adrian. Daisy tersenyum manis dan merasa dialah yang dipilih. Keluarga besar memang belum tahu betul siapa istrinya Adrian, akibat pernikahan dadakan dan sederhana. "Tentu saja, putraku tidak mungkin salah pilih, dan menantu ini sangat pandai memasak. Pernah suatu ketika aku melarangnya melakukan itu, karena dia datang ke rumah kami untuk menjadi anggota keluarga bukan pembantu, tapi aku menyesal. Gara-gara itu, tidak makan enak lagi," ujar Yudha antusias. "Konsepnya tidak gitu juga, Mas. Kalau menantumu masak secara suka rela ngapain dilarang, iya nggak?" Semua tertawa dengan senang dan saling bercanda, tapi mereka lebih sering membicarakan Karin. Sementara Karin sendiri, karena baru menjadi anggota baru tidak dekat dengan siapapun, dan malah menyendiri di sana. "Ambil ini dan minumlah," ujar Rini tiba-tiba menghampirinya. Dia memberikan jus, dan bahkan duduk di sebelah Karin. Itu sangat mencurigakan dan membuat Karin segera waspada. "Aku hanya salut padamu, walaupun pakai uang anakku seleramu bagus soal hadiah mobilnya," jelas Rini. Karin pun menerima jusnya dan meminumnya lantaran haus. Namun, selain itu dia tak mau berlama-lama di sisi Rini, meminumnya dan berharap Rini segera meninggalkannya setelah itu. "Ternyata benar yang aku duga, kau haus," ujar Rini tersenyum manis. Lagi-lagi hal itu mencurigakan, tapi Karin menolak untuk perduli. "Baguslah, aku suka menantu penurut sepertimu!" "Terimakasih, Tan," ungkap Karin singkat. "Baiklah, aku akan ke sana dan bergabung dengan om dan tantenya Adrian. Kalau kau mau ikut, ayo," ajak Rini diakhir kalimatnya. Dia tak serius dan sudah menebak Karin pasti menolaknya. "Aku di sini saja, Tan. Nanti aku akan ke sana." Setelahnya Karin benar-benar sendiri, seperti orang asing. Sementara orang asing lainnya malah seperti orang rumah. Namun, Adrian yang juga masih di sana pun mengabaikan Karin. Sampai kemudian seseorang tiba-tiba datang dari belakangnya dan membungkam mulutnya dengan sapu tangan. Kesadaran Karin mendadak hilang dalam seketika. Di lain hal ternyata bibinya Adrian sudah tahu siapa istri Adrian yang sebenarnya. Sejak awal, karena Aksa putranya yang sangat dekat dengan Adrian. Dia dokter kandungan yang pernah Adrian temui untuk konsultasi agar Karin cepat hamil. Tahu fakta itu, membuat bibinya Adrian kesal, karena Daisy terus saja diantara mereka, padahal sejak awal dia sengaja memuji Karin agar perempuan itu risih dan pergi sendiri. Anehnya, Daisy malah merasa yang dipuji dan bertahan di sana. "Ah, iya. Siapa perempuan ini? Kenapa dia hadir di acara ulang tahun kamu, Adrian? Bibi perhatikan sejak tadi dia disini terus seolah-olah anggota keluarga saja." Akhirnya bibinya tak tahan dan berterus terang. Senyum Daisy langsung luntur, apalagi saat anggota keluarga besar lainnya menatapnya dengan aneh. "Jadi bukan wanita ini istrinya Kak Adrian?" "Bukan, Nay, Bibi juga tidak tahu siapa dia," jelas Bibinya. Beberapa tante dan omnya Adrian yang lainnya pun kaget. "Ckckck, gini nih akibatnya nikah secepat kilat, keluarga besar jadi salah paham." "Jadi di mana menantu baru keluarga kita?" "Tadi dia duduk sendiri di sana, tapi sekarang entahlah," ucap bibinya. Sementara itu yang lain langsung menatap aneh pada Daisy, menganggap dia lancang karena berani-beraninya bergabung padahal bukan siapa-siapa. "Aku yang mengundang Daisy, memangnya kenapa? Walaupun bukan istrinya Adrian, tapi dia akan tetap jadi menantuku? Aku tak suka dengan pilihan Adrian." Tiba-tiba Rini berterus terang. "Berhentilah bersikap seperti itu, Rini! Karin menantu kita dan Daisy kai seharusnya tidak mengundangnya," nasehat Yudha. Daisy tak tahan lagi, dia merasa direndahkan oleh keluarga besar itu, lantas berlari dan kabur. "Ini semua karena keegoisan kalian!" omel Rini. "Adrian cepat kejarlah Daisy dan bujuk dia!" "Daripada membujuk orang asing bukankah sebaiknya kak Adrian mencari istrinya. Di mana dia kami penasaran," ceplos salah satu sepupu Adrian. Rini kesal dan memelototinya. Melihat itu, sepupunya Adrian yang masih SMP itu segera bersembunyi dibalik ibunya. Dari semua anggota keluarga, sosok Rini memang ditakuti anak-anak. Hal itu karena Rini galak dan selalu saja terlihat tak bersahabat. "Dia benar, Mom. Aku akan mencari Karin seka--" "Oh, jadi maksudmu kamu sudah tidak perduli pada Mommy lagi?" tanya Rini memotong ucapan Adrian dan memaksa putranya itu menurut. "Baiklah, aku akan mencari perempuan itu dan mengantarkannya pulang, tapi setelahnya Mommy jangan menuntutku lagi!" *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN