Dewa, yang tersentak dengan kejadian tersebut, merasa campur aduk antara kaget dan kasihan. "Tidak apa-apa, tidak apa-apa," ucapnya sambil mencoba menenangkan Annisa yang terduduk lemah.
Namun, sebelum Dewa bisa melakukan atau berkata apa pun, Annisa tiba-tiba muntah lagi, kali ini langsung mengenai sepatu Dewa yang berada di dekatnya. Dewa terperanjat dan terkejut, tidak tahu harus bereaksi bagaimana.
"Maafkan aku, Pak Dewa," kata Annisa dengan suara yang lemah, sebelum ia kehilangan kesadaran dan terkulai pingsan di tempat.
"Annisa!" teriak Ratu dan Tika panik, mencoba menolong Annisa sambil tetap merasa tercengang dengan kejadian yang baru saja terjadi.
Dewa dengan cepat memangku Annisa dan membawanya ke dalam mobil, memastikan ia nyaman dan aman. Setelah memastikan Annisa dalam posisi yang nyaman, Dewa melirik ke arah Tika dan Ratu.
"Pak, mau bawa Annisa ke mana?" tanya Tika khawatir.
"Jangan khawatir, saya akan mengurusnya ke rumah sakit. Kalian berdua pergi dulu," ujar Dewa dengan nada tegas.
"Ba-baik, Pak. Nanti kalau kami sudah selesai kuliah kamu nyusul ya, Pak."
Ratu dan Tika merasa cemas meninggalkan Annisa, tetapi mereka tahu Dewa akan menjaga teman mereka dengan baik.
Dewa pun mengangguk, kemudian dia memasuki mobil. Namun, pada saat ia akan duduk, ia melihat sepatunya yang berlumuran muntahan Annisa. Segera Dewa membuka sepatu dan dia membuka bagasi, matanya tertuju hanya ada sandal jepit yang ada di sana, Dewa segera mengenakannya.
Dewa tiba di rumah sakit dengan cepat dan segera membawa Annisa ke ruang gawat darurat. Para petugas medis segera bertindak cepat setelah melihat kondisi Annisa yang pingsan dan lemah.
Mereka membawa Annisa ke atas ranjang brangkar dengan hati-hati, memastikan posisinya nyaman dan stabil. Dokter dan perawat segera mulai memberikan penanganan medis yang diperlukan, memeriksa kondisi Annisa dengan cermat dan memberikan perawatan yang sesuai.
Dewa duduk di ruang tunggu. Setelah Annisa membaik, dokter—wanita paruh baya itu yang penasaran dengan gejala yang dialami Annisa pun bertanya, "Maaf, saya harus bertanya, kapan terakhir kali Anda haid?"
Annisa merenung sejenak sebelum menjawab, "Saya pikir sekitar empat minggu yang lalu, tapi saya tidak terlalu yakin."
Setelah mendengar jawaban Annisa, "Baik, untuk memastikan lebih jelas, saya akan melakukan USG. Kamu tenang saya, oke."
"USG," gumam Annisa.
Setelah proses USG selesai, dokter menyampaikan hasilnya dengan menyuruh Dewa masuk ke dalam ruangan.
"Dari hasil pemeriksaan, saya harus memberi tahu Anda berdua bahwa Nyonya Annisa sedang mengandung sekitar lima minggu," ungkap dokter.
Kabar ini membuat keduanya terkejut dan bingung, sementara Dewa menatap Annisa dengan tajam, beberapa kali ia mengerutkan keningnya. Ia pun melihat Annisa terlihat tidak baik-baik saya, selama penjelasan dokter dia hanya menunduk dan menautkan antara jemarinya.
Dewa meraih tangan Annisa dengan penuh kelembutan, mencoba meredakan kecemasan yang muncul. "Kita akan melalui ini bersama, Sayang," ujarnya dengan tulus.
Mata Annisa membukat sempurna mendengar ucapan Dewa.
Dokter memberi instruksi kepada Dewa untuk menjaga Annisa dengan baik, seolah-olah dia adalah suaminya.
"Pak Dewa, Anda akan menjadi pendamping yang sangat penting bagi Nyonya Annisa selama kehamilannya. Pastikan dia mendapatkan perawatan yang baik dan dukungan yang diperlukan," pesan dokter kepada Dewa.
"Baik, Dok."
Kemudian, dokter pun meninggalkan Dewa dan Annisa. Annisa menatap mata Dewa dengan perasaan kecewa.
"Tenang aja, saya tidak akan membocorkan hal ini pada siapapun, termasuk teman kamu. Saya yakin mereka akan sama terkejutnya dengan saya," ujar Dewa, menatap Annisa beberapa saat, lalu ia memalingkan pandangannya.
"Pak, maaf, saya .... hiks." Annisa menitikkan air matanya. Dewa melihat tangan Annisa semakin erat dalam genggamannya.
"Tidak perlu bercerita soal bagaimana hal ini bisa terjadi, itu urusan kamu, bukan urusan saya!" Dewa menarik tangannya dari genggaman Annisa.
"Urusan saya itu memastikan kamu aman karena yang bawa kamu ke sini adalah saya."
"I-ya pak terima kasih banyak."
Annisa dan Dewa pun sedang mengurus administrasi dan menunggu obat untuk Annisa. Namun, pada saat Dewa selesai membawa obat, ia memeriksa di sekelilingnya tidak melihat kehadiran Annisa.
"Ish! Dia kemana sekarang!" pekik Dewa.
