Bab 3. Tak Bisa Menahannya

1186 Kata
“Paman sudah bilang sama Nyonya Melisa bahwa kamu akan menggantikan Paman. Kamu hanya tinggal datang ke rumahnya sore ini,” kata Darman. “Terima kasih, Paman. Terima kasih banyak atas bantuannya,” kata Rahes saat itu. “Iya. Paman harap, kamu bisa berhati-hati dan menjalankan rencana kamu dengan baik,” ucap Darman mengingatkan. Rahes mengiakan. Ia meminta Darman untuk mendoakan semua yang hendak ia lakukan. Setelah semua yang terjadi di masa lalu, kini saatnya ia bergerak. Rahes mempersiapkan semuanya sejak lama. Dan sore ini ia akan datang ke kediaman Sanjaya sebagai ganti Darman sekaligus dengan misi yang lain. Ketika ia sampai di gerbang utama kediaman rumah itu dengan motornya, Rahes membuang napas dengan kasar. Ia tersenyum pada satpam dan berusaha seramah mungkin karena ia akan bergabung dengan mereka setelah ini. “Nyari siapa, Mas?” tanya satpam usai pria itu melepas helm dan menghentikan motornya. “Saya Rahes, Pak. Saya yang akan menggantikan Pak Darman,” jelas Rahes. “Oh, iya. Kenalkan saya Paidi.” Setelah berbasa-basi pada satpam, Rahes diminta masuk melalui pintu utama. Pria itu mengayun langkah perlahan sampai akhirnya berhenti di depan pintu. Dadanya bergemuruh cepat. Namun, ia mencoba untuk tetap tenang. Ketika kemudian ia maju sejengkal dan berhenti di ambang pintu, Rahes mengucapkan salam. “Selamat sore.” Dua wanita beda generasi yang sedang sibuk berbincang itu kompak menoleh. Satu Anna yang tampak tercengang melihat kehadiran Rahes. Satu lagi, Melisa yang terkesiap. Wanita itu melongo karena tidak menyangka jika pria yang malam itu menghangatkan tubuhnya ada di hadapannya saat ini. Ada di rumahnya dan melamar menjadi sopir anaknya. “Saya Rahes. Saya yang akan menggantikan Pak Darman sementara beliau pulang kampung,” ucap Rahes. Saat itu, Melisa mulai tersadar. Ia menenangkan dirinya dan mulai mendekati Rahes yang hanya berdiri di ambang pintu. Sementara Anna yang sudah terpesona sejak awal melihat pria itu hanya bisa terdiam. “Oh … jadi kamu … yang gantiin Pak Darman,” ucap Melisa tergagap. Pesona Rahes memang tidak bisa dianggap remeh. Wanita itu memejam sesaat. Ia masih ingat bagaimana kerasnya otot-otot yang ada di tubuh pria itu. Sungguh membuatnya makin tidak bisa bersikap santai. “Iya, Nyonya. Jadi, kapan saya bisa mulai bekerja?” tanya Rahes ramah. “Emm … sebenarnya, Anna harus pergi sore ini. Jadi … antar dia, ya,” kata Melisa. “Baik, Nyonya.” Rahes melempar tatapan pada Anna yang sejak tadi diam dan malu-malu. Gadis itu tersenyum dan mengikis jarak pada Rahes dan sang mama. “Aku harus pergi ke gramedia sore ini. Ada yang harus dibeli,” kata Anna. “Baik, Nona. Saya akan antar,” jawab Rahes. Melisa kemudian mengambil kunci mobil yang kemarin diberikan oleh Darman padanya. Lantas menyerahkannya pada Rahes yang berdiri di hadapannya. Saat jari mereka tanpa sengaja bersentuhan, Melisa menatap Rahes lekat. Satu kerlingan mata pria itu lakukan demi membuat wanita itu bergetar. Ya, tentu saja. Ia mau Melisa mengira ia datang karena dirinya. Saat itu, tiba-tiba Sanjaya datang. Pria itu mengernyit ketika melihat ada pria tampan di rumahnya. “Ada apa ini?” tanyanya. “Pak Darman pulang kampung, Pa. Ini Rahes, yang akan gantiin Pak Darman,” jelas Anna dengan antusias karena paham hubungan mama dan papanya sedang tidak baik. Sementara Sanjaya menatap Rahes lekat. Pria itu menunduk demi tidak bersirobok dengan pria itu, Tentu saja, ia takut Sanjaya akan mengenalinya. Namun, pria itu memilih berlalu dari sana tanpa berkata apa-apa. “Ma, aku berangkat dulu, ya,” ucap Anna kemudian. “Iya.” Gadis itu berjalan lebih dulu. Disusul Rahes yang sebelum berlalu memberikan sebuah kode pada Melisa. Entah apa yang harus wanita itu