Dewa yang panik segera meninggalkan tempat obat dan mulai mencari Annisa. Hatinya berdebar keras ketika ia tidak melihat Annisa, ia bergegas keluar dari gedung rumah sakit dan berjalan menuju jalan raya.
Saat melihat ke arah jalan raya, Dewa melihat Annisa sedang berdiri di pinggir jalan, tampaknya tidak menyadari bahaya yang mengancam. Tanpa ragu, Dewa langsung berlari mendekati Annisa yang tampak tersesat dalam pikirannya sendiri.
Namun, ketika Dewa hampir sampai di samping Annisa, ia melihat mobil yang melaju dengan cepat menuju arah Annisa. Tanpa berpikir panjang, Dewa segera melompat dan menarik lengan Annisa, menariknya menjauh dari bahaya yang mengancam.
"Kamu sudah gila!" seru Dewa sambil menarik Annisa menjauh dari jalur mobil yang melaju dengan cepat.
Annisa terkejut dan kaget oleh tindakan Dewa, tetapi kemudian menyadari bahwa Dewa telah menyelamatkannya dari bahaya yang nyata. Mereka berdua duduk di pinggir jalan, napas mereka terengah-engah akibat kejadian yang menegangkan tersebut.
"Kamu pikir dengan bunuh diri semuanya selesai?" cecar Dewa.
"Siapa yang mau bunuh diri! Saya hanya mau menyebrang jalan," kata Annisa dengan suara bergetar.
Annisa mengangkat alisnya, matanya mencuat ke dalam kebingungannya. Bibirnya menggertak ketika dia menatap Dewa, ekspresi wajahnya mencerminkan kekecewaan dan kegeraman.
"Kenapa kamu meninggalkan saya begitu saja di dalam? Apa kamu kehilangan akal?" Annisa menegur dengan nada tinggi, wajahnya merah oleh kemarahan.
Dewa menundukkan pandangannya, merasa sedikit tersinggung oleh perkataan Annisa. "Maaf, saya punya urusan yang mendesak," jawabnya dengan suara yang lemah.
Namun, Annisa tidak terima dengan alasan Dewa. Dia bangkit dari tempat duduknya dengan tegas, berencana untuk meninggalkan Dewa di belakang.
Tapi Dewa tidak ingin membiarkan Annisa pergi begitu saja. "Setelah insiden ini, urusanmu menjadi urusanku juga!" teriaknya dengan suara lantang, ekspresi wajahnya penuh dengan kekhawatiran dan ketegasan.
Annisa tidak terkesan dengan kata-kata Dewa. Dengan langkah mantap, dia melangkah menuju trotoar untuk menyeberang jalan sekali lagi. Namun, sebelum dia bisa melangkah lebih jauh, lengannya tiba-tiba dipegang erat oleh Dewa.
Tubuh Annisa terputar, posisinya kini berhadapan langsung dengan Dewa. Matanya yang berapi-api bertemu dengan tatapan tulus Dewa.
"Annisa, dengarkanlah ucapan saya! Biarkan saya menemani dan melindungimu!" desak Dewa dengan suara yang penuh kepedulian.
Dewa dengan cepat membawa Annisa masuk ke dalam mobil, merasa lega bahwa dia berhasil menghentikannya sebelum terjadi hal yang lebih buruk. Mereka berdua diam sepanjang perjalanan pulang ke basecamp, atmosfer di dalam mobil terasa tegang dan penuh dengan ketegangan yang belum terselesaikan.
Sesampainya di sebuah basecamp, Annisa hampir melompat keluar dari mobil, tampak gelisah dan terburu-buru. Tanpa sepatah kata pun kepada Dewa, dia langsung berlari mencari seseorang.
Dewa yang agak terkejut dengan sikap Annisa, segera mengejar dan mencoba mengikuti langkahnya dengan menjaga jarak, ia hanya memperhatikan Annisa dari luar.
Hatinya berdebar keras, tidak yakin apa yang sedang terjadi dan siapa yang sedang dicari Annisa dengan penuh amarah.
"Rangga! Rangga!" Annisa teriak memanggil nama Rangga dengan penuh kekhawatiran dan kecemasan di suaranya. Dia mencari-cari sosok itu dengan cepat di sekitar basecamp.
Tiba-tiba, Rudi muncul di dekat Annisa dengan ekspresi serius di wajahnya. "Waw Annisa, kamu nyari Rangga ya? Kelihatan dari raut wajah kamu, kayaknya kamu ...."
Belum sempat Rudi berkata lebih lanjut Annisa memotong, "Kamu tahu kan dimana Rangga? Jangan banyak ngomong, lagian gue nggak ngerti maksud lo!"
"Aduh, gue kasian sebenarnya sama lo, lo kan primadona kampus kok bisa-bisanya bisa terperangkap jebakan Rangga! Lo itu cuman jadi bahan taruhan doang, dan lo korban Rangga ke 24, daritadi udah berapa cewe yang nyariin dia!"
"Udah kasih tau aja dia dimana sekarang! Cepat!" teriak Annisa tidak sabar.
"Lo tahu kan kebiasaan dia apa! Cari aja dia! Udah pasti lagi berada di klub," ujarnya dengan suara pelan, mencoba menenangkan Annisa.
Annisa terkejut mendengar kabar tersebut, matanya memancarkan rasa kecewa dan kesedihan. Tanpa ragu, dia menghadapi Dewa dan memohon, "Pak, mohon bantu saya!"
Dewa pun membukakan pintu mobil dan Annisa masuk ke dalam mobil.