lakukan. Namun, semuanya membuat Melisa jadi tidak tenang. “Bik, nanti kasih tau saya kalau mereka sudah pulang,” titah Melisa. “Baik, Nyonya.” Melisa pun berlalu menuju ke kamarnya. Ia melewati ruangan yang dipakai sang suami beristirahat. Namun, saat itu Sanjaya membuka pintu dan melempar tanya pada sang istri. “Siapa yang nyari gantinya Darman?” Melisa menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah sang suami dan bersedekap. “Pak Darman sendiri,” jawab Melisa. “Lancang! Anna itu anak kita satu-satunya. Jangan mudah percaya dengan orang. Kalau pria tadi berbuat yang tidak-tidak pada Anna bagaimana?” ucap Sanjaya. Melisa tersenyum kecil. Ia tahu Rahes. Pria itu tidak akan sembarangan mau dengan wanita. Apalagi bocah bau kencur seperti Anna. Yang pria itu sukai adalah dirinya. Jadi, untuk apa merasa cemas? “Kalau kamu takut Anna kenapa-napa, lantas apa bedanya dengan orang tua gadis yang kamu kencani? Apa mereka juga rela anak gadisnya disentuh pria beristri sepertimu?” sahut Melisa kesal. Sanjaya menarik napasnya dengan gusar. Sekarang Melisa berani menjawabnya. Memangnya kenapa jika ia jatuh cinta lagi pada seorang gadis muda? Toh, gadis itu mau. Walaupun tidak ada ikatan di antara mereka karena Melisa ogah dimadu atau pun diceraikan. “Diam kamu, Mel. Hanya karena aku pernah jalan dengan seorang gadis muda kamu menuduhku yang tidak-tidak. Sudahlah, lupakan saja,” kata Sanjaya kemudian. Pria itu masih belum mau mengaku jika sedang berselingkuh dengan gadis lain. Sanjaya masih mencoba menutupinya walaupun semuanya begitu kentara. Pira itu lantas masuk ke kamar karena tak mau membuka perdebatan. Sementara itu di gramedia, Rahes menemani Anna dan mengekor di belakang gadis itu seperti bodyguard. Semua orang memperhatikan keduanya karena Anna begitu cantik, sedangkan Rahes sangat tampan. “Yang mana yang bagus?” tanya Anna menunjukkan beberapa peralatan yang ia ambil di rak. “Emm … yang kiri, Non,” sahut Rahes. “Ok. Oh, iya. Habis kini kita makan dulu, ya,” kata Anna. “Non Anna saja. Saya sudah makan tadi,” ucap Rahes. “Enggak ada alasan. Kamu harus mau.” Anna memintanya seraya tersenyum. Rahes juga melakukan hal yang sama. Ingatan pria itu sempat kembali ke masa lalu di mana ia melihat Anna yang mungil di tempat tidurnya yang nyaman. Rasanya, itu baru terjadi beberapa tahun yang lalu. Namun, kini keduanya telah sama-sama dewasa dan menentukan jalan masing-masing. Jika dengan Melisa ia hanya membuang nafsu dan kelebihan hormon saja, berbeda dengan Anna. Hasrat melindungi lebih besar daripada menyakiti. Keduanya akhirnya menikmati makan malam berdua. Sampai akhirnya, mereka pulang tepat pukul 8 malam. Rahes memasukan mobilnya ke garasi dan membukakan pintu untuk Anna yang kemudian keluar dengan perlahan. “Terima kasih, ya. Besok jangan lupa bangun pagi terus antar aku ke kampus,” ucap Anna. “Siap, Non.” Rahes kemudian melepas Anna yang kemudian masuk melalui pintu samping. Ia masih memperhatikan gadis itu ketika suara Melisa terdengar menyapa rungu Rahes. “Apa yang kamu lakukan, Rahes?” Pria itu menoleh. Dari kegelapan garasi, Melisa muncul dengan bersedekap. Saat itu, Rahes langsung mendekat dan mengunci tubuh Melisa di dinding dengan gusar. “Aku kangen banget, Tante,” bisiknya seraya menciumi rahang Melisa. “Rahes, semua orang bisa melihat kita di sini,” ucap Melisa seraya menahan dirinya. “Aku sudah tidak tahan, Tante,” jawab pria itu yang langsung menyasar tubuh bagian bawah Melisa. Namun, saat itu suara langkah kaki terdengar mendekat ke arah mereka. Melisa buru-buru mendorong tubuh Rahes untuk menjauh. Ketika kemudian Anna kembali muncul dan menatap Rahes lekat. “Rahes, apa yang kamu lakukan?” tanya Anna kemudian